TPP ASN Pemprov Riau Membengkak di APBD 2025, Fitra Pertanyakan Prioritas Pembangunan Daerah

0 154

DERAKPOST.COM – Diketahui alokasi pada belanja pegawai dalam APBD Provinsi Riau tahun 2025 mencapai angka Rp2,96 triliun atau sekitar 30,5 persen dari total belanja daerah yang sebesar Rp9,69 triliun. Terkait hal demikian menjadi sorotan pihak Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau.

Hal itu sebagaimana disampaikan Tarmidzi selaku Koordinator FITRA Riau ini didalam keterangan pers. Ia menyebut FITRA Riau menyoroti alokasi belanja pegawai dalam APBD Provinsi Riau tahun 2025 mencapai Rp2,96 triliun atau sekitar 30,5 persen dari total belanja daerah sebesar Rp9,69 triliun.
“Angka ini telah melampaui ambang batas mandatory spending belanja pegawai yang ditetapkan maksimal 30 persen,” ujarnya.

Dikatakan dia, bahwa proporsi inipun telah menunjukkan bahwasa ruang fiskal untuk belanja publik yang tentunya itu langsung menyentuh masyarakat menjadi semakin terbatas. Sebab belanja pegawai itu terus menekan porsi APBD, sehingga itu dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara belanja aparatur dengan halnya kebutuhan pembangunan daerah ini.

Secara rinci, belanja pegawai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tahun 2025 terdiri dari gaji dan tunjangan ASN sebesar Rp1,45 triliun atau 49,3 persen, sementara tambahan penghasilan pegawai (TPP) mencapai Rp1,43 triliun atau 48,4 persen. Selain itu, belanja gaji dan tunjangan DPRD sebesar Rp58,52 miliar atau 2 persen, serta gaji, tunjangan kepala daerah dan pimpinan DPRD sebesar Rp8,71 miliar atau 0,3 persen.

Menurut Tarmidzi, besarnya hal porsi TPP itu yang hampir setara dengan gaji pokok menimbulkan pertanyaan serius. “Padahal, secara prinsip TPP seharusnya merupakan insentif berbasis kinerja yang diberi untuk mendorong efektivitas birokrasi, bukan jadi komponen rutin setara gaji. Ketika TPP itu porsinya setara dengan gaji pokok, maka muncul pertanyaan apakah mekanisme pemberian TPP benar-benar berlandaskan prestasi kerja, atau sekadar menjadi ‘gaji kedua’ yang sifatnya otomatis,” tegasnya.

Dia mengingatkan bahwa kebijakan TPP diatur melalui Peraturan Gubernur Riau No. 59 Tahun 2021 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai ASN, menekankan indikator objektif seperti beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, serta kinerja. Secara normatif, ujar dia, aturan ini cukup baik yang dikarenakan menekankan prinsip meritokrasi.

Dikesempatan itu Tarmidzi menyampaikan bahwa Fitra Riau memberikan tiga catatan penting. Pertama, Pemerintah Provinsi Riau diminta membuka secara transparan mekanisme pengukuran kinerja ASN sebagai dasar pemberian TPP, sehingga publik dapat menilai efektivitas kebijakan ini.

Kedua, DPRD Riau harus memperketat fungsi pengawasan agar TPP tidak berubah menjadi belanja rutin yang menggerus ruang fiskal pembangunan. Ketiga, pemerintah daerah perlu melakukan audit efektivitas TPP untuk menjawab apakah tambahan penghasilan benar-benar meningkatkan kualitas birokrasi dan pelayanan publik, atau hanya menambah beban anggaran.

“Pada akhirnya, belanja pegawai yang begitu besar, terutama dengan TPP hampir setara gaji pokok, menuntut evaluasi serius. APBD seharusnya tidak semata-mata menjadi instrumen untuk memenuhi kesejahteraan aparatur, tetapi juga memastikan belanja yang berpihak pada masyarakat luas,” pungkas Tarmidzi. (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.