Sikat Mafia dan Peron Tak Berizin, Kejati Riau Diminta Bongkar Dugaan Kejahatan Kehutanan di Kampar:
DERAKPOST.COM – Kejahatan kehutanan mencuat di Provinsi Riau, terutama halnya di Kabupaten Kampar. Setelah ada laporan dugaan keterlibatan mafia dan keberadaan peron kelapa sawit tak berizin di kawasan hutan diungkapkan oleh LSM BAN Riau, ini bahwasa publik, bahkan aktivis lingkungan mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau untuk segera mengusut kasus ini.
Menurut dari laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sejumlah kawasan hutan di Riau, termasuk di Kampar, mengalami kerusakan parah akibat pembalakan liar, pembukaan lahan tanpa izin, dan aktivitas ekonomi ilegal seperti perdagangan kayu dan pengelolaan sawit di kawasan hutan.
Ketua LSM Baladika Adiyaksa Nusantara (BAN), Darbi, menyoroti banyaknya peron kelapa sawit tak berizin yang diduga menerima hasil panen dari kebun di dalam kawasan hutan, termasuk di Dusun 4 Plambayan, Desa Kota Garo, Kecamatan Tapung Hilir.
“Banyak peron sawit berjamuran di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan taman hutan raya (Tahura) di Kampar. Ini menunjukkan tidak seriusnya Pemda Kampar dan aparat penegak hukum (APH) dalam menangani pelaku usaha tak berizin, saat ini kita punya data lengkap seluas +- 600 hektar, digarap oleh kelompok mafia, ujar Darbi dikutip dari MataXpost.com
Darbi menegaskan bahwa keberadaan peron tak berizin di kawasan hutan tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga merugikan pendapatan asli daerah (PAD).
“Peron-peron ini tidak membayar pajak, sehingga mengurangi potensi PAD. Pemerintah tidak boleh hanya bergantung pada dana transfer pusat tanpa berinovasi meningkatkan PAD melalui penertiban usaha ilegal,” tegasnya.
Ia juga meminta pemerintah Kabupaten Kampar segera menindaklanjuti persoalan ini dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku usaha yang melanggar aturan.
Kepres Nomor 5 Tahun 2025 menjadi instrumen penting untuk mengatasi kejahatan kehutanan. Presiden memerintahkan pembentukan satuan tugas khusus yang melibatkan aparat penegak hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta TNI-Polri untuk mengusut jaringan mafia hutan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menegaskan pentingnya transparansi dan tindakan tegas terhadap semua pelaku.
“Kami mendesak Kejati Riau untuk segera membentuk tim khusus guna menangani kasus ini. Aktivitas ilegal di kawasan hutan harus dihentikan, termasuk peron-peron yang menerima hasil panen dari kebun ilegal, kami sudah siapkan berkas disertai bukti awal untuk membuat laporan secara resmi,” kata Darbi.
Berdasarkan laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan, sejumlah kawasan hutan lindung di Riau rusak parah akibat aktivitas ilegal, termasuk penebangan liar, pembukaan lahan tanpa izin, hingga perdagangan kayu ilegal. Investigasi awal mengindikasikan adanya keterlibatan jaringan mafia yang diduga melibatkan pejabat dan oknum aparat.
Masyarakat Riau, aktivis lingkungan, dan warganet turut menyerukan penegakan hukum yang tegas.Tagar seperti #BongkarMafiaHutanRiau dan #TertibkanPeronIlegal ramai di media sosial, mencerminkan keresahan publik terhadap lemahnya pengawasan di sektor kehutanan.
“Jika penegakan hukum tidak dilakukan dengan serius, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan aparat akan terus menurun,” ujar Datuk Aprizal seorang tokoh masyarakat Riau.
Kasus di Kampar menjadi ujian integritas penegak hukum dalam melindungi kekayaan alam Indonesia. Hutan Riau, sebagai bagian dari paru-paru dunia, memiliki peran vital dalam upaya global melawan perubahan iklim.
Penertiban peron ilegal dan tindakan tegas terhadap jaringan mafia diharapkan dapat menjadi langkah nyata dalam menjaga keberlanjutan ekosistem hutan tropis dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah secara berkelanjutan. (Dairul)