DERAKPOST.COM – Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Meranti dikabarkan tidak merealisasikan sepenuhnya dana transfer daerah dari pemerintah pusat kepada masyarakat. Karena, hingga 15 Desember 2022, masih tersisa ratusan miliar.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, dari realisasi belanja APBD Kabupaten Meranti yang hingga tanggal 15 Desember 2022 baru ada mencapai 63,76% dari Rp 1,4 triliun. Padahal dana transfer ke daerah yang disalurkan itu telah mencapai 94,76%. Sisanya mengendap di bank.
“Jadi kita bicara TKD-nya, dan kita juga mendorong Pemda dapat benar-benar melakukan belanja, pembangunan, dan melakukan program-programnya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat di daerah setempat sebagaimana yang diharapkan dari diprogramkan,” ungkap Luky Alfirmanata.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan di Kementerian Keuangan ini, kepada wartawan mengatakan, khusus untuk pembayaranya DBH Migas pada Kabupaten Meranti tersebut pemerintah bahkan telah juga membayarkan hingga 105% karena harga minyak mentah juga tengah naik.
“DBH total itu, anggaran Meranti Rp108 miliar yang direalisasikan itu juga Rp208 miliar. Ini kan realisasi 2022. Untuk yang Rp700 miliar itu makanya hal yang kami ada tanya datanya itu,” sebutnya dikutip dari CNBC indonesia.
Realisasi belanja ini sangat dibutuhkan, baik dalam bentuk langsung (bantuan sosial) maupun halnya melalui berbagai program kerja ini. seperti pembangunan infrastruktur dasar dan lainnya. Hal ini dapat membantu selesaikan persoalan kemiskinan ekstrem di Meranti.
Data inipun, diungkap setelah Bupati Meranti Muhammad Adil mengkritisi semakin minimnya dana bagi hasil (DBH) migas yang diterima di daerah tersebut setelah produksi migas di daerah itu terus naik hingga menyebut Kemenkeu hanya berisi setan atau iblis saja.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Agus Fatoni menambahkan, dengan catatan ini pemerintah daerah harus meoptimalkan belanjanya untuk mendorong pemerataan pembangunan di daerahnya, termasuk di Meranti.
“Belanja harus maksimal, jangan sampai uangnya ada tetapi belanjanya tidak jalan, ya sama aja. Ngapain uang besar-besar kalau tidak jalan belanjanya,” ujarnya.
Menurut Agus, anggaran di daerah tak melulu hanya bicara tentang dana transfer ke daerah (TKD) yang diberikan pemerintah, seperti dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana insentif daerah (DID), dana desa, maupun DBH, tetapi juga tentang realisasi belanja.
Rendahnya belanja suatu daerah itu kata dia malah akan menyulitkan daerahnya berkembang dan menghambat penciptaan kesejahteraan pada masyarakat. Karenanya, Agus mendorong untuk daerah bisa memanfaatkan belanja APBD dengan optimal.
“Belanja juga tidak kalah penting, kami dari Kemendagri beserta Kemenkeu terus berupaya turun ke lapangan melakukan asistensi dan pembinaan pengawasan untuk mendorong belanja ini biar maksimal,” katanya. **Rul