DERAKPOST.COM – Menyikapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan, hal gugatan Yayasan Firmar Abadi..Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Mamun Murod ini instruksikan kepada jajaran mengajukan gugatan perlawanan (verzet).
Gugatan perlawanan tersebut berkaitan putusan pengadilan yang secara verstek tentang keberadaan kebun kelapa sawit di kawasan hutan. Upaya hukum, dalam gugatan perlawanan (verzet) dilakukan untuk bisa mempertegas keberadaaan Undang-undang Cipta Kerja itu sebagai panduan hukum dalam penyelesaianya masalah perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan.
Selain itu, sekaligus untuk memastikan posisi kewenangan DLHK di persoalan keberadaan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan. “Saya, meinstruksikan seluruh jajaran untuk bisa mencermati putusan PN Pelalawan, namun segera mengajukan gugatan perlawanan atas putusan verstek tersebut,” kata Mamun Murod.
Sementara itu Sub Koordinator Gakkum DLHK Provinsi Riau Agus Suryoko saat dikonfirmasi mengatakan, dikabulkanya gugatan Yayasan Firmar Abadi secara verstek bisa dinilai sejumlah kalangan berisiko menimbulkan ketidakpastianya hukum pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Karena di UU tegas atur soal keberadaan kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan agar diselesaikan lewat pengenaanya sanksi administrasi berdasarkan asas ultimum remedium.
Ultimum remedium ini adalah istilah dan asas hukum itu yang biasa dipakai serta diartikan sebagai penerapannya sanksi pidana yang merupakan sanksi terakhir (pamungkas) dalam penegakan hukum. Dengan kata lain, suatu perkara dapat diselesaikanya terlebih dahulu melalui jalur lain seperti hal negosiasi, mediasi, perdata, atau juga hukum administrasi, sebelum menempuh jalur pidana.
“Tentu saja kami menghormati putusan majelis hakim PN Pelalawan tersebut. Namun, kami juga memiliki hak untuk melakukan upaya hukum atas putusan itu. Ada beberapa hal dalam amar putusan yang menurut kami kurang tepat. Atas arahan dan instruksi Bapak Kepala Dinas LHK Riau, kami ini segera daftarkan gugatan perlawanan (verzet) atas putusan verstek tersebut,” katanya.
Agus meluruskan soal kabar DLHK Riau sebagai turut tergugat disebut pihaknya kelompok tertentu itu tidak pernah hadir sepanjang persidangan. Padahal, DLHK Riau beberapa kali hadir dan memenuhi panggilan persidangan. Namun lantaran tergugat diklaim pemilik kebun bernama Yonathan Pangaribuan itu, sama sekali tak pernah hadir, persidangan beberapa kali ditunda. Disisi lain, agenda kerja di DLHK sangat padat.
“Sehingga tidak benar jika kami (DLHK) disebut tidak pernah hadir. Justru karena tergugat tidak pernah hadir, sehingga agenda persidangan kerap tertunda,” jelas Agus. Kesempatan itu, Agus juga membantah DLHK Riau yang dituduh melakukan pembiaran serius terhadap pengrusakan hutan dilakukan tergugat. Menurutnya, tuduhan tersebut tidak tepat dan sangat tendensius.
Ia menjelaskan, sejak disahkannya UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, penyelesaian masalah kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan itu dilakukan lewat penjatuhan sanksi administrasi, yakni melalui penetapan denda administrasi dan penghentian sementara kegiatan usaha. Itu tertuang jelas dalam pasal 110A dan pasal 110B Undang-undang Cipta Kerja sebagai revisi dari UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Kesempatan itu Agus mengatakan, hal ini DLHK Riau juga menilai gugatan yang diajukan oleh Yayasan Firmar Abadi tersebut kurang pihak. Soalnya, dalam gugatan yang sudah diputus oleh PN Pelalawan itu, tidak menyertakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai pihak yang digugat atau turut tergugat.
Padahal faktanya, jika merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kementerian tersebut memiliki sejumlah fungsi pokok yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pemantapan kawasan hutan dan lingkungan hidup.
Selain itu, dalam Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2020 disebutkan kalau Kementerian LHK mempunyai tugas selenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan untuk halnya membantu presiden dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan negara. “Dengan berdasarkan aturan tersebut, maka gugatan Yayasan Firmar Abadi tersebut adalah kurang pihak sehingga tidak dapat diterima dan harus dibatalkan,” kata Agus.
Sebelumnya, diketahui DLHK Riau telah menerima pemberitahuan isi putusan dari PN Pelalawan pada 21 Oktober lalu. Isi putusan yakni majelis mengabulkan gugatan seluruhnya dengan verstek. Ini terkait Yayasan Firmar Abadi meggugat Yonathan Pangaribuan hal penguasaan hutan tanpa izin seluas 200 hektare untuk kebun kelapa sawit di Desa Segati, Langgam, Pelalawan pada 10 Juni 2022 lalu. Adapun DLHK Provinsi Riau dijadikan sebagai turut tergugat. **Rul