Kebijakan Murid Tambahan di SMA/SMK Jadi Bola Panas Dilingkungan Pendidikan Riau

0 82

DERAKPOST.COM – Belakangan santer hal adanya keluhan dari sejumlahan orang tua calon siswa baru di SMA/SMK pada tahun ajaran ini. Pasalnya ada orang tua dengan mengadukan adanya pungutan itu, hingga Rp6 jutaan untuk bisa bersekolah menjadi tujuan dalam pendidikan.

Sebenarnya, permasalahan ini sebagai hal penelusuran media, ternyata tiap tahun itu menjadi persoalan atau menjadi cuan oleh pihak-pihak tertentu dalam memanfaatkan momen atau kebijakan dengan dalihnya itu ada penambahanya ruang belajar (rombel) disejumlah sekolah tertentu. Sehingga, hal kondisi itu menjadi riuh.

Tampak riuh, bukan yang dikarena kegiatan belajar-mengajar, tapi karena ratusan orang tua siswa memadati sekolah memperjuang nasib anak-anak mereka. Mereka itu, warga tempatan, yang rumah sepelemparan batu dari sekolah, namun yaitu nama anak-anak mereka tidak muncul didalam daftar siswa diterima.

Polemik itupun mencuat saat penelusuran mendalam menemukan adanya perbedaan narasi antara pihak sekolah dan juga Dinas Pendidikan atas soal murid tambahan yang disebut-sebut masih bisa diterima itu lewat jalurnya afirmasi, domisili, pindahan, serta hingga prestasi.

Dikutip dari laman media Riautribune.com. Dari pihak Dinas Pendidikan menegaskan, keputusan menerima murid tambahan itu, sepenuhnya ada berada ditangan sekolah. Bahkan, diklaim bahwa sistem itu menilai berdasarkan peringkat nilai tertinggi pada masing-masing jalur, selama kuota belum penuh, sekolah bebas menentukan.

Namun, beberapa orang tua murid dengan tegas menyampaikan bahwa dari sekolah justru menyarankan mereka minta memo ke dinas jika juga ingin anaknya diinput ke sistem Dapodik. “Kami warga sekitar. Yang rumah kami tak jauh dari sekolah. Dimana, anak saya nilai 82, tetapi juga ditolak,” ujar seorang ibu menangis.

Saat itu, ibu calon siswa dari SMK Negeri di Rumbai ini mengatakan, memang ada juga bantuan disampaikan oleh Kepala SMK itu, agar dirinya datang pada Dinas Pendidikan, dan semoga bisa diinput di Dapodik. Maka, hal ini sambungnya, tentunya itu jadi tanda tanya adanya kebijakan demikian.

Lebih mengejutkan, dalam testimoni yang awak media himpun. Salah satu orang tua mengaku ada ditawari masuk jalur khusus kalau sanggup membayar Rp6 juta melalui komite. “Saya kaget waktu ada dari komite bilang, kalau ada uang Rp6 juta, maka anak ibu bisa langsung diterima. Ini yang sangat parah, saya bukan orang kaya,” ujarnya.

 

Munawar Syahputra, SH: DPRD Tak Akan Diam, PPDB Harus Transparan!

Menanggapi polemik ini, Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Provinsi Riau, Munawar Syahputra, SH, angkat bicara dengan nada tegas. Ia menyebut bahwa fenomena PPDB tahun ini sarat dengan ketidakadilan, dan sudah saatnya pemerintah membuka seluruh proses secara terang benderang.

“Kami minta Dinas Pendidikan segera transparan dan bertanggung jawab. Jangan sampai masyarakat kecil dikorbankan oleh permainan sistem dan kekuasaan. DPRD punya peran dalam regulasi dan pengawasan. Jika ini dibiarkan, kami akan dorong pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk membongkar praktik-praktik tak sehat dalam PPDB,” tegas Munawar.

Bahkan, politisi muda itu menyatakan DPRD akan mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kepala sekolah dan pejabat dinas yang terbukti melakukan pembiaran atau terlibat dalam praktik diskriminatif dan transaksional.

“Kalau ada kepala sekolah yang main mata dengan komite atau pihak luar, jangan salahkan kalau kami dorong pemberhentian. Kami tak akan membiarkan dunia pendidikan jadi ladang bisnis!”

 

Memo atau Uang? Siapa Dalangnya?

Pernyataan saling lempar antara sekolah dan dinas menimbulkan pertanyaan: siapa yang sebenarnya berkuasa dalam mekanisme penerimaan murid tambahan? Apakah nilai benar-benar menjadi penentu utama, atau ada kekuatan tak kasat mata berupa memo atau “amplop khusus” yang harus diminta ke Dinas?

Situasi ini mengisyaratkan adanya ketimpangan sistem dan potensi praktik pungutan liar yang berkedok komite. Ketika warga lokal yang berhak secara zonasi malah terpinggirkan oleh mekanisme abu-abu, integritas sistem pendidikan publik menjadi pertaruhan. (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.