DERAKPOST.COM – Oknum petugasnya dari PLN Unit Layanan Pelanggan (ULP) telah membuat resah. Yang karena, ada pelanggan tak terima meteran atau KWh ini dicopot secara diam-diam.
Setelah Mahesa, warga dari Kelurahan Sukajawa, Tanjung Karang Barat (TKB), ternyata ada pelanggan lain yang tidak terima meterannya dicopot diam-diam olehnyq petugas PLN ULP Karang, Kota Bandar Lampung.
Mereka tak terima lantaran pencopotan meteran listrik atau kWh meter dilakukan tanpa pemberitahuan dan peringatan terlebih dahulu. Warga juga menilai oknum petugas terkesan arogan dan tanpa etika karena asal copot lalu kabur.
Bahkan oknum petugas yang dikawal aparat kepolisian sampai disebut bak pencuri. Sebab saat mencabut meteran, oknum petugas itu tidak memberitahu pelanggan. Parahnya lagi, pencabutan meteran dilakukan saat pelanggan tidak berada di rumah. Sehingga ini terkesan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Menurut pengakuannyq salah seorang pelanggan Indah (48), warga Sukajawa Baru, Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung, sebagai pelanggan, dirinya sangat kecewa atas etika oknum petugas saat mencabut meter listrik di rumahnya.
“Kami kagetlah yang secara tiba-tiba ada pencabutan dadakan tanpa adanya surat peringatan. Adalah yang diberikan surat peringatan, tetapi itu setelah mesin meteran dicabut,” ungkap Indah di kantor PLN ULP Karang, yang dikutip dari sinarlampung.co.
Indah bercerita, pembongkaran meteran listrik dilakukan tiga oknum petugas PLN ULP yang dikawal satu aparat kepolisian. Mereka datang dan langsung membongkar mesin meter listrik kWh yang terpasang.
“Sudah bongkar meteran kWh mereka (petugas) langsung pergi gitu aja. Terus ditanya kenapa ada pencopotan, mereka bilang langsung ke kantor aja,” ujarnya.
Pasca pencopotan tersebut, Indah segera mendatangi kantor PLN ULP Karang untuk mengajukan komplain. Setibanya di Kantor PLN, rupanya ada puluhan pelanggan lain yang datang dengan tujuan sama, yakni memprotes adanya pencopotan meteran yang dilakukan secara diam-diam tersebut.
“Saya ketemu sama pelanggan lain juga di sana. Tujuannya sama mau komplain prihal pencopotan kWh pascabayar juga,” tambah Indah.
Lanjut Indah, di kantor PLN dirinya bertemu Yuli selaku Supervisor dan menanyakan alasan PLN mencabut kWh meter tersebut. Yuli mengatakan bahwa pencabutan kWh meter tersebut sudah sesuai SOP dan berdasarkan surat perjanjian pada saat konsumen hendak memasang listrik.
Namun ketika diminta bukti perjanjian antara PLN dengan konsumen, kata Indah, Yuli tidak bisa menunjukannya. “Rumah saya itu rumah tua, pasang listrik mungkin tahun 80-an. Kalaupun ada perjanjian berarti dengan almarhum bapak saya. Makanya saya minta surat perjanjian yang kata ibu Yuli sudah diberikan kepada konsumen pada saat pemasangan. Tapi dia tidak bisa menunjukan surat perjanjian tersebut. Terus pencabutan alasannya karena tunggakan, kan saya nunggak juga belum dua bulan,” tegas Indah.
Indah menambahkan, Yuli berdalih perjanjian tersebut ada di kantor pusat dan akan dimintakan. Namun setelah menunggu beberapa jam, surat perjanjian tetap tidak bisa ditunjukkan.
“Sehingga saya enggak tau apa isi perjanjian tersebut, yang kata Yuli menjadi dasar atas tindakan dan perbuatan mereka (PLN-Red) dalam melakukan bongkar paksa kWh meter. Setelah didesak dan adu argumen, barulah ibu Yuli kasih surat perjanjian konsumen, tetapi untuk konsumen pemasangan kWh meter token bukan yang Pascabayar seperti yang saya minta,” jelasnya.
Lebih lanjut, disambung pelanggan lain, Sugin (40) warga Beringin Raya, Kemiling, Bandar Lampung, bahwa Yuli berkata semua konsumen dipastikan memegang surat perjanjian pada saat pemasangan baru.
Namun faktanya, beberapa warga yang baru memasang dan beralih ke meteran prabayar (token), mengaku tidak diberikan surat perjanjian apapun dari PLN. Mereka hanya diminta tanda tangan tanpa disarankan membaca surat perjanjian terlebih dahulu.
“Saya nggak sempet baca, saya cuma disuruh tanda tangan. Saya nggak dikasih fotokopi surat perjanjian yang saya tandatangani,” ujar Sugin.
Hal senada disampaikan Ramadhan, warga kemiling. Sama halnya dengan Sugin, Ramadhan juga mengaku tidak pernah menerima surat perjanjian saat pemasangan meteran baru. Dia hanya diminta tanda tangan, kemudian diberi surat jawaban persetujuan perubahan tarif.
“Petugas pelayanan tidak menyarankan saya untuk membaca surat perjanjiannya. Mereka cuma tanya saya punya materai atau tidak. Kemudian saya jawab tidak ada. Kesalahan saya memang tidak membaca surat perjanjiannya, karena kepikiran di rumah ada bayi. Jadi saya mau cepat dulu, yang penting bisa dipasang listrik hari ini,” ujar Ramadhan.
Dikesempatan itu. Pelanggan merasa dipaksa beralih ke Token. Seperti halnya pengakuan warga Tanjung Karang Barat yaitu bernama Mahesa (25) yang kWh meternya dicabut seperti pemberitaan sebelumnya, pihak PLN terkesan paksa pelanggan beralih dari pascabayar ke prabayar (token). Hal itu berdasarkan pernyataan dari pihak PLN saat dirinya mendatangi kantor PLN ULP Karang pasca pencopotan meteran di rumah neneknya.
“Petugas di pelayanan mengatakan bisa pasang kembali tapi harus mengganti meteran listrik ke token. Jelas saya menolak. Dan petugasnya bilang bahwa pemasangan yang akan dilakukan yakni pemasangan meteran listrik token, tidak bisa lagi menggunakan kWh meter yang pascabayar,” jelas Mahesa.
Masih menurut Mahesa, bahwa pencabutan meteran bukan karena alasan menunggak saja, tetapi diduga ada upaya pihak PLN untuk mengalihkan pelanggan meteran pascabayar ke prabayar. Namun karena pelanggan mengajukan keberatan, maka pihak PLN kembali memasang kWh meter pascabayar.
“Padahal tadi petugasnya jelas-jelas bilang bahwa semua yang kWh meternya dibongkar hanya bisa dipasang kembali dengan beralih ke meteran token, karena kWh meter yang pascabayar sudah tidak ada lagi. Nyatanya ada yang bisa dipasang menggunakan kWh meter yang pascabayar. Jadi bukannya nggak ada,” tambah Mahesa.
Pembongkaran kWh meter tidak berlaku bagi semua warga, karena nyatanya ada warga yang hanya diberi peringatan terlebih dahulu dan disarankan untuk mengurus tagihan ke kantor, hanya karena memiliki keluarga yang bekerja di PLN.
Beberapa warga yang datang ke kantor PLN terpaksa menerima penawaran pemasangan meteran token karena situasi dan kondisi mereka. salah satunya Indah yang akhirnya menerima pemasangan token karena memikirkan usaha ikan hiasnya, yang bergantung kepada energi listrik.
Begitupun Vina warga Pinang Jaya, Kemiling, Bandar Lampung. Dia terpaksa menerima tawaran untuk pemasangan token karena ada subsidinya.
“Kalau saya mau pasang token karena tadi petugasnya bilang dapat subsidi. Kalau tidak ada subsidi ya saya pasti nggak mau juga diganti meteran token. Soalnya tadi juga Bu Yuli bilang kalo pelanggan keberatan dengan pemasangan meteran token, berati sudah bukan pelanggan PLN lagi,” ujarnya.
Vina juga menyesalkan adanya pencopotan meteran pascabayar tanpa sosialisasi atau peringatan dari pihak PLN terlebih dahulu. Kata dia, harusnya disosialisasikan dulu, atau minimal ada pemberitahuan kalau mau diganti ke meteran token. Karena penggunaan meteran token itu sudah pasti ada plus minusnya. Bagaimana misalnya kalau pas nggak di rumah, terus token habis. Kan bisa busuk makanan di kulkas.
Hal senada, Lia, waga Kedaung juga mengeluhkan sikap PLN yang dianggap telah semena-mena kepada pelanggan. “Sebagai pelayan masyarakat harusnya ada solusi-solusi yang baik bagi kedua belah pihak. Pihak PLN hanya menjelaskan kepada konsumen untuk membayar tunggakan dan mengganti meteran ke token,” imbuhnya.
Menyikapi informasi disampaikan oleh konsumen. Dari pihak PLN membantah akan ada pencopotan KWh Meter Tanpa Pemberitahuan. Manajer Komunikasi dan TJSL PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Lampung, Elok Faiqoh Saptining Ratri membantah pencopotan meteran yang dilakukan itu yang tanpa pemberitahuan. Menurutnya, petugas PLN selalu memberitahu pelanggan soal tagihan dan informasi tunggakan setiap bulannya.
“Terkait statement yang tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu ini tidak benar ya. Informasi dari petugas baca meter, bahwa setiap bulan informasi tagihan dan informasi tunggakan selalu disampaikan dengan harapan pelanggan mengerti bahwa pembayaran rekening listrik itu wajib dibayar setiap bulan sebelum tanggal 21,” kata Elok melalui keterangannya.
Menurutnya, pencabutan meteran oleh PLN merupakan sanksi bagi pelanggan yang menunggak tagihan pascabayar dengan ketentuan selama dua bulan. Katanya, ini bagian dari hak dan juga kewajiban pelanggan ya, PLN sudah mengaliri listrik ke pelanggan tersebut dan pelanggan memiliki kewajiban untuk membayar energi listrik yang telah digunakan, pelanggan posisi sudah menunggak 2 bulan. Informasi ini sudah lumrah diketahui mas. Namanya menunggak pasti ada konsekuensinya,” jelasnya. **Rul