Nusron Wahid Sebut Ada Perusahaan Miliki Sertifikat, Tapi Tiba-tiba Masuk Kawasan Hutan

0 154

DERAKPOST.COM – Evaluasi secara besar yang sempena 100 Hari Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), itu melaporkan telah menertibkan sebanyak 537 badan hukum perusahaan sawit telah memilik Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan tanpa sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dengan luasan 2,5 juta hektare lahan.

Dikutip dari sawitnews.co. Hal itu dipapar Menteri ATR/BPN Nusron Wahid di Komisi II DPR. Dia mengatakan, tindakan perusahaan yang terus beroperasi tanpa izin mencerminkan ketidakpatuhan terhadap peraturan.

“Sanksi utama yang akan diterapkan adalah denda pajak, dengan besaran yang saat ini sedang dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Saat ini, Kementerian ATR/BPN sedang menertibkan dan mengevaluasi, menahan dulu sementara proses pengajuan pendaftaran maupun penerbitan HGU-nya,” ujarnya.

Menurutnya, penertiban dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang telah ada sebelumnya, yakni Keputusan Mahkamah Konstitusi tanggal 27 Oktober 2016 terkait Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 41.

“Itu yang kami bahas, bukan berarti setelah mereka membayar denda otomatis mendapatkan HGU. Keputusan final nanti tergantung itikad baik dan sikap pemerintah,” terang Nusron Wahid.

“Jadi sebelumnya yang boleh menanam kelapa sawit itu harus punya IUP atau punya HGU, sekarang dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi itu adalah punya IUP dan juga punya HGU,” tambah Nusron.

Lebih lanjut, Nusron Wahid juga menyebut adanya sertifikat hak guna usaha (SHGU) yang diterbitkan di atas lahan hutan. Kementerian ATR/BPN telah bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan untuk mencegah tumpang tindih sertifikat.

“Ada perusahaan yang sudah memiliki sertifikat dalam bentuk SHM atau SHGU, tetapi dalam perjalanannya, lahan tersebut tiba-tiba masuk ke dalam kawasan hutan. Sebaliknya, ada juga lahan yang awalnya dipetakan sebagai kawasan hutan, tetapi petugas kami menerbitkan sertifikat di atasnya,” ujar Nusron.

Meski demikian, politikus Partai Golkar itu tak menjelaskan jumlah SHGU yang berada di atas lahan hutan. Ia juga tidak beberkan secara rinci perusahaan mana saja yang memiliki lahan tersebut.

Namun, Nusron menegaskan pemerintah telah menemukan solusi atas permasalahan ini melalui kesepakatan antara Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kehutanan.

“Jika suatu lahan telah ditetapkan sebagai kawasan hutan sebelum SHGU atau SHM diterbitkan, maka hutannya akan dipertahankan, dan ATR/BPN berkewajiban membatalkan sertifikat tersebut. Sebaliknya, jika sertifikat HGU, HGB, atau hak milik telah diterbitkan lebih dulu sebelum kawasan itu dipetakan sebagai hutan, maka Kementerian Kehutanan wajib menghapus status hutan dari peta,” tegas Nusron Wahid lagi. (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.