DERAKPOST.COM – Diketahui itu baru saja dilantik menjadi Direktur Utama dari BUMD di Provinsi Riau. Tetapi nama dari Ida Yulita Susanti, masih menjadi tersangka di kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru. Hal itu, kembali
kembali berbuat ulah. Yakni memindahkan Kantor SPR Langgak yang dari Jakarta ke Pekanbaru.
“Sekilas, bagi masyarakat tidak mengerti soal itu, pastilah menganggap bahwa Ida Yulita Susanti telah ada melakukan suatu terobosan positif. Padahal masyarakat itu tetap saja menjadi objek Jebakan Betmen olehnya, karena dengan pindahnya Kantor SPR Langgak. Maka, tentu menimbulkan banyak Pengeluaran Uang berbentuk Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yaitu dari Pekanbaru ke Jakarta, dan itu sudah pasti sangat memberatkan anggaran daerah ini,” ujar Larshen.
Karena katanya dengan cost yang semakin bertambah, memicu BUMD tersebut untuk menyusu dan ataupun itu disuntik kembali dana APBD Provinsi Riau maupun itu dari sumber keuangan lainnya. Oleh karena itu, ulasnya, diminta PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) serta SPR Langgak melakukan evaluasi kebijakan itu berupa kajian ulang terhadap Pemindahan kantor dari Jakarta ke Kota Pekanbaru.
Menurut dia, dibutuhkan kajian mendalam terkait dengan rencana pemindahan kantor SPR Langgak ini dari Jakarta ke Pekanbaru tersebut. Artinya, semua itu harusnya yang dilakukan terutama tersebut dengan suatu langkah analisa mendalam. Terutama soal aspek regulasi dan efektivitas kerja. Yakni, agar bisa menjadi pemahaman yang sama, bahwa pemindahanya kantor SPR Langgak harus juga pertimbangkan banyak regulasi aturan berlaku.
“Pemindahan tersebut harus dengan hal dipertimbangkan banyak regulasi aturan berlaku, dan kewajiban mereka sebagai operator minyak Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) dalam hal pengeboran minyak dan secara prinsip urusan mereka justru lebih banyak berhadapan dengan pihak Kementerian daripada pemerintah daerah” kata Larshen Yunus, dengan secara tegas itu menjelaskan.
Aktivis Anti Korupsi juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP KNPI itu menegaskan, bahwa sangat perlu dilakukan suatu analisa kembali terhadap regulasi mewajibkan SPR Langgak itu yang berkantor di Jakarta ataupun di Pekanbaru. Lalu bagaimana hal implikasinya terhadap efisiensi anggaran serta hubungan tenaga kerja. Hal demikian yang harus itu menjadi perhatian serius.
Lebih lanjut mantan Presiden Mahasiswa (Presma) Sosialis Indonesia mengatakan, terkait pentingnya itu konsultasi dengan berbagai pihak. Seperti pihak SKK Migas, Pertamina dan lain-lain guna memastikan pemindahan kantor ini tidak menimbulkan permasalahan yang baru.
“Ada koordinasi dengan kementerian yang tentu saja bisa melambat dan pastinya biaya operasional berupa SPPD dan semakin meningkat jika kantor dipindahkan ke Pekanbaru,” ujarnya.
Kesempatan itu Larshen Yunus menyebut, dalam hal ini, seharusnya dari para pejabat pemerintahan maupun di BUMD itu mesti turut melakukan efisiensi didalam halnya menggunakan anggaran, jangan sampai itu ada pula yang ber-orkestra, ber-spekulasi dan ber-sandiwara, ingin kelihatan bagus, ternyata ada udang dibalik bakwan. Pada akhirnya BUMD kita bukannya membantu postur APBD, melainkan jadi beban. (Rilis)