DERAKPOST.COM – Pilkada Riau ini sudah rampung beberapa waktu lalu. Terpilihnya pasangan Abdul Wahid – SF Haryanto jadi pemimpin di Pemprov Riau, sudah dilantik tanggal 20 Februari 2025 lalu, itu bersama 481 kepala daerah dari berbagai wilayah di Indonesia.
Ekspektasi dan harapan masyarakat Riau ini membuncah kepada pasangan terpilih tersebut. Gubri dan Wagubri dari latar belakang berbeda ini. Abdul Wahid dikenal sebagai politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memulai karir dari bawah. Sedangkan SF Haryanto dikenal sebagi birokrat andal berlatar belakang sebagai teknokrat.
Gegap gempita dan euforia masyarakat Riau tercipta pada saat pelantikan dan awal pemerintahan Wahid-SF Haryanto. Harapan terwujudnya Riau Bermarwah sebagaimana jargon kampanye pasangan ini seakan dapat terealisasi dalam pemerintahan kedua pasangan ini. Harapan Riau yang maju dan ekonomi rakyat yang meningkat yang sudah lama dirindukan.
Pasca Gubri Rusli Zainal, seakan tidak nampak geliat pembangunan di Riau seperti harapan masyarakat banyak . Dan seratus hari pemeritahan Wahid-SF Haryanto akan menjadi barometer awal bagi sebagian masyarakat Riau untuk meneropong apakah harapan yang dibebankan pada pasangan Gubri dan Wagubri ini akan terealisasi.
Direktur Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR) Armilis Ramaini SH MH menilai bahwa harapan masyarakat Riau yang merindukan Riau Bermarwah pada 100 hari pemerintahan Wahid-SF Haryanto mulai memudar. Euforia dan gegap gempita menyambut pemimpin baru yang akan memajukan Riau seperti jauh panggang dari api.
Menurut Armilis yang juga pengacara senior ini, ada beberapa catatan penting yang perlu dievaluasi dalam 100 hari pemerintahan Wahid-SF Haryanto.
Dalam 100 hari pemerintahannya belum nampak program nyata dalam kebijakan Wahid-SF untuk membangun Riau dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Wahid sebagai Gubri nampak seperti kebingungan untuk memulai dari mana menuntaskan permasalahan yang ada.
Curhatan disampaikan Wahid bahwa Riau pada tahun 2025 ini yang tidak dapat melaksanakan pembangunan akibat devisit dan tunda bayar senilai 3.5 triliun memantik reaksi publik. “Publik dibuat kaget dan terperangah ketika Gubri mengumbar bahwa Riau mengalami defisit anggaran dan tunda bayar sebesar 3.5 T sehingga tidak ada dana untuk membangun,” kata Armilis.
Permasalahan semakin rumit ketika SF Haryanto yang menjabat sebagai Sekda dan Gubri sebelumnya memberikan komentar berbeda dengan Wahid. SF Haryanto mengatakan bahwa defisit APBD Riau hanya sekitar 135 milar saja sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Polemik dan perbedaan komentar dari dua pemimpin Riau membuat gaduh dan masyarakat bingung, mana pernyataan dua pemimpin Riau ini yang benar.
Bukannya semakin kompak, perbedaan dua pemimin Riau ini justru semakin memuncak. Bahkan pada acara resmi pemerintahan, SF Haryanto tidak nampak mendampingi Wahid. “Wahid sebagai Gubri sudah malah sibuk berkoordinasi dengan semua Bupati dan walikota untuk mencari solusi defisit dan tunda bayar tanpa melibatkan SF Haryanto. Bahkan berkonvoi bersama para Bupati dan walikota untuk menemui kementerian terkait agar dapat memprioritaskan program kementerian untuk Provinsi Riau,” ujarnya.
Armilis meminta agar Gubri mehilangkan gaya politik populis dan pencitraan dengan melakukan show force dan kunjungan keberbagai kabupaten/kota. Tetapi hendaknya lebih fokus membenahi pemerintahan dengan fokus kepada program dan kegiatan dan tentu saja harus melibatkan Wagubri. Artinya, buanglah jauh-jauh politik pencitraan dan fokus saja pada kegiatan dan program pemerintahan sesuai dengan visi dan misi pada waktu Pilkada lalu.
Armilis juga meminta agar Wahid jangan sampai membawa para kepala OPD dan pegawai ke ranah politik. Seperti tekanan dan stigma bahwa si loyalis Syamsuar yang berakibat mundurnya beberapa kepala OPD. “Para PNS itu loyal pada pimpinannya dan ketika Wahid jadi Gubri maka para PNS akan loyal kepada Wahid. Jangan ada lagi dikotomi tentang loyalitas para PNS,” ujarnya.
Armilis juga mencermati retak hubungan antara Wahid dan SF Haryanto menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah publik. Armilis meminta agar kedua pemimpin Riau ini membuang egonya masing-masing dan fokus membangun Riau. Jangan gara-gara mempertahankan egonya masing-masing Gubri dan Wagubri tidak akur. Yang akan menjadi korban itu masyarakat Riau karena pembangunan tidak akan berjalan maksimal kalau Gubri dan Wagubri tidak kompak.
Armilis menegaskan bahwa law enforcement atau penegakan hukum secara tegas dan tanpa pandang bulu menjadi syarat mutlak dalam membangun Riau ke depan. Pengelolaan keuangan secara serampangan dan ugal-ugalan, tata kelola keuangan yang buruk, budaya korupsi yang merajalela seperti kasus SPPD fikitf DPRD Riau 165 M, korupsi pembangunan fly over Arengka, defisit dan tunda bayar 3.5 T tidak akan terjadi apabila law enforcement dijalankan secara tegas dan konsisten.
“Budaya korupsi dan perilaku hedonis para pejabat Riau telah menyebabkan kerugian dan kehilangan APBD yang besar. Selama penegakan hukum tidak dilakukan secara tegas dan konsisten maka sulit untuk melihat Riau akan maju ditengah semakin kecilnya porsi APBD Riau. Wahid adalah gubernur yang tidak punya beban masa lalu. Setiap penyalahgunaan APBD Riau harus diproses hukum sehingga timbulkan efek jera bagi pelaku korupsi. Dana APBD dapat diguanakn seutuhnya membangun Riau ke depannya,” ujarnya. (Dairul)