DERAKPOST.COM – Massa dari buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), menggelar aksi besar di dua titik strategis. Yakni kawasan operasional PT Riau Andalan Pulp & Paper (PT RAPP), dan Kantor Bupati Pelalawan.
Aksi ini menjadi ledakan suara buruh yang selama ini merasa diperlakukan tidak adil, terutama didalam praktik ketenagakerjaan yang dianggap merugikan. Massa itu, juga
melakukan aksi di depan Pintu Masuk Pos 1 PT RAPP, berlangsung damai. Menyikapi maraknya PHK dan diskriminasi hak buruh outsourching dan buruh perkebunan,
FSPMI di Kabupaten Pelalawan menggelar aksi damai, menyampaikan aspirasinya itu hari Senin (17/11/2025). Massa aksi, mulai
menjadi ledakan suara buruh yang selama ini merasa diperlakukan tidak adil, bahkan terutama terkait praktik di ketenagakerjaan yang dianggap telah merugikan buruh atau pekerja. Ini menjadi tuntutan FSPMI.
Dalam orasinya Ketua DPW FSPMI Provinsi Riau Satrria Putra menyampaikan bahwasa massa aksi tentu mengecam keras dugaan ada praktik outsourcing ilegal yang diduga terus berlangsung di lingkungan PT RAPP. Maka katanya, FSPMI menilai pada sistem tersebut yang telah meminggirkan hak-hak pekerja, perusahaan terbesar di Riau.
Didalam hal ini FSPMI menyampaikan poin tuntutan pada PT RAPP:
• Hapus Outsourcing yang dinilai telah membuka ruang eksploitasi dan ketidakpastian kerja.
• Tolak PHK Sepihak yang dianggap kerap terjadi tanpa prosedur yang manusiawi dan tidak sesuai aturan.
• Kenaikan Upah Tahun 2026 sebesar 8,5% – 10,5%, sebagai bentuk pemulihan kesejahteraan buruh pasca stagnasi upah beberapa tahun terakhir.
• Perlindungan Hak Normatif Pekerja Perempuan, termasuk jaminan terkait kesehatan reproduksi, cuti haid, cuti melahirkan, dan perlakuan tanpa diskriminasi.
• Pemenuhan Hak Normatif Pekerja Kontraktor yang bekerja di seluruh operasional PT RAPP di Kabupaten Pelalawan.
• Penguatan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) untuk mencegah kecelakaan kerja dan memastikan lingkungan kerja yang manusiawi.
FSPMI meenegaskan bahwa aksi ini bukan sekadar protes, melainkan peringatan keras kepada perusahaan dan pemerintah daerah agar menghentikan praktik ketenagakerjaan yang merugikan dan segera membuka ruang dialog yang jujur serta transparan.
Ketua Kordinator aksi Yudi Efrizon menyatakan bahwa buruh sudah terlalu lama menahan diri.
“Jika pemerintah dan perusahaan terus menutup mata, maka gerakan buruh tidak akan berhenti sampai keadilan benar-benar ditegakkan. Kami menuntut hak, bukan meminta belas kasihan”, ujar Yudi.
“Kami menuntut pemerintah daerah untuk turun tangan, melakukan pengawasan ketat, serta menindak tegas perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran hak-hak buruh,” katanya. (Rilis)