DERAKPOST.COM – Dugaan korupsi dalam pengelolaanya Pasar Wisata Pasar Bawah semakin menguat. Hal itu, setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau menemukan ada indikasi penyimpangan anggaran. Sesuai laporan keuangan PT DPI dan PT AAS yang juga menunjukkan ada ketidakwajaran dalam penerimaan dan pengeluaran dana, yang mengarah pada dugaan penggelapan aset daerah.
Dugaan ini semakin serius setelah nama mantan Sekda Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, dan Asisten II Setdako Pekanbaru, Ingot Ahmad Hutasuhut, disebut-sebut dalam proses perjanjian kerja sama dan pengawasan proyek revitalisasi Pasar Bawah. Kedua pejabat ini diduga memiliki peran penting dalam persetujuan dan pengelolaan proyek yang kini bermasalah.
Dalam audit yang dilakukan BPK, ditemukan bahwa PT DPI menandatangani perjanjian kerja sama dengan kode DF1200210PA SK-PES/DP Me 2 tanpa melalui prosedur yang sesuai dengan Peraturan Pembentukan Produk Hukum Nomor 120 Tahun 2018. Selain itu, laporan keuangan PT DPI tahun 2022 mencatat penerimaan sebesar Rp1.148.621.168,00 dan pengeluaran Rp1.140.236.219,00, dengan sisa saldo Rp8.387.939,00 yang hingga kini belum disetorkan ke kas daerah.
BPK juga menemukan ketidakwajaran dalam pencatatan anggaran, seperti pengeluaran yang lebih besar dari penerimaan di beberapa bulan tanpa penjelasan yang jelas. Pada Agustus 2022, misalnya, PT DPI mencatat penerimaan sebesar Rp154.389.581,00, namun pengeluaran mencapai Rp157.902.821,00. Selisih tidak dapat dipertanggungjawabkan ini menimbulkan dugaan ada manipulasi laporan keuangan.
Menanggapi tudingan ini, Ingot Ahmad Hutasuhut membantah keterlibatannya dalam dugaan korupsi. Ia menegaskan bahwa keterlambatan revitalisasi Pasar Bawah bukan karena perpanjangan masa pengerjaan, tetapi murni akibat dinamika antara pedagang dan pengelola PT Ali Akbar Sejahtera (AAS). Menurutnya, masa konstruksi dihitung sejak pedagang dikosongkan pada 31 Oktober 2023, sehingga baru dimulai pada 1 November 2023.
Ingot juga mengakui bahwa progres pembangunan Pasar Bawah masih rendah, yakni baru mencapai 12 persen. Namun, ia menyatakan bahwa hal ini lebih disebabkan oleh kendala internal perusahaan, bukan kesalahan pemerintah kota. Meski demikian, ia memastikan bahwa Pemko Pekanbaru akan mengawasi dan menggesa pengelola agar proyek selesai tepat waktu. (Rezha)