Edi Basri: Kasus Desa Rantau Kasih, Maka PT Riau Andalan Pulp and Paper Harusnya Bayar PSDH DR

0 185

DERAKPOST.COM – Kasus hutan desa yang seluas 1.568 Ha ditanami akasia atau lebih dikenal Eukaliptus, di Desa Rantau Kasih, di Kecamatan Kampar Kiri Hilir. Hal itu, menampakan kejanggalan dan pelanggaran. Karena lahan ditanami akasia itu diduga bukan penanaman dari Lembaga Pengelola Hutan Desa LPHD Rantau Kasih, tetapi akasia ditanam pihak PT RAPP di luar konsesi perusahaan itu.

Bahkan diketahui, bahwa sebelum menjadi perhutanan sosial seperti sekaran, dikabar PT RAPP ini telah beberapa kali melakukan panen akasia di areal tersebut. PT RAPP itu telah melakukan penanaman akasia di luar areal konsesinya seluas 1.568 Ha. Yakni itu sebelum ditanam akasia, kawasan merupa kawasan hutan alam yang saat itu banyak ditumbuhi pepohonan berukuran besar.

Maka menyikapi hal ini, anggota DPRD Riau Edi Basri mempertanya legalitas PT RAPP dengan melakukan hal penanaman akasia diluar konsesinya. “PT RAPP juga dituntut hal untuk membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) itu atas pemanfaatan kayu di areal yang telah mereka garap tersebut ,” ujar Edi Basri.

Ketua Komisi III DPRD Riau ini mengatakan bahwa hutan seluas 1.568 Ha itukan masih merupakan kawasan hutan yang tak boleh dikonversi untuk tanaman akasia ataupun kelapa sawit. Katena, pelepasan kawasan hutan untuk dijadikan HTI atau kebun sawit harus melalui persyaratan khusus.

“Hutan seluasan 1.568 Ha yang digarap PT RAPP itu, merupakan kawasan hutan yang tidak boleh dikonversi. Sebab 421 Ha areal itu merupakan kawasanya Hutan Produksi Terbatas (HPT) serta 1.147 Ha merupakan kawasan hutan produksi tetap,” terangnya.
Lebih lanjut Edi Basri mengatakan, bahwa pembukaan lahan di luar konsesi tersebut merupakan sebuah kesalahan fatal.

Sebab ujar Politis Gerindra dari Kampar ini, lahan dibuka merupakan kawasanya hutan ditumbuhi kayu berukuran besar (log) dan berukuran kecil (chip). Pemanfaatan kayu dikawasan hutan untuk keperluan industri harus dikenakan PSDH/DR. Yang besarnya PSDH/DR itu disesuaikan dengan jenis dan ukuran kayu.

“PSDH/DR untuk kayu log berbeda dengan kayu chip kerana PSDH/DR kayu log lebih besar,” sebut Edi Basri. Untuk mengetahui potensi kayu di hutan yang digarap, hal itu dapat dilihat melalui citra satelit pada saat lahan itu digarap. Gambar dari citra satelit itu dapat menjadi dasar untuk mengetahui potensi kayu yang ada lahan yang digarap.
Citra satelit pada tahun penggarapan, akan didapat hasilnya akurat.

Permasalahan hutan sosial ini sudah mulai menyeruak ke permukaan, terang Edi Basri, ketika LPHD Rantau Kasih ada mengajukan dokumen permohonan kepada Dinas LHK Riau yang menyatakan bahwa kayu akasia di atas areal 1568 Ha itu sebagai tanaman sendiri.

“Klaim dari LPHD Rantau Kasih ini sangat janggal karena akasia di atas lahan itu ditanam pada tahun 2014 sampai 2016. Sedangkan, halnya izin perhutanan sosial yang dikantongi LPHD Rantau Kasih baru diperoleh pada tahun 2023 lalu,’’ ujarnya.

Edi Basri, meminta Dinas LHK Riau kiranya menghitung potensi kayu pada areal 1.568 Ha, sewaktu pembukaanya kawasan untuk ditanami akasia. Hasil perhitungan kayu itu nanti akan dijadi dasar dalam perhitungan besaran PSDH/DR yang harus dibayarkan PT RAPP akibat pembukaan areal di luar konsesinya tersebut.

Terkait yang dipaparkanya anggota DPRD Riau Edi Basri, dikonfrmasi via WhatsApp ke pihak manajemen PT RAPP, terkhusus Erick dan Budi Firmansyah selaku Humas. Hal tersebut, hingga berita ini dipublikasi tesebut tidak mendapatkan jawaban sama sekali. (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.