PEKANBARU, Derakpost.com – Hingga saat ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau masih melakukan penelaahan terhadap adanya laporan dugaan korupsi proyek pembangunan gedung PT Bumi Siak Pusako (BSP). Proyek ini dianggarkan Rp87 miliar.
“Masih didalami, masih dipelajari oleh Kejaksaan Tinggi Riau terkait masalah laporan tersebut,” ujar Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, saat dikonfirmasi terkait perkembangan penanganan kasus tersebut.
Dugaan korupsi ini sebelumnya dilaporkan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Gerakan Masyarakat Mahasiswa Pemantau Korupsi (GEMMPAR) Riau ke Kejati Riau. Mereka mendesak kejaksaan mengusut dugaan tersebut.
Koordinator GEMMPAR Riau, Erlangga menduga sejumlah pejabat di lingkungan pemerintahan Kabupaten Siak diduga menerima uang untuk memuluskan proyek. Dia meminta Kejati Riau mengusut kasus tersebut.
Erlangga menyebut, selain pejabat di lingkungan Kabupaten Siak, praktik haram juga diduga dilakukan anggota DPRD. Menurutnya, ada dugaan praktik jual beli kegiatan pokir dengan imbalan dalam bentuk fee sebesar 10 persen. “Kami menduga ada dugaan monopoli dan gratifikasi pembangunan gedung PT BSP senilai Rp87 miliar,” kata dia.

Sebenarnya, pihak Kejati Riau sendiri pada 11 Februari 2022 ini menerbitkan surat permohonan bantuan hukum untuk penyelesaian permasalahan dalam kegiatan pembangunan gedung PTÂ BSP tahun 2021. Surat bernomor B-B37/L.4/Gp.2/02/2022 ditandatangan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau selaku Jaksa Pengacara Negara Jaja Subagja.
Dalam surat yang ditujukan untuk Direktur PTÂ BSP disebutkan adanya tuntutan masyarakat untuk melakukan proses penegakan hukum. Sebab, ada indikasi tindak pidana/penyimpangan prosedur/intervensi pihak yang tidak bertanggung jawab dalam kegiatan pembangunan gedung tersebut.
Dalam surat itu juga disebutkan guna menghindari Conffict of Interest (CoI) internal dan eksternal, Kejati tidak dapat melanjutkan pemberian bantuan hukum non-litigasi (negosiasi) atas penyelesaian permasalahan dalam kegiatan pembangunan gedung BSP.
“Kami menyarankan agar penyelesaiannya dapat melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagaimana tertuang di dalam surat perjanjian atau kontrak nomor 11/PKS-8SP/IV/2021 Tanggal 15 April 2021,” demikian bunyi surat itu. **Fad