Sidang Perdana Korupsi Pemko Pekanbaru Rp8,9 Miliar dan Eks Pj Walikota Risnandar Didakwa Terima Rp2,9 Miliar

0 125

DERAKPOST.COM – Terdakwa Risnandar CSs duduk di kursi pesakitan, mengikuti sidang perdana kasus korupsi dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU KPK di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Hal itu pada sidang perdana kasus dugaan korupsi pemotongan anggaran rutin Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru senilai total Rp8,9 miliar digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Selasa (29/4/2025).

Sidang tersebut menghadirkan tiga terdakwa utama: eks Pj Walikota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, eks Sekda Indra Pomi Nasution, dan eks Plt Kabag Umum Setdako Novin Karmila.

Dalam agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Meyer Volmar Simanjuntak, terungkap rincian dugaan korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh ketiga terdakwa.

JPU KPK menjelaskan bahwa Risnandar Mahiwa didakwa melakukan pemotongan dan menerima uang secara tidak sah dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) yang bersumber dari APBD/APBD Perubahan (APBD-P) Kota Pekanbaru Tahun Anggaran 2024.

“Total uang yang diduga dipotong dan diterima mencapai Rp8.959.095.000,” ungkap Meyer dalam pembacaan dakwaan.

Lebih lanjut, Meyer merinci aliran dana haram tersebut, di mana Risnandar Mahiwa diduga menerima Rp2,9 miliar lebih, Indra Pomi Nasution menerima Rp2,4 miliar lebih, dan Novin Karmila menerima Rp2 miliar lebih.

Selain itu, ajudan Risnandar, Nugroho Dwi Putranto alias Untung, juga disebut menerima aliran dana korupsi senilai Rp1,6 miliar.

JPU KPK memaparkan modus operandi yang diduga dilakukan para terdakwa dalam rentang waktu Mei hingga Desember 2024.

Saat Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru mencairkan GU sebesar Rp26,5 miliar lebih dan TU sebesar Rp11,2 miliar lebih, Novin Karmila melaporkannya kepada Risnandar Mahiwa.

Risnandar kemudian meminta Indra Pomi Nasution menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), bahkan meminta prioritas pencairan dana Sekretariat Daerah kepada Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD.

Setelah dana cair, Novin Karmila mengarahkan bendahara pengeluaran pembantu untuk melakukan pemotongan dan menyerahkan uang tersebut kepada dirinya, yang kemudian didistribusikan kepada para terdakwa dan ajudan.

Penerimaan uang haram tersebut terjadi dalam beberapa kali transaksi, baik tunai maupun transfer, termasuk pembayaran jahit baju istri Risnandar sebesar Rp158,4 juta yang bersumber dari dana GU dan TU.

Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Fadly)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.