Pemprov Riau Jangan Hanya Diperingkat pada Perusahaan Perusak Lingkungan

0 58

DERAKPOST.COM – Baru-baru ini, Pemprov melakukan suatu evaluasi terhadap kinerja lingkungan hidup perusahaan di daerah ini. Yakni, adanya penilaian Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) periode 2023–2024, sebanyak 81 dari 304 perusahaan mendapatkan peringkat Merah, sementara 10 lainnya bahkan ditangguhkan karena itu tak memenuhi standar minimum pengelolaan lingkungan hidup.

Hal demikian malah mendapat atau menuai
sorotan tajam dari Jikalahari. Sebab hingga kini belum ada tindakan tegas itu dilakukan benar-benar menyentuh jantung persoalan. Penilaian yang mestinya menjadi instrumen kontrol publik terhadap kepatuhanya pihak korporasi terhadap lingkungan, justru yang dikhawatirkan itu hanya agenda seremonial administratif belaka.

Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setyo, menyebut PROPER seharusnya tidak menjadi alat legitimasi korporasi untuk mendapatkan akses pendanaan, sementara praktik lapangan menunjukkan pelanggaran berat terhadap lingkungan.

“Mengenai PROPER, jangan sampai hanya jadi formalitas. Banyak perusahaan yang memanfaatkan status emas, hijau, biru hanya untuk mendapatkan akses permodalan. Tapi yang merah dan ditangguhkan? Sampai hari ini jarang sekali ada yang benar-benar dihukum tegas,” tegas Okto.

Menurut Okto, penilaian ini harus dibarengi dengan sistem pengawasan dan penegakan yang nyata. Jika sebuah perusahaan terbukti berulang kali merusak lingkungan, seharusnya bukan sekadar mendapatkan peringkat merah atau ditangguhkan, melainkan izin usahanya langsung dicabut.

“Kalau perlu ya cabut aja izinnya. Ngapain perusahaan yang bermasalah dibiarkan tetap beroperasi?” ujarnya. Ia juga menilai lemahnya penegakan hukum berasal dari inkonsistensi koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat. Padahal, kewenangan soal izin lingkungan, khususnya untuk sektor perkebunan dan kehutanan, sebagian besar ada di level pemerintah daerah.

Pernyataan ini senada dengan kritik publik bahwa PROPER lebih sering dijadikan “pajangan” daripada alat perubahan. Jika tidak diikuti dengan sistem sanksi yang kuat, terutama terhadap pelanggar berulang, maka sistem penilaian tersebut hanya akan memperpanjang daftar pembiaran terhadap kerusakan ekologi Riau.

Berdasarkan halaman resmi Kementerian LHK Indonesia, penilaian PROPER dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu kriteria ketaatan dan beyond compliance (melebihi ketaatan). Kriteria ketaatan mengevaluasi apakah perusahaan telah memenuhi peraturan lingkungan yang berlaku, seperti kepemilikan dan pelaporan dokumen lingkungan, pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan limbah B3, hingga pengendalian pencemaran air laut. Untuk kegiatan pertambangan, penilaian juga mencakup potensi kerusakan tanah yang dilihat dari penerapan praktik tambang terbaik, pengendalian erosi, dan sistem drainase.

Sementara itu, kriteria beyond compliance menilai komitmen lebih perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan secara proaktif. Penilaian meliputi penerapan sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, penurunan emisi gas rumah kaca, dan pemanfaatan energi terbarukan. Selain itu, aspek 3R (Reduce, Reuse, Recycle) untuk limbah B3 dan non-B3, konservasi air, perlindungan keanekaragaman hayati, serta pengembangan masyarakat berbasis pemetaan sosial dan kelompok rentan juga menjadi indikator penting. Kriteria ini bersifat dinamis dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi serta isu lingkungan global.

Gubernur Riau, Abdul Wahid, dalam acara Penyerahan Sertifikat PROPER dan Penandatanganan Komitmen Pajak Daerah di Balai Serindit, Senin (16/6/2025), menyatakan bahwa peringkat merah bukan sekadar catatan, melainkan peringatan keras. Namun pernyataan tersebut justru menjadi ironi, karena belum ada kabar tindakan tegas perusahaan-perusahaan yang terus membandel.

Sementara masyarakat Riau saban tahun dihantui oleh asap kebakaran hutan, banjir akibat deforestasi, dan konflik agraria, para pemilik usaha yang jelas-jelas mencemari lingkungan masih leluasa menjalankan bisnisnya.

Maka pertanyaan besarnya: untuk siapa sebenarnya sistem PROPER ini dibuat? Apakah untuk melindungi alam dan rakyat, atau sekadar untuk menciptakan ilusi bahwa pemerintah tegas padahal faktanya kompromi?

Jika memang PROPER tidak lagi mampu menjamin kelestarian lingkungan dan hanya menjadi etalase penghargaan bagi perusahaan-perusahaan besar, sudah saatnya Riau mengambil langkah berani. Cabut saja usaha yang melanggar. Karena bumi ini tidak butuh perusahaan yang hanya bisa menghasilkan laba, tapi meninggalkan luka.  (Dairul)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.