ASN di Pemkab Meranti Gantungkan Harapan dan Kirimkan Petisi Tuntut Pembayaran TPP 9 Bulan

0 193

DERAKPOST.COM – Diketahui hingga saat ini, untuk hal Aparatur Sipil Negara (ASN)  lingkung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Meranti sudah empat bulan ditahun 2024 dan lima bulan ditahun 2025 mereka harus bertahan itu tanpa Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP). Hal kabar baik tak kunjung datang, sementara beban hidup juga terus menekan.

Di balik meja kerja dan seragam rapi, banyak ASN diam-diam menghadapi pergulatan batin. Gaji yang diterima sebagian besar sudah habis untuk cicilan pinjaman. TPP yang selama ini menjadi penopang kebutuhan sehari-hari, kini tak lagi hadir dalam rekening mereka. Beberapa harus memutar otak untuk bertahan hidup, bahkan ada yang mulai menjual barang-barang pribadi demi menutup kebutuhan rumah tangga.

Pemkab Kepulauan Meranti pun sudah berkali-kali angkat suara. Penundaan pembayaran TPP, ditegaskan bukanlah kebijakan yang disengaja. Kondisi ini terjadi karena tersendatnya transfer dana dari pusat, yang berdampak langsung terhadap kemampuan kas daerah. Lebih jauh lagi, Pemkab menekankan bahwa TPP bukan merupakan hak wajib melainkan tambahan penghasilan yang diberikan berdasarkan kemampuan keuangan pemerintah daerah.

Namun di balik pernyataan itu, realita di lapangan tetap berat. Di ruang-ruang kantor, diskusi tentang cicilan yang menunggak, anak yang harus masuk sekolah, hingga kebutuhan dapur yang tak lagi bisa ditunda menjadi obrolan sehari-hari. Dimana hampir 90 persen, ASN Pemkab Kepulauan Meranti menggadaikan SK mereka ke Bank sebagai jaminan untuk meminjam uang.

Meski demikian, para ASN tetap menjalankan tugas dengan dedikasi. Mereka masih datang pagi, menandatangani absen, menyelesaikan pekerjaan, dan melayani masyarakat dengan senyum—meski dalam hati tak sedikit yang tengah berjuang keras menahan beban.

Harapan kini menggantung pada kepastian transfer dari pusat dan langkah-langkah strategis Pemkab untuk menyelamatkan kondisi fiskal daerah. Karena di balik angka-angka anggaran, ada ribuan keluarga ASN yang menggantungkan hidup.

Di balik wajah-wajah yang tampak sibuk di lorong-lorong kantor pemerintahan, ada suara lirih yang kini mulai menggema lantang. Suara itu bukan sekadar keluhan, tapi jeritan harapan yang dituangkan dalam bentuk petisi—sebuah bentuk perlawanan damai dari mereka yang mungkin telah lama bersabar.

Beberapa ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti akhirnya memilih jalur terbuka. Mereka membentuk Forum ASN Kabupaten Kepulauan Meranti dan mengunggah petisi di situs Change.org. Saat ini petisi tersebut sudah ditandatangani 127 orang.

Petisi itu ditujukan langsung kepada Bupati Kepulauan Meranti c.q. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dengan satu tuntutan utama: Bayarkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang sudah tertunggak selama sembilan bulan.

Mereka tak lagi ingin mendengar alasan teknis ataupun kendala fiskal. Dalam petisi tersebut, tertulis jelas keresahan dan keprihatinan mendalam akibat tidak adanya kepastian pembayaran TPP dari September 2024 hingga Mei 2025.

“TPP bukan hanya angka dalam laporan keuangan. Ini bentuk penghargaan atas kinerja kami, dan yang lebih penting: penunjang kebutuhan hidup keluarga kami,” tulis salah satu inisiator petisi itu.

Lebih jauh, mereka menyampaikan bahwa keterlambatan TPP telah memukul kondisi ekonomi pribadi, bahkan turut menggerus roda perekonomian masyarakat Meranti secara luas. Pasar menjadi sepi, warung kopi tak lagi ramai, dan ASN yang dulu menggerakkan ekonomi lokal kini justru menjadi bagian dari yang terpuruk.

Dengan mengutip Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.3.2-1287 Tahun 2024, para ASN menegaskan bahwa pemberian TPP harus memenuhi prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan, efektivitas, dan proporsionalitas. Petisi ini bukan hanya desakan untuk dibayar, tetapi juga seruan untuk transparansi, komitmen, dan perlindungan terhadap hak-hak dasar ASN.

Mereka menuntut agar Pemkab Meranti, khususnya BPKAD, segera:

* Melunasi seluruh tunggakan TPP.

* Menjelaskan secara terbuka hambatan yang mengakibatkan keterlambatan.

* Memberikan kepastian waktu pembayaran.

* Menjamin perlindungan hak dan kesejahteraan ASN.

“Kami berharap pemerintah mendengarkan dan merespons tuntutan ini secara serius dan segera mengambil langkah-langkah konkrit yang strategis demi keadilan dan kelangsungan roda pemerintahan yang profesional. Kami bekerja untuk negara, tetapi kami juga manusia yang punya tanggungan hidup dan keluarga yang harus disuapi,” tutup mereka dalam petisi yang kini terus diklik dan disebarluaskan.

Petisi ini bukan sekadar tanda tangan, tapi simbol bahwa kesabaran ada batasnya—dan kini, para ASN Meranti menuntut keadilan agar bisa kembali bekerja dengan hati yang tenang dan perut yang kenyang.

Di tengah desakan yang mulai menggema dari ruang-ruang kantor pemerintahan, Wakil Bupati Kepulauan Meranti, Muzamil Baharudin saat dikonfirmasi akhirnya angkat bicara.

Terkait petisi online dibuat itu oleh Forum ASN Meranti melalui platform Change.org, ia merespons dengan tenang dan terbuka.
“Ya tidak apa-apa, malah bagus dan itulah cara seseorang berekspresi meungkapkan sesuatu yang harus diungkapkan. Kenapa harus dilarang? Negara kita kan negara demokrasi,” ucap Muzamil singkat, dengan ekspresi tenang dihubungi via telepon.

Bagi Muzamil, petisi itu bukan bentuk perlawanan, tetapi wujud kegelisahan yang sah—sebuah suara dari barisan ASN yang sudah terlalu lama menanti kejelasan atas hak yang belum mereka terima selama sembilan bulan. Suara yang lahir dari kebutuhan, bukan sekadar ketidakpuasan.

Namun, saat ditanya soal kepastian pembayaran TPP yang tertunggak sejak September 2024 hingga Mei 2025, Muzamil tak menjawab secara rinci. Ia memilih untuk menahan penjelasan detail, sembari memberi isyarat akan digelarnya konferensi pers dalam waktu dekat.

Meski begitu ia memberikan sebuah sinyal seakan-akan ada satu hal yang harus ditegaskan, dimana keterlambatan ini bukanlah kesengajaan atau bentuk pengabaian. Menurutnya, kondisi keuangan daerah yang sangat bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat—yang porsinya mencapai 90 persen—menjadi akar dari semua keterlambatan tersebut.  (Firman)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.