Sengketa Lahan, Warga Desa Sekijang Kampar Surati Presiden

0 225

MP, KAMPAR – Puluhan warga Desa Sekijang, Tapung Hilir, Kampar diwakili Udin, menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) memohon turun tangan membantu warga setempat menyelesaikan sengketa lahan yang berlarut larut.

Sebelumnya, mereka sudah melaporkan persoalan ini ke Kapolri, Kapolda Riau hingga Kapolres Kampar. Tapi keadilan belum juga datang, berpihak kepada warga tempatan.

Hal ini disampaikan Udin di kantor Advokat Freddy Simanjuntak, Jumat (3/9/2021). Dijelaskan Udin bahwa kebun sawit tersebut adalah hasil jerih payah warga dan menjadi penopang hidup masyarakat dan keluarganya.

“Saya sampaikan pesan warga ini, dari hati yang paling dalam masyarakat memohon perlindungan hukum dari Bapak Kapolda Riau. Jangan tunggu kampung kami berdarah-darah baru bertindak, sesabar apa pun warga pasti ada batasnya,” tegasnya.

Apalagi saat ini, sekelompok orang dengan semena-mena menguasai dan memanen sawit mereka. Laporan mereka ke Polsek Tapung Hilir dan Polres Kampar, tidak direspon.

Masyarakat tentu saja merasa takut karena mereka diancam akan dibunuh jika menghalangi kelompok tadi menguasai dan memanen buah sawit di kebun mereka.

“Tolong kami Pak Kapolda. Jangan sampai darah tumpah di sini, kebun ini milik kami, sumber nafkah kami, hidup mati kami,” kata Roni, mewakili warga.

Kuasa hukum warga desa, Freddy Simanjuntak menjelaskan, segerombolan orang tersebut sengaja didatangkan oleh kelompok Manumpak Saing untuk menduduki dan menguasai lahan perkebunan warga setempat, yang diklaim miliknya.

Diungkapkan Freddy, sengketa ini berawal dari ulah Kepala Desa Sekijang kecamatan Tapung Hilir Kabupaten Kampar, Tarmizi yang menerbitkan Surat Keterangan pada 17 April 2006 dan menyatakan tanah seluas 200 hektar yang dikuasai Siddik Simbolon sejak tahun 1997 adalah syah milik Manumpak.

Kata Freddy, tanah seluas 200 hektar ini pada tahun 1997 telah diserah terimakan dengan cara ganti rugi oleh 5 orang Datuk dari persukuan Peliang kepada Siddik Simbolon, dan turut mengetahui Pucuk Suku dari Persukuan Peliang, Penghulu Besar serta Kades waktu itu.

“Tiba-tiba Manumpak Saing mengklaim itu tanahnya dan ada surat dikelurkan tahun 2006, Kades Tarmizi ikut tanda tangan. Tapi anehnya, pada tahun 2007 Kades Tarmizi juga ikut menandatangani SKGR atas nama masyarakat, ini kan lucu,” ungkapnya.

Sementara sawit yang sudah berusia 24 tahun, tiba-tiba diklaim juga milik Manumpak yang baru punya surat tahun 2006.

“Masyarakat sudah melapor ke Polsek setempat bahkan ke Polres Kampar, tapi tak ada hasil, membuat masyarakat kehilangan kepercayaan sehingga mengadu kepada kami dan minta kasus ini ditangannya Polda Riau,” kata Freddy.

Sebagai penasehat hukum melihat tidak ada keadilan untuk kliennya, Freddy akhurnya melayangkan surat ke Presiden, Komnas HAM, Komisi III DPR RI, Kapolri, Divisi Propan Mabes Polri dan Irwasum Mabes Polri untuk minta keadilan bagi warga Desa Sekijang.

Menurut Freddy, pihaknya mengirim surat ke Presiden karena sudah ada dua laporan warga ke Polsek Tapung, mulai dari kasus perampasan lahan kebun hingga kasus pencurian buah sawit, dan yang terakhir ke Mapolres Kampar, tapi tidak juga ditindak lanjuti. .* (DW Baswir)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.