DERAKPOST.COM – Barang milik daerah Pemko Pekanbaru berupa aset Wisata Pasar Bawah menjadi perbincangan para pelaku pasar, tidak terkecuali dari Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPSI) serta anggota DPRD kota Pekanbaru. Karena dikabar ada indikasi rampok hasil aset itu oleh aktor. Siapa mereka ???
Berdasar informasi berhasil dihimpun awak media ini dari berbagai sumber, dapat disampaikan adanya dugaan penyimpangan atau pelanggaran aturan dalam halnya pengelolaan barang milik daerah dengan format kerjasama pihak lain (KSP), khsusnya terkait aset wisata pasar bawah kota Pekanbaru. Adapun sejumlah informasi diperoleh antara lain menyebutkan, adanya audit Inspektorat yang belum ditindak lanjuti pengelola, namun disisi lain, tender telah berjalan.
Akibatnya ada bentuk kerjasama yang di duga ilegal, antara Pemko Pekanbaru dengan PT Ali Akbar Sejahtera karena tidak sesuai regulasi, ini sebagaimana diatur dalam Permendagri No 19 tahun 2016. Selain itu ada proses tender, dan penghitungan besaran kontribusi, bagi hasil, atau perbuatan lainya, yang di lakukan oleh pengguna barang tanpa ada berita acara Serah Terima Barang (BAS) dari pihak lain merupa penyewa sebelumnya kepada pemko Pekanbaru.
“Hal ini semuakan menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan regulasi yang terkait aturan pengelolaan barang milik daerah, mohon di selesaikan dulu lah semuanya berdasarkan aturan, ini kan menyangkut barang milik daerah, bukan milik pribadi, jadi pengelola sebelumnya bertanggung jawab juga secara hukum, dan menjelaskan secara transparan ke publik, sehingga menjadi clear,” sebut Doni, selaku wakil bidang hukum APPSI Pekanbaru.
Menurut Doni, juga merupakan anggota DPRD Pekanbaru, terkait proses tender yang sudah dilakukan tersebut, hal ini perlu tender ulang. Karena terindikasi ada permainan, dengan pihak indikator, pemenang tendernya itu-itu aja. Yakni anggarannya Rp80 miliaran, sedangkan PT Dalena masih punya hutang kepada pemerintah, kabarnya ada ratusan juta belum disetor, dan hasil temuan BPK.
“Seharusnya ini yang selesaikan dulu ke pedagang segala urusan, yakni terkait keluhan pemilik kios, mereka itu sudah lama menyewa kios tersebut, tiba-tiba sudah dijual ke pihak lain dengan tanpa pemberitahuan. Kemudian kontrak yang seharusnya habis tahun 2023, tiba-tiba dirubah pengelola menjadi tahun 2022 secara sepihak oleh pihak pengelola PT Dalena, ini bagaimana?,” tanya Doni.
Indikasi penyimpangan lainnya menurut Doni adalah PT Dalena Dan PT Ali akbar, dari hasil tender terbaru, sama-sama di pimpin direktur yang sama. Itu sehingga sangat kuat aroma perbuatan melawan hukum, sehingga perlu dilakukan proses lebih transparan dan lebih meutamakan prinsip taat terhadap aturan. Maka hal itu harus di audit BPK terlebih dahulu, baru bisa di tenderkan. Lahan parkir pun telah berubah menjadi lapak, Mushola menjadi kios, belum lagi perawatan dan pemeliharaan aset pasar wisata itu tidak terpelihara dengan baik. Kemana semua anggaran itu?
Dikutip dari Aktualdetik.com. Hingga kini, Pj Walikota Pekanbaru, Muflihun, masih menunda tandatangani kontrak perjanjian dengan pemenang tender, hal itu menurut Doni juga adalah akibat diketahui ini indikasi pelanggaran regulasi yang sejak pengelolaan, hingga proses berakhirnya kontrak kerjasama dan proses tender yang telah dilakukan belakangan ini.
“Kalau ada dari seorang anggota DPRD Pekanbaru yang mengatakan bahwasa tidak ada masalah diantara pedagang pasar bawah, hal itupun tidak mungkin. Buktinya Pj Walikota hingga disaat ini belum dilakukanya penandatanganan perjanjian kerjasama dengan pemenang tender, serta kami juga pantau. Banyak orang yang datang kepada Pak Pj, untuk minta pertimbangan dan minta ditunda penandatanganan, karena diduga sarat pelanggaran,” lanjut Doni.
Masalah lainya, yang dapat diketahui katanya, adalah, diduga ada pungutan uang toko/lapak dari pihak warga, oleh OPD/penggunanya barang pada status sebelum kembali disewakan pada pihak lain setelah berakhirnya kerjasama yang sebelumnya, sejak 17 Mei 2022 sampai saat ini. Sehingga, yang memunculkan pertanyaan, siapa lakukan pengelolaan pasar? dan siapa melakukan pungutan uang toko, kepada siapa disetor setiap pungutan, lalu ada pungutan itu diduga ilegal dari Disperindag bersama-sama dengan pihak PT Dalena dengan nama pungutan, servis charge.
Berdasarkan hasil penelusuran didapat informasi dalam hal pengelolaan serta proses pengakhiran dan penetapan dari pihak lain dalam KSP terbaru ini diduga ada aturan dilanggar pengelola barang milik daerah dan pengguna barang milik daerah. Antara lain melanggar UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, PP Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas PP No 27 tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik daerah, Permendagri nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan barang milik daerah, Permenkeu Nomo 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang milik Negara. **Rul/Rls