DERAKPOST.COM – Saat ini, dari Komisi III DPRD Riau menyoroti kondisi keuangan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) mengalami keterlambatan pembayaran bagi hasil Participating Interest (PI) yang diterima daerah.
Dalam pembahasan yang dilakukan Komisi III dengan pihak terkait, terungkap kondisi keuangan PHR saat ini masih defisit. Maka dari hasil pembahasan kondisi keuanganya PHR yang sebenarnya minus, tetapi dalam laporan keuangan tidak boleh minus. Maka hanya dibuat 1 dolar AS.
Ketua Komisi III DPRD Riau ini menjelaskan bahwa ada yakni perubahan skema terkait perubahan pembagianya hasil pemerintah pusat dan daerah. Dari 65 persen itu untuk daerah dan 35 persen untuk pemerintah pusat, sekarang telah berubah menjadi 80 persen untuk daerah dan 16 persen untuk pemerintah pusat.
“Dengan perubahan peraturan ini, ada keterlambatan pembayaran dari pemerintah pusat kepada PHR sebesar 550 Juta dolar AS atau Rp8 triliun lebih. Dana tersebut adalah piutang yang harus diterima dari negara,” lanjut Edi.
Harapannya, kata Anggota Fraksi Gerindra dapil Kampar itu, pembayaran piutang negara kepada PHR dapat menambah pemasukan bagi APBD Riau. Salah satu komponen bagi APBD Riau adalah berasal dari dana PI, terlebih lagi setelah mendengar PI dari PHR hanya 1 dolar.
“Nilai itu tidak bersih 10 persen untuk daerah, sebab ada kekurangan pendanaan dari PHR yang ditutupi dahulu. Total 10 persen PI untuk daerah dibagi 50 persen untuk Pemerintah Provinsi dan 50 persen untuk Kabupaten/Kota penghasil,”ucapnya.
Hingga kini pihak PHR belum dapat berikan rincian perolehan dana dari PI yang akan dialokasikan untuk APBD tahun 2026. Hal itu sambungnya, akan meminta pihak PHR untuk dapat memberitahukan data halnya estimasi tersebut. (Dairul)