Yayasan Riau Madani Curiga KLHK Sedang Bermain Drama Soal Kebun Sawit 1.200 Hektare di TNTN

DERAKPOST.COM – Hingga saat sekarang ini, pihak Yayasan Riau Madani mensinyalir dugaan terjadi drama baru pasca terbitnya putusan dari Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan dilakukannya penegakkan hukum terhadap pengelolaan kebun sawit seluas 1.200 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Provinsi Riau.

Bak cerita film layar lebar berjudul ‘Agak Laen’ yang laris ditonton jutaan pasang mata warga di Tanah Air, penyelesaian hukum atas putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) tersebut, kini justru dinilai Yayasan Riau Madani telah memunculkan episode yang baru.

Ikhwal dugaan munculnya drama dalam kasus kebun sawit di TNTN itu berawal dari sepucuk surat yang diteken Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro tertanggal 6 Mei 2024 lalu. Surat itu berisi undangan kepada Kepala Desa Bagan Limau menghadiri pertemuan yang dilaksanakan hari Rabu (8/5/2024).

Adapun lokasi pertemuan dilaksanakan di aula Desa Bagan Limau. Kades Bagan Limau dalam surat itu oleh Heru, juga diminta mengundang sejumlah pengurus kelompok tani, koperasi dan individu untuk ikut hadir. Ada sebanyak 9 kelompok tani, dua koperasi dan satu individu yang ikut diundang.

Surat undangan itu berjudul ‘Sosialisasi Putusan Gugatan TUN Yayasan Riau Madani”. Surat undangan ini juga ditembuskan ke Menteri LHK, Bupati Pelalawan, Dirjen Gakkum dan Dirjen KSDAE, Kepala Biro Hukum, Sesdit KSDAE KLHK dan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Sumatera.

“Dengan ini kami minta kesediaan Saudara untuk mengundang kelompok atau perorangan yang terdata menguasai kebun kelapa sawit yang menjadi objek gugatan tersebut,” tulis Heru Sutmantoro dalam surat undangannya.

Heru dalam suratnya mengutip putusan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) dalam perkara yang dilayangkan Yayasan Riau Madani melawan Kepala Balai TNTN (Tergugat I), Dirjen Penegakan Hukum LHK (Tergugat II) dan Menteri LHK (Tergugat III).

Adapun salah satu bunyi amar putusannya yakni Mewajibkan untuk melakukan penegakan hukum terhadap areal yang terdapat perkebunan kelapa sawit seluas 1.200 hektare serta sarana penunjangnya, dengan melakukan halnya itu penyegelan, pemasangan plang, penyidikan  dan atau tindakan penegakan hukum lainnya berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Putusan perkara ini oleh Ketua PTUN Pekanbaru sejak Jumat, 22 Maret 2024 lalu telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap. Menteri LHK dkk diminta untuk segera mengeksekusi putusan sesuai dengan amarnya. Namun sampai saat ini eksekusi tak kunjung dilakukan.

Ketua Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH menilai pihak Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) mulai main drama atas putusan perkara yang digugat pihaknya. Menurutnya, muncul sejumlah kelompok tani, koperasi dan individu seakan dikesankan sebagai pihak yang mengelola kebun sawit seluas 1.200 hektare di TNTN yang menjadi objek gugatan.

“Kok tiba-tiba sekarang muncul kelompok tani. Setelah putusan inkrah dan wajib dieksekusi, mengapa ada muncul kelompok tani? KLHK mulai main drama atas putusan TUN yang sudah inkrah tersebut,” sebut Surya Darma, hari Jumat (10/5/2024).

Ia menaruh curiga terhadap kelompok tani, koperasi dan individu yang dimunculkan oleh Balai TNTN. Dikarena ada kelompok tani dadakan atau hanya atas nama, yang seakan-akan mereka ada yang mengelola kebun sawit di TNTN itu. Perlu dipertanya kelompok-kelompok tani tersebut.

Menurutnya, bisa saja kemunculan halnya sejumlah kelompok tani itu akan dikaitkan itu dengan kebijakan pengampunan atau keterlanjuran kebun sawit dalam kawasan hutan yang diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja. Sementara, pada sisi lain ada dalil-dalil Menteri LHK dkk menggunakan UU Cipta Kerja itu telah dikesampingkan majelis hakim dalam putusannya.

“Apakah kelompok tani ini akan masuk dalam program keterlanjuran kebun sawit dalam kawasan hutan? Kalau itu terjadi, maka perkara ini akan punya cerita lain. Kami akan terus memantau perkembangannya,” tegas Surya.

Menurut Surya, sejak awal pihaknya mendapat informasi bahwa kebun sawit seluas 1.200 hektare tersebut dikelola oleh korporasi sawit besar di Riau. Korporasi sawit tersebut dalam persidangan di PTUN Pekanbaru sempat dipanggil dua kali, namun tidak pernah hadir.

Kata Surya Darma, tanda-tanda kebun sawit dikelola perusahaan tampak dari keseragaman jenis dan bentuk tanaman sawit dan infratruktur pendukungnya. “Tanaman sawit yang menjadi objek gugatan kami mirip dengan kebun sawit perusahaan yang ada di sampingnya,” kata Surya.

Diketahui berita sebelumnya, Manager Humas PT Inti Indosawit Subur, Ahmad Taufik pernah membantah perusahaan tersebut terlibat dalam pengelolaan kebun sawit yang menjadi objek gugatan Yayasan Riau Madani.

Ahmad melalui surat dikirim ke redaksi
SabangMerauke News, dengan mengklaim publikasi menyebut kebun seluas 1.200 hektar dikelola PT Inti Indosawit Subur merugikan citra perusahaan di mata stakeholder. Diketahui, PT Inti Indosawit Subur merupakan salah satu perusahaan anggota Rountable on Suistanable Palm Oil (RSPO). Perusahaan ini juga tergabung dalam Asian Agri Grup.

Kepala Balai TNTN, Heru Sutmantoro yang dikonfirmasi belum menjawab akan halnya konfirmasi SabangMerauke News, ikhwal surat undangan dan pertemuan yang digelar hari ini bersama kepala desa dan sejumlah kelompok tani.

Putusan Dinyatakan Berkekuatan Hukum Tetap

Sebelumnya, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru telah menerbitkan surat penetapan dikabulkannya permohonan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung (MA) terkait keberadaan kebun kelapa sawit seluas 1.200 hektare di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Provinsi Riau yang digugat oleh Yayasan Riau Madani.

Penetapan eksekusi dituangkan dalam surat bernomor :36/PEN.EKS/TF/ 2022/PTUN.PBR pada Jumat (22/32024) lalu.

Dalam surat penetapan tersebut, Ketua PTUN Pekanbaru memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dirjen Penegakan Hukum dan Lingkungan KLHK serta Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) untuk melaksanakan putusan MA nomor: 359 K/TUN/TF/2023 tanggal 8 Desember 2023.

Surat penetapan Ketua PTUN Pekanbaru itu merupakan respon atas surat permohonan eksekusi yang dilayangkan Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma Hasibuan SAg, SH, MH pada 11 Desember 2023 lalu.

Sebelumnya, diketahui juga, Ketua PTUN Pekanbaru Hariyanto Sulistyo Wibowo ada mengeluarkan penetapan bahwa putusan perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (BHT) lewat surat penetapan nomor: 36/PEN/PTS.BHT/TF/2022/PTUN.PBR pada tanggal 27 November 2023 silam. Namun, sejak diterbitkan surat penetapan putusan telah BHT, Menteri LHK Siti Nurbaya dkk tak kunjung melaksanakan kewajiban hukumnya.

Dalam surat penetapan dikabulkannya permohonan eksekusi putusan, Ketua PTUN Pekanbaru Hariyanto Sulistyo Wibowo juga mengingatkan Menteri LHK dkk atas sanksi administratif yang bisa dijatuhkan jika tidak melaksanakan putusan hukum tersebut.

“Berdasarkan Pasal 3 (2) huruf l Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif kepada Pejabat Pemerintah disebutkan, “Pejabat Pemerintah memiliki kewajiban mematuhi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” demikian bunyi kutipan surat penetapan Ketua PTUN Pekanbaru.

Sementara pada Pasal 7 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 disebutkan tentang adanya penjatuhan sanksi administratif sedang yang bisa dikenakan kepada pejabat pemerintahan. Adapun bentuk sanksi administratif sedang yang bisa dijatuhkan tertera dalam Pasal 9 ayat 2 huruf a, b dan c.

Sanksi administratif sedang sebagaimana dimaksud berupa:

a. Pembayaran uang paksa dan/atau ganti rugi;

b. Pemberhentian sementara dengan memperoleh hak-hak jabatan; atau:

c. Pemberhentian sementara tanpa hak-hak jabatan.

“Memperhatikan ketentuan Pasal 116 ayat (2) jo Pasal 119 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004 jo UU Nomor 51 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi kepada Pejabat Pemerintah,” demikian bunyi surat Ketua PTUN Pekanbaru. (Rul)

klhkMadaniRiauyayaaan
Comments (0)
Add Comment