Pernyataan Kades Perhentian Raja Khairud Zaman Soal Kelompok Tani Hutan Bersatu Abadi Jaya, Dipertanyakan

0 268

DERAKPOST.COM – Baru-baru ini, diketahui dari Kepala Desa (Kades) Perhentian Raja, di Kecamatan Siak Hulu, Khairud Zaman ini mengemukakan akan hal pernyataan soal Kelompok Tani Hutan Bersatu Abadi Jaya terletak di Kecamatan Kampar Kiri Hilir. Ini menimbulkan kontroversi ditengah-tengah masyarakat.

Dimana dalam pernyataan tersebut Kades ini, minta agar pihak terkait keluarkan izin Kelompok Tani Hutan Bersatu Abadi Jaya terletak, di Kecamatan Kampar Kiri Hilir ini,
agar ditinjau ulang kembali. Alasan dipapar Khairud Zaman, karena adanya masyarakat Desa Perhentian Raja, sudah telah terlanjur bercocok tanam dikawasan itu, namun tak dimasukan jadi anggota Kelompok Tani.

Pernyataan disampaikanya Kades Khairud Zaman ini, tentu dinilai para pihak merupa sebuah pertanyaan yang tanpa dasar serta tak menguasai persoalan. Atau diduga juga bahwa pernyataan dikeluarkan diduga kuat ada beberapa lahan diarea Kawasan Hutan milik Negara ini yang telah diperjualbelikan. Sehingga, muncul kepanikan konsekwensi hukum yang nantinya harus dihadapinya.

Karena sesuai ketentuan aturan, bahwasa Kelompok Tani suatu daerah itu harus diisi masyarakat tempatan, atau dengan bahasa lain itu kalau Kelompok Tani di Kecamatan Kampar Kiri Hilir haruslah diisi masyarakat Kampar Kiri Hilir, bukan malah masyarakat dari kecamatan lain. Begitu pula halnya itu keterlanjuran menanam di kawasan hutan ini merupakan hal kesalahan petani sendiri. Aturan itu yang mestinya bisa dipahami.

Hal itu, disampaikan Hanafi merupa Ketua Kelompok Tani Hutan Bersatu Abadi Jaya. Menurutnya bahwa apa yang disampaikan oleh Kades Perhentian Raja adalah sebuah pernyataan yang ngawur dan juga tak ada landasan hukumnya. “Kami merasa bahwa sikap kades ini, hanya untuk memperkeruh keadaan dan bahkan menimbulkan konflik itu ditengah masyarakat,” ungkap Hanafi.

Pada kesempatan itu, Hanafi mengatakan, padahal Kades Perhentian Raja tahu, kalau lahan kelompok tani berada Desa Mantulik dan Bangun Sari itu, di Kecamatan Kampar Kiri. Dan lahan tersebut, telah memiliki izin resmi dari Kementerian LHK. Artinya, kalau
ada yang mengaku-ngaku memiliki lahan disana, maka itu bisa dipastikan adalah surat mereka tersebut Asli tapi Palsu (Aspal).

“Kami merasa bahwa sikap kades ini hanya memperkeruh keadaan dan juga timbulkan konflik. Padahal, Kades tahu bahwa lahan kelompok tani ini berada didesa Mantulik dan Bangun Sari serta kami telah memiliki izin resmi dari Kementerian LHK. Tentunya kami cukup heran kenapa setelah ada izin Kelompok Tani dikeluarkan Kemen LHK itu baru muncul berbagai konflik,” ujarnya.

Bahkan yang lebih aneh, sebutnya, kenapa masyarakat dari desa serta kecamatan lain merasa punya hak dan tanah di kawasanya hutan ini. Padahal lahan ini adalah milik PT Rimbas Seraya yang telah dicabut izin HGU pada 2018, sehingga harus ini juga kembali dikuasai oleh negara atau jadi milik negara.
Jadi pengelolaan harus mendapat izin dari negara atau lebih tepatnya Kemen LHK.

“Jadi, untuk mengelola saja harus ada izin negara. Apalagi, halnya jadi hak milik atau punya surat tanah bisa dipastikan itu tidak mungkin,” ujar Hanafi. Dikatakan dia, telah
bertahun-tahun Kelompok Tani meajukan Perhutanan Sosial yaitu diatas lahan milik negara. Perjuangan tanpa lelah inilah yang membuat bisa memperoleh izin diberikan sesuai sudah dikeluarkan Kemen LHK.

Lahan itu, yang terletak dikawasan hutan di Desa Mantulik serta Bangun Sari, berada di Kecamatan Kampar Kiri Hilir. Inilah dipatok dan ukur yang sesuai halnya petunjuk surat Kemen LHK. Bukan berarti, katanya, dalam hal ini mencoba menguasai lahan miliknya orang Perhentian Raja atau lainnya. Sebab, lahan kawasan hutan inilah yang dari sejak awal sudah diajukanya Kelompok Tani.

“Bukankah suatu hal yang ganjil jika Kades Perhentian Raja mengaku ada masyarakat yang memiliki lahan di Kawasan Hutan. Hal ini, apa dasarnya sehingga mereka memilik lahan disana. Apakah ada, yaitu pihak desa menerbitkan suatu surat di kawasan hutan tersebut, sehingga masyarakatnya Iyu bisa memiliki. Jika benar seperti itu maka orang menjual bisa dipolisikan,” ungkapnya.

Sebab sambungnya, sesuai aturan berlaku itu, kawasan hutan jelas tak bisa dijual dan diterbitkan surat tanah kepemilikan. Terkait adanya pernyataan Kades Perhentian Raja yang menyebut ada keterlanjuran itu dalam menanam disana, maka jelas bukan urusan Kelompok Tani, tapi itu jelas merupa suatu kesalahan masyarakat sendiri. Karena ada bertani (bertanam) itu, di lahan orang. (Rilis)

 

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.