Mahasiswa Sumut Ingin People Power untuk Kemajuan

0 532

MP, MEDAN – Pelaksanaan Pemilu serentak 2019 sangat menyita banyak energi masyarakat. Bagaimana tidak, saat masa kampanye dimulai masyarakat sudah terpolarisasi atau terbelah karena mendukung salah satu pasangan calon (Paslon).

Pasca pemungutan suara, tensi politik tidak juga turun. Kelompok yang tidak puas dengan pelaksanaan Pemilu menyuarakan people power. Namun, people power yang disuarakan saat ini lebih kepada upaya mendelegitimasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara.

Ketua Umum Badko HMI Sumut, Alwi Hasbi Silalahi mengungkapkan sebelum tanggal 22 Mei 2019, masyarakat akan terus berbicara tentang gerakan people power.

“Sebelum tanggal 22 Mei banyak orang yang berbicara people power. People power sesungguhnya bagaimana berfikir Indonesia lebih maju,” ujarnya dalam acara Forum Diskusi Positive People Power with Positive Power dengan tema Tekad Positif Menuju Indonesia Emas 2045 di Hotel Grand Ina, Rabu (15/5) dilansir Gatra.

Turut hadir dalam kesempatan itu Rektor Universitas Dharmawangsa, Dr Kusbianto. Korwil GMKI Sumut, Gito Pardede. Ketua IPNU Sumut, Muslim Pulungan. Dosen Universitas Krina Upayana, Ade Reza Hariyadi dan Pengamat Politik, Aulia Andri.

Alwi menilai gerakan people power yang disuarakan saat ini lebih kepada gerakan makar. Ia membandingkan antara gerakan people power yang digaungkan saat ini dengan people power 1998 lalu. “1998 dan saat ini beda, dahulu kondisi ekonomi sulit, krisis, makanya ingin menumbangkan rezim saat itu. Kalau saat ini tidak demikian,” terangnya.

Badko HMI Sumut, kata dia, ingin fokus bagaimana membuat atau berfikir untuk Indonesia lebih maju daripada membuat masyarakat pusing. “Hari ini kita ditantang untuk pemanfaatan perdagangan digital, melalui kegiatan ini melahirkan kegiatan positif,” terangnya.

Akademisi dari Universitas Negeri Medan, Aulia Andri mengungkapkan mahasiswa yang berada di depan saat ada people power pada 1998 lalu. Namun, konteks 1998 lalu dengan saat ini berbeda saat ini. “Dulu setelah pemilu 1997 ada kenaikan harga BBM, ada tuntutan reformasi yang disuarakan mahasiswa, itu pemicunya,” katanya.

Ungkapnya, saat ini kondisinya berbeda, karena kondisi ekonomi saat ini masih stabil, ancaman tidak luas, stabilitas politik juga baik. “Disatu sisi pilpres ditolak, pileg diterima, itu ambigu yang kemudian memecah dalam tanda kutip kekuatan dalam memicu people power,” terangnya.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.