Desakan Pergantian Direksi dan Ancaman Nyata Kebangkrutan dari PT Bumi Siak Pusako

0 98

DERAKPOST.COM – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Bumi Siak Pusako (BSP) selama ini menjadi kebanggaan. Tetapi kini berada di ujung tanduk. Yang diketahui laporan keuangan tahun buku 2024 mencatat kerugian fantastis sebesar Rp238 miliar. Tapi pihak direksi berdalih kerugian dipicu force majeure.

Seperti halnya mulai fenomena congeal (pembekuan minyak mentah di pipa tua) hingga membengkaknya biaya distribusi akibat halnya pada pengangkutan minyak menggunakan truk. Namun, yang sangat mencengangkan publik adalah keputusan manajemen membagikan ini dividen Rp21 miliar kepada Pemerintah Kabupaten Siak di tengah kondisi rugi besar.

Dikutip dari laman Lensaberita24. Adapun
langkah ini jelas melawan prinsip dasar akuntansi dan tata kelola korporasi sehat, sekaligus memunculkan dugaan kuat adanya rekayasa laporan keuangan demi menutupi krisis yang lebih dalam.

Ketimpangan Sosial di Tubuh Perusahaan

Krisis keuangan BSP ironisnya tidak diiringi penghematan pada level direksi. Di tengah merosotnya produksi minyak — dari rata-rata 8.000 barel per hari pada 2023 menjadi hanya sekitar 2.000 barel per hari di 2024 — gaji dan fasilitas direksi tetap tinggi.

Sementara itu, ratusan pekerja outsourcing yang menjadi ujung tombak operasi lapangan menerima upah minim, sering tanpa jaminan sosial memadai. Bandingkan dengan karyawan tetap yang mendapat akses program kepemilikan rumah bekerja sama dengan BRK Syariah. Ketimpangan ini mencerminkan manajemen yang abai terhadap keadilan internal.

Indikasi Penyimpangan Sistematis

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan pengamat migas mengungkap dugaan penyimpangan serius di tubuh BSP:

Markup biaya distribusi: Ongkos pengangkutan minyak mentah via truk diduga dibengkakkan.

Tender tidak transparan: Pengadaan suku cadang dan peralatan teknis dinilai sarat praktik tidak kompetitif.

Dividen mencurigakan: Pembagian Rp21 miliar di tengah kerugian besar patut diselidiki sebagai “kosmetik” citra manajemen.

Pelanggaran regulasi: Laporan keuangan yang belum diaudit independen berpotensi melanggar UU Perseroan Terbatas No. 40/2007 dan UU Tipikor No. 31/1999.

Kegagalan Strategis Manajemen

BSP, sejak resmi menjadi operator tunggal Blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) pada Agustus 2022, kehilangan dukungan teknis dari Pertamina Hulu. Seharusnya, momentum ini menjadi ajang pembuktian kapasitas manajemen lokal. Faktanya, manajemen gagal melakukan mitigasi risiko:

Pipa produksi warisan Caltex era 1970-an yang sudah aus tidak diganti.

Kapasitas storage tank terbatas, mengakibatkan minyak tak tersalurkan.

Investasi jangka panjang untuk revitalisasi infrastruktur diabaikan.

Kegagalan antisipasi inilah yang memperparah penurunan produksi hingga 75% dalam waktu hanya satu tahun.

Ancaman Kebangkrutan dan Dampak Sistemik

Jika pola ini terus berlanjut, ancaman kebangkrutan BSP bukan sekadar isu, melainkan kepastian waktu. Dampak yang mungkin terjadi:

Pemutusan kontrak dari SKK Migas karena tidak terpenuhinya Komitmen Kerja Pasti senilai US$130,4 juta.

Kerugian pemegang saham daerah: Pemkab Siak (pemilik 72,29% saham) bersama empat pemerintah daerah lainnya berisiko kehilangan investasi strategis.

Hilangnya kepercayaan investor yang dapat mengganggu stabilitas iklim investasi migas di Riau.

Langkah Penyelamatan: Harus Berani dan Cepat

Evaluasi yang diminta Bupati Siak Afni Zulkifli adalah awal yang tepat, namun tidak cukup. Redaksi LensaBerita24.com menilai penyelamatan BSP memerlukan langkah drastis dan terukur:

Pencopotan Direksi dan Komisaris yang terbukti gagal dan terindikasi melakukan pelanggaran tata kelola.

Audit forensik independen untuk mengurai aliran dana, potensi proyek fiktif, dan praktik markup.

Pelibatan KPK dan BPK guna memastikan proses hukum berjalan transparan.

Reformasi kebijakan SDM untuk menghapus kesenjangan upah dan meningkatkan kesejahteraan pekerja lapangan.

Kesimpulan Redaksi

BSP bukan sekadar entitas bisnis, melainkan simbol kedaulatan energi daerah. Kerugian Rp238 miliar bukan sekadar angka di neraca, melainkan darah yang mengalir dari tubuh masyarakat Riau, khususnya Siak.

Menjaga BSP berarti menjaga masa depan energi dan ekonomi daerah. Menyelamatkan BSP berarti memutus rantai kerakusan elite yang mengorbankan amanat rakyat. Jika pemegang saham tak segera bertindak, sejarah akan mencatat bahwa BSP hancur bukan karena harga minyak dunia, melainkan karena korupsi yang dibiarkan menggerogoti dari dalam.

Tren Produksi dan Keuangan 2022–2024

Pada 2022, saat BSP baru mengambil alih penuh pengelolaan Blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) dari Pertamina Hulu, produksi minyak mentah masih stabil di kisaran 8.200 barel per hari. Tahun itu, perusahaan mencatat laba bersih sekitar Rp420 miliar berkat harga minyak dunia yang relatif tinggi dan biaya operasi yang terkendali.

Memasuki 2023, produksi memang sedikit turun ke rata-rata 8.000 barel per hari, namun laba justru melonjak menjadi Rp476 miliar. Lonjakan ini dipicu oleh efisiensi distribusi dan masih optimalnya kinerja fasilitas produksi warisan Caltex.

Namun, 2024 menjadi titik balik dramatis. Produksi anjlok hingga hanya 2.000 barel per hari — merosot 75 persen — akibat fenomena congeal di pipa-pipa tua dan keterbatasan storage tank. Pendapatan pun terjun bebas, ditambah beban distribusi minyak menggunakan truk yang membengkak. Hasilnya, BSP membukukan kerugian Rp238 miliar, meski secara ironis tetap membagikan dividen Rp21 miliar kepada Pemkab Siak. (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.