Waduh….. Kades Kapau Jaya Diduga Jual Sertifikat Reforma Agraria ke Mafia Tanah, Lahan Hutan Jadi Komoditas Gelap
DERAKPOST.COM – Akhirnya terungkap hal permainan oknum Kepala Desa (Kades) di sejumlah daerah. Seperti hal terjadi daerah Desa Kapau Jaya, Kecamatan Siak Hulu di Kabupaten Kampar. Dengan halnya jumlah penduduk 3.995 jiwa. Dikabarkan ini Kades Lisa Nur, juga diduga terlibat dalam praktik jual beli sertifikat TORA.
Dimana lahan seluas 100,98 hektar berada di desa ini dijual kepada oknum salah satu pengusaha keturunan Tionghoa, yang asal Medan Surianto Widjaja lebih akrab disapa Ayau. Diketahui juga pengusaha ini, masih
memiliki kaitanya dengan jaringan lama PT Ayau tersebut. Disebut-sebut bahwa Kades Lisa Nur, diduga terlibat.
Artinya, progam TORA ini tercoreng akibat ulah Kades Kapau Jaya tersebut. Diketahui oknum kades diduga terlibat dalam praktik jual beli sertifikat TORA yaitu seluas 100,98 hektar. Padahal, TORA sejatinya dirancang tujuan mensejahterakan masyarakat desa yang tidak memiliki lahan garapan. Tetapi, ternyata ini pelanggaran.
Diketahui, lahan tersebut berada di dalam hutan produksi justru dijadikan komoditas oleh segelintir elit desa. Kasus terbongkar setelah Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) melakukan penyitaan lahan eks PT Ayau seluas 1.446,43 hektar. Lahan itu kini telah di KSO kan oleh pihak BUMN Agrinas kepada Kelompok Tani Kapau Jaya Sukses Lestari.
Namun, penyidikan menemukan adanya dugaan manipulasi data. Untuk mengelabui pemerintah, pihak Ayau diduga sengaja mengajukan nama-nama karyawan mereka sebagai penerima program sertifikasi TORA. Skema ini membuat seolah-olah program berjalan sesuai aturan, padahal faktanya lahan dikuasai oleh jaringan korporasi dengan memanfaatkan identitas palsu.
Jika benar terbukti, tindakan Kades Kapau Jaya beserta jaringan mafia tanah tersebut dapat dijerat dengan berbagai regulasi hukum, di antaranya:
Pasal 2 dan 3 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 4–20 tahun, serta denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal 94 dan 95 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mengatur pidana penjara 5–10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar bagi pihak yang menguasai kawasan hutan tanpa izin.
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, yang melarang pengalihan hak atas tanah dari program pemerintah kepada pihak lain tanpa izin.
Skandal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah program reforma agraria benar-benar berpihak pada rakyat kecil, atau justru menjadi celah empuk bagi mafia tanah untuk merampas hak masyarakat sekaligus merusak kawasan hutan negara?
Publik kini menanti langkah tegas pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dan Kementerian ATR/BPN dalam membongkar tuntas praktik busuk yang merugikan rakyat serta merusak tatanan hukum agraria. (Rilis)