DERAKPOST.COM – Dikabarkan, sekarang ini PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang diduga membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) di kawasan lindung gambut seluas 23.700 hektare di Provinsi Riau. Hal itu seyogyanya pemerintah menindaknya.
Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri, SH, MSi, mendesak kepada pemerintah melalui pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menindak tegas PT RAPP yang diduga sudah membangun HTI di kawasan lindung gambut itu seluas 23.700 hektare di Provinsi Riau. Perbuatan tersebut jelas pelanggaran hukum.
“Pembangunan HTI itu di kawasan lindung gambut merupakan perbuatan melanggar hukum, yang dikarena merusak tata kelola air, ekosistem. Ini menyebabkan punahnya flora-fauna, serta memperparah perubahan iklim,” ujar Edi Basri, kepada wartawan saat dikonfirmasi, hari Ahad (11/5/2025).
Katanya, Riau ini sebagai provinsi dengan kawasan gambut terluas di Indonesia, yakni mencapai 5,3 juta hektare atau 62 persen dari luas daratan, memiliki fungsi ekologis strategis. Gambut berperan sebagai penyimpan karbon, pengatur siklus air, serta rumah bagi keanekaragaman hayati.
“Biaya restorasi gambut sangat besar. Karena itu, segala aktivitas yang merusak kawasan ini harus dihentikan. PT RAPP harus dihentikan operasinya di kawasan gambut,” tegasnya. Politisi Gerindra inipun mendesak KLHK untuk mencabut izin dan menempuh jalur hukum pidana lingkungan jika terbukti ada kesengajaan dan kelalaian dalam pengelolaan.
Edi Basri menyebutkan, aktivitas HTI oleh PT RAPP melanggar sejumlah ketentuan perundang-undangan, antara lain: Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2014 jo. PP No. 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, khususnya Pasal 23 ayat (2) dan (3); Surat Edaran Menteri LHK No. S-494/MenLHK-PHPL/2015; Instruksi Menteri LHK dan SE Menteri LHK No. 5-601/MenLHK-Setjen/Okum/2015; serta Perda Provinsi Riau No. 12 Tahun 2018 tentang RTRW Provinsi Riau Tahun 2018–2038, yang menetapkan lokasi HTI PT RAPP masuk dalam kawasan lindung gambut.
Selain itu, kawasan yang dibangun HTI oleh PT RAPP berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Selempaya, yaitu Sungai Selempaya Kiri dan Kanan. Bahkan saat ini, kasus ini tengah digugat oleh salah satu yayasan ke Pengadilan Negeri Pelalawan.
“PT RAPP harus memenuhi komitmen keberlanjutannya, tidak membangun kanal, tidak membuka lahan baru, dan segera merestorasi lahan gambut di seluruh wilayah konsesinya,” tegas Edi Basri.
Ia menegaskan bahwa jika terbukti, tindakan PT RAPP dapat masuk kategori perusakan lingkungan hidup secara sistematis, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 98, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda hingga Rp10 miliar bagi korporasi yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan secara sengaja. (Dairul)