DERAKPOST.COM – Masalah sengketa lahan perusahaan dengan masyarakat sudah sangat meresahkan. Seperti hal yang terjadi diantara masyarakat Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Meranti itu, dengan perusahan PT Sumatera Riang Lestari yang bagian dari RAPP Group.
Terkait polemik antara masyarakat dan perusahaan dari sektor Hutan Tanaman industri (HTI) ini, maka dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti menyikapi dengan menggelar pertemuan tujuanya membahas konflik lahan itu, hari Jumat (11/8/2023). Namun, pihak manajemen PT Sumatera Riang Lestari yang dituduh menyerobot lahan warga ini tak hadir.
Diketahui, rapat dipimpin oleh Asisten I Bidang Pemerintah Irmansyah, dihadiri ini Kabag Ops Polres Meranti Kompol Yudi Setiawan, Plt Camat Rangsang Pesisir Safrizal Ahmadi, Kepala Desa Tanjung Kedabu, Ketua L2MR, Jefrizal, dan beberapa perwakilan masyarakat yang terdiri dari kelompok tani.
Kesempatan itu, Irmansyah menyebut bahwa manajemen PT Sumatera Riang Lestari tidak dapat hadir dan meminta hal pengunduran waktu rapat. Menurut mereka (SRL), bahwasa undangan rapat terkesan mendadak dan sehingga tidak hadir. Mereka minta dijadwalkan ulang. “Maka pertemuan itu akan dijadwalkan setelah 17 Agustus,” katanya.
Dikesempatan itu Irmansyah meminta kepada pihak desa serta kelompok tani masyarakat untuk bisa mempersiapkan segala dokumen bukti kepemilikan dan pengelolaan lahan. Artinya ini disiapkan berikut dokumen kepemilikan tanaman dan kepala desa tolong ini diinventarisir sehingga ini jadi dasar menyurati KLHK untuk meninjau ulang izin pemanfaatan hutan telah diberi pada perusahaan dan ditembuskan kepada gubernur.
Irmansyah menerangkan, pemerintah juga akan menyurati manajemen PT Sumatera Riang Lestari agar hentikan operasional penambahan areal sampai ada surat dari pihak Kementerian LHK. Dia mengingatkan agar pimpinan dari perusahaan hadir dalam rapat susulan.
“Segera kita surati pihak perusahaan untuk mehentikan sementara aktifitas mereka sampai ada kejelasan dari Kementerian LHK,” tuturnya.
Sementara itu Kepala Desa Tanjung Kedabu, Miswan mengatakan bahwa permasalahan sengketa lahan antara perusahaan dengan masyarakat sudah sangat meresahkan. “Persoalan lahan yang diserobot oleh pihak perusahaan ini sudah menjadi masalah serius. Jika ini dibiarkan maka yang kami khawatir masyarakat akan bisa menjadi anarkis, yang dikarena pihak perusahaan sudah melampaui batas. Lahan tidur itu sudah hancur, dan kebun masyarakat yang telah turun temurun pun dibabat habis,” kata Miswan.
Dikesempatan itu, Miswan menyebut kondisi desanya juga termasuk dalam kategori miskin ekstrem. Dimana akan pendapatan masyarakat hanya terfokus pada dari hasil perkebunan. Sementara lahan perkebunan warga malah dibabat habis oleh perusahaan HTI tersebut. Ia menjelaskan, luas areal konsesi PT SRL mencapai 18.890 hektare. Tersebar di tujuh desan yang paling luas berada di Tanjung Kedabu. Hampir 60 persen ini wilayah desa dikuasai perusahaan.
Sementara itu, perwakilan masyarakat bernama Ramli, juga mempertanyakan kebijakan dari pemerintah ketika para petani mendapatkan perlakuanya tidak baik terhadap lahannya oleh pihaknya perusahaan. “Kondisi hari ini alat berat sudah merambah dan serta mendekati pemukiman masyarakat, hanya tinggal 200 meter saja. Perusahaan HTI itupun merajalela. Kami merana, pemerintah ada dimana?,” tanya Ramli.
Ia menyesalkan sikap perusahaan yang tidak hadir memenuhi undangan rapat Pemkab Meranti. Kata Ramli, pihaknya tidak tahu apa maksud dari perusahaan tidak hadir dalam hal rapat ini. Ada apa dibalik semua ini? Mengundurkan waktu rapat, sementara lahan itu terus digarap oleh perusahaan. Intinya jikalau ini tidak ditanggapi, maka ini tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.
Sebelumnya, juga diketahui ada sebuah video viral yang beredar di media sosial Facebook berisi akan pengakuan tanah digarap oleh perusahaan konsesi HTI di Pulau Rangsang. Warga di dalam video itupun mengaku petani di Desa Tanjung Kedabu yang memprotes akan tindakan perusahaan PT Sumatera Riang Lestari mengerahkan alat beratnya itu diduga merusak lahan warga.
Diketahui, bahwasa PT Sumatera Riang Lestari merupa salah satu perusahaan pemasok bahan baku kayu ke PT RAPP. Dalam video itu, tampak 3 unit alat berat jenis eskavator yang tenggelam di lahan gambut, disebab itu tidak kuat menahan beban. Dan alat berat tersebut sedang bekerja melakukan pembersihan lahan.
“Kami ini seperti dijajah, dan kebun kami sudah habis digarap PT Sumatera Riang Lestari, bahkan sampai ke pemukiman masyarakat. Apalagi sekarang kita mau memperingati 17 Agustus, sementara kami belum merdeka, yang dijajah oleh bangsa sendiri. Kami nemohon kepada pemerintah terkait, dan mohon bantulah kami masyarakat Desa Tanjung Kedabu. Sudah menderita betul kami Pak,” kata seorang pria di dalam video itu.
Diduga kalau PT Sumatera Riang Lestari yang sedang melakukan land clearing terhadap lahan berupa kebun tersebut. Namun masyarakat seperti tidak bisa berbuat apa-apa. Dikarena, ketika alat berat beroperasi, ada sejumlah orang pihak keamanan bersenjata lengkap.
Selanjutnya pria dalam video menyebut masyarakat desa inginkan pemerintah daerah hadir untuk menanggapi keluhan mereka.
Dia menyebut, kalau pihak perusahaan merampas kebun masyarakat tanpa ada hal perundingan dilakukan sebelumnya. “Semua tanaman dan kebun kami habis ini digarap tanpa ada negosisasi. Tanpa ada perundingan. Nampak perusahaan ini seperti komunis, seperti Jepang dan Belanda zaman dahulu. Kami berharap pemerintah tolong ini ditanggapi cepat jangan sampai kami masyarakat Desa Rang Tanjung Kedabu bisa mengambil tindakan sendiri,” katanya.
Sementara itu Humas PT SRL, Ragil F Samosir dikonfirmasi mengklaim izin PT Sumatera Riang Lestari Blok V tepatnya di Pulau Rangsang itu berdasarkan SK. 208/Menhut-II/2007 tertanggal 25 Mei 2007 dengan luas lahan konsesi 18.890 Hektare. Ragil juga menyebut akan aksi demo yang dilakukan oleh masyarakat adalah sesuatu diperboleh. Sementara akan keberadaan petugas keamanan di lapangan adalah menjaga aset negara.
“Demo itu, adalah bentuk aspirasi yang perbolehkan di negara kita sepanjang mengurus izin dan ini mengikuti aturan. Kami ini tidak melarang atau menyuruh untuk itu. Keberadaan Brimob itu untuk hanya menjaga keamanan, konsesi PT Sumatera Riang Lestari yang statusnya hutan, dan hutan adalah merupa aset negara. Jadi wajar jikalau perusahaan mengurus izin aparat Polri untuk bisa menjaga keamanan dan ketertiban,” ungkapnya. **Fir/Rul