DERAKPOST.COM – Ditengah hal derasnya pemberitaan pemanggilan sejumlah saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energy (IAE), ada satu nama mencuat dan menjadi sorotan adalah Muhammad Fanshurullah Asa.
Sejumlah media menurunkan laporan bahwa KPK memanggil mantan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) itu sebagai saksi. Informasi itu disampaikan langsung oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. “Ia itu, akan dimintai keterangan terkait kerja sama PGN dan IAE,” kata Budi, sebagaimana hal dikutip sejumlah media sejak 14 Mei 2025.
Namun, di balik kabar yang menyebar luas itu, muncul keganjilan. Laporan beredar tak memberi konteks penuh mengenai posisi Fanshurullah. Seolah-olah pria ini menjabat Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah bagian dari pusaran korupsi. Padahal, jejak digital itu yang menunjukkan sebaliknya.
“Justru, karena laporan resmi beliau saat menjadi Kepala BPH Migas, KPK juga bisa masuk ke kasus PGN ini,” ungkap Hengki Seprihadi, Sekretaris Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), kepada awak media ini, Ahad (18/5/2025).
Media siber ini menelusuri dokumen yang dimaksud. Surat itu dikirimkan oleh BPH Migas kepada Dirjen Migas, mengurai sejumlah kejanggalan dalam kontrak jual beli gas antara PGN dan IAE.
Berdasarkan dokumen tersebut, Dirjen Migas mengeluarkan teguran resmi kepada kedua perusahaan. Sumber Riau Satu di lingkung Kementerian ESDM membenarkan bahwa surat tersebut juga menjadi rujukan awal bagi penyelidikan KPK.
“Kasus ini terbuka karena laporannya dari internal pemerintah. Anehnya, malah nama pelapor justru diseret tanpa penjelasan memadai,” ujar sumber internal ini enggan disebut namanya. Ironi ini tak berhenti di situ. Fanshurullah juga pernah bersurat langsung ke KPK soal proyek digitalisasi SPBU.
Laporan itupun, kemudian berujung pada penyelidikan kini menetapkan beberapa tersangka. Namun, seperti ulangan cerita yang sama, namanya kembali dicatut dalam pusaran tuduhan.
Menurut Hengki, yang disayangkan bukan hanya ketidaktelitian media, tapi ada juga kinerja Humas KPK dianggap membiarkan hal informasi setengah matang beredar ke publik. “Dunia pers dan lembaga penegak hukum semestinya melindungi integritas, bukan malah mencoreng orang yang justru membantu buka tabir korupsi,” katanya.
Dalam catatan Riau Satu, mantan Kepala BPH Migas itu dikenal aktif mengungkap anomali kebijakan energi, termasuk dalam proyek infrastruktur gas. Dia itu bukan tipe pejabat diam-diam. Banyak suratnya bisa ditelusuri, dan semuanya terang. (Dairul)