Fat Haryanto Lisda Kecam Universitas Islam Riau yang Administrasi Amburadul, Salahgunakan Data Pribadi
DERAKPOST.COM – Fat Haryanto Lisda, M.Krim merupa salah seorang dosen di Universitas Islam Riau (UIR). Dimana itu sejak tanggal 1 Februari 2017, dirinya ini
ditetapkan menjadi dosen tetap Program Studi (Prodi) Krimimologi. Dibuktikan itu dengan ada terbitnya Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) dari Dikti.
Penetapan sudah melalui proses lamaran kerja secara resmi yang dibantu Kasmanto waktu itu sebagai Wakil Dekan 3, yang juga itu pernah menjadi Ketua Prodi kriminologi UIR, dan untuk tingkat kampus itu dipimpin Syafrinaldi sebagai Rektor UIR dan Nurman sebagai Wakil Rektor 1. Tapi untuk periode selanjutnya Nurman ini ditetapkan sebagai Ketua Umum pada YLPI.
“Saya berkirim surat kepada rektor terpilih, yaitu Admiral, kemudian dilantik menjadi rektor tanggal 1 Juli 2025. Pada hari yang sama keluarkan surat undangan kepada saya, untuk bisa datang ke UIR tanggal 3 Juli 2025. Dipertemuan saya menanyakan SK pengangkatan dan kalau diberhentikan mana surat berhenti,” ujarnya.
Namun sambung Fat Haryanto, hal itu tak kunjung diserahkan dan tidak ada beserta alasan pemberhentian. Tetapi pertemuan tersebut ditutup dengan tidak ada halnya menghasilkan kesepakatan apapun. Yang diketahui akibat administrasi amburadul di UIR itu, dirinya tidak pernah ada menerima SK Pengangkatan tersebut.
“Ini akibat administrasi amburadul di UIR. Hingga saat ini saya tidak pernah terima SK Pengangkatan sebagai Dosen Tetap di UIR sejak tanggal 1 Februari 2017. Dimana yang ditetapkan menjadi dosen tetap Prodi Krimimologi. Bahkan, halnya SK diberhenti tahun 2022 juga tidak ada sama sekali itu saya terima,” ujar Fat Haryanto.
Pemberhentian ini juga merupakan bentuk amburadulnya administrasi dilingkung UIR. Karena dirinya ini diberhentikan, itu melalui WhatsApp (WA) tertanggal 11 Juli 2025 ini. Yang saat itu, untuk Ketua Yayasan (YLPI) dijabat Zulfikar Ahmad. Maka hal itu, yang membuat dirinya untuk bertanya ke pihak Kampus UIR yang pada saat itu.
“Saya tidak pernah menerima SK, akan hal pengangkatan dan bahkan pemberhentian. Pengangkatannya dari awal masuk, hingga dinyatakan berhenti tahun 2022. Maka itu, tanggal 11 Juli 2025, sebab saya bertanya pada pihak kampus, tak mendapat jawaban pasti. Menurut Pak Zulfikar, dia diberhenti oleh Pak Nurman,” ungkapnya.
Diketahui, seperti disampaikan bahwa SK Yayasan itu, ditandatangani oleh Nurman yang saat itu menjabat Ketum YLPI. Kata dia, pemberhentian ini juga merupa bentuk amburadulnya administrasi di lingkung UIR.
Dikatakanya, ada dugaan penyalahgunaan data pribadi oleh pihak kampus. Yaitu yang berdasarkan data Dikti diterima.
“Oleh disebab terjadi perbedaanya tanggal, dan tahun berhenti. Dan menurut yayasan sudah diberhentikan pada tahun 2022, tapi namun faktanya masih terjadi migrasi data hingga tahun 2024, berdasarkan data Dikti yang diperoleh. Maka, saya menyayangkan ketidakjujuran UIR tersebut, serta tindakan sewenang-wenang,” sebutnya.
Menurutnya, telah terjadi maladministrasi oleh para pihak yang karena tidak pernah adanya surat teguran atau hal permintaan klarifikasi oleh pihak kampus. Mengapa ini baru tahun 2025, diketahui pemberhentian tersebut padahal rutin melakukan kordinasi dengan pihak rektorat, program studi, serta fakultas. Ini sama tak hargai.
“Ini sama halnya tidak menghargai akan hal nilai-nilai akademik tersebut, juga nilai-nilai kemanusiaan, kampus itu yang seharusnya memberi teladan didalam hal kemanusiaan dan pengelolaan halnya administrasi justru menjadi tempat yang menakutkan. Apalagi saya ditetapkan sebagai dosen kriminologi harusnya mencegah,” ujarnya.
Terjadinya tindakan kejahatan dan perilaku menyimpang ini justru para pihak menjadi pelaku, dan serta menjadi korban perilaku tersebut. Akibat pada perbuatan tersebut, banyak kehilangan hak-hak selaku pekerja penerima upah telah dilindung oleh tenaga kerja serta UU guru dan dosen.
“Ini bukan hal pertama, dan satu-satunya tindakan maladministrasi dan merupakan kesewenang-wenangan. Sebelum saya ini, juga pernah terjadi pada dosen lain, tetapi berakhir di Disnaker. Artinya, tidak adanya evaluasi perlakuan terhadap hak-hak para dosen. Seharusnya sebagai kampus Islam tidak prilaku demikian,” ujarnya.
Kesempatan itu, Fat Haryanto mengatakan, dirinya akan melakukan pengaduan kepada bidang pengawasan Disnaker Provinsi Riau ini, agar segera bisa menyelesaikan perihal tersebut, yang karena dirugikan oleh pihak pemberi kerja, sebab ketidakjelasan status. Maka, dalam hal ini dirinya mengajukannya hak sebagai pekerja penerima upah. (Dairul)