Dugaan Penghinaan Wartawan oleh Desi Guswita, Diminta Ketua DPRD dan BK Kuansing Menindaklanjuti

0 54

DERAKPOST.COM – Sorotan publik dengan atas dugaan penghinaan profesi wartawan oleh Anggota DPRD Kuantan Singingi, Desi Guswita, kian membesar. Desakan elemen masyarakat, dan komunitas pers lokal kian  mengalir deras, yang menuntut pada Ketua DPRD Kuansing dan BK menindaklanjuti.

Desakan itu seperti segera menindaklanjuti dibuat atau dilayangkan ini, oleh Ketua PW MOI Kuansing Sugianto.. Laporan tersebut masuk ke Sekretariat DPRD Kuansing pada tanggal 19 Juni 2025. Surat itu ditujukanya kepada Ketua DPRD Kuansing Jufrizal dan Ketua BK Hardiamon.

“Surat itukan kami layangkan 19 Juni 2025, melalui Sekretariat DPRD Kuansing. Berisi dugaan penghinaan terhadap wartawan, di mana Desi Guswita itu, telah melontarkan kata hama pada dirinya dalam percakapan grup WhatsApp publik yang beranggotakan ratusan tokoh masyarakat, adat, dan serta  agama,” ungkapnya.

Dikutip dari laman Jagok.co. Dikatakan dia, ucapan tersebut dinilai tidak hanya menyerang halnya martabat pribadi seorang jurnalis, namun juga merendahkan profesi pers secara umum. Ini bahkan bisa  mengganggu etika kelembagaan legislatif daerah. Maka sambungnya, didesak Ketua DPRD Kuansing dan BK menindaklanjut.

“Ini bukanya sekedar urusan pribadi antara individu. Tetapi ini, soal integritas lembaga dan kehormatan profesi wartawan. Dalam hal ini, DPRD jangan sampai menjadi suatu tempat tumbuhnya arogansi kekuasaan. Ini yang kami tuntut dengan halnya menindak tegas dari Ketua DPRD Kuansing dan serta BK,” ujarnya.

Sugianto menjelaskan bahwa pernyataan kasar dari Desi terjadi saat dirinya tengah melakukan investigasi jurnalistik terhadap dugaannya penyalahgunaan dana desa di Sungai Bawang—desa yang dipimpin oleh suami Desi Guswita. Hal ini menimbulkan dugaan conflict of interest. Sekaligus ada upaya pembungkaman terhadap dari kerja jurnalistik.

Tuntutan PAW Mengemuka: PKB Diminta Evaluasi Etik Kader

Tidak hanya DPRD, publik kini turut mendesak internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai partai pengusung Desi Guswita. Masyarakat meminta Ketua DPC PKB Kuansing untuk mengevaluasi posisi Desi secara etis dan mempertimbangkan mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).

“Seorang wakil rakyat harus bisa menjaga tutur kata dan tidak menganggap kritik sebagai ancaman. Bila menyebut wartawan sebagai ‘hama’ saat dikritik, bagaimana mungkin ia layak mewakili rakyat?” kata seorang tokoh masyarakat Desa Kari yang memilih tidak disebutkan namanya.

Desakan PAW ini lahir dari kekecewaan terhadap perilaku yang dinilai tidak mencerminkan etika pejabat publik. Harapan masyarakat kini bergeser ke arah hadirnya wakil rakyat yang berintegritas, santun, dan memiliki kesadaran etis dalam komunikasi politik.

Menjaga Stabilitas dan Marwah DPRD Kuansing

Meningkatnya tekanan publik membuat banyak kalangan memperingatkan bahwa stabilitas kelembagaan DPRD Kuansing bisa terganggu jika laporan ini dibiarkan tanpa penanganan transparan. “Kami tak ingin DPRD jadi arena konflik personal. Bila tidak ada ketegasan dari Ketua DPRD dan BK, kepercayaan rakyat terhadap lembaga ini akan runtuh perlahan,” ujar seorang aktivis mahasiswa di Teluk Kuantan.

UU Pers dengan jelas menyebutkan bahwa kerja jurnalistik tidak boleh dihalangi, dihina, atau ditekan, baik secara verbal maupun sistematis. Sementara itu, BK DPRD memiliki wewenang konstitusional untuk menegakkan etika dan moral anggota dewan, terutama jika terjadi pelanggaran yang mencoreng nama institusi.

Momentum Ujian Etika: Dewan dan Partai Diuji di Mata Rakyat

Kini, seluruh perhatian masyarakat tertuju pada langkah konkret Ketua DPRD Kuansing dan Ketua BK DPRD. Keputusan mereka akan menjadi penanda sejauh mana keberanian lembaga legislatif ini dalam menegakkan prinsip etik, profesionalisme, dan akuntabilitas publik.

Di sisi lain, PKB Kuansing juga menghadapi ujian politik internal: memilih mempertahankan loyalitas terhadap kader bermasalah, atau berpihak pada aspirasi publik yang menginginkan pejabat yang etis dan bertanggung jawab.

Masyarakat Kuansing, yang semakin kritis dan melek informasi, tidak lagi mentolerir perilaku tidak etis dari wakil-wakilnya. Mereka menuntut agar parlemen lokal diisi oleh orang-orang yang tahan kritik, menjaga wibawa ucapan, dan tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk membungkam kebenaran.  (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.