Waduh…. Tahun 2024 di DPRD Riau, Ada Temuan 1.589 Tiket SPPD Fiktif

DERAKPOST.COM – Sebagaimana halnya diketahui, saat sekarang ini kasus korupsi di DPRD Riau yang telah merugikan negara Rp196 miliar berdasarkan hasil audit BPKP RI, hal itu tengah menunggu penetapannya tersangka di Polda Riau. Kendati demikian, tahun 2024 mencuat kembali permasalah yang sama.

Artinya, dengan kejadian yang telah terjadi dan sedang proses hukum itu tak menjadi pembelajaran. Buktinya, pasa tahun 2024 itu dengan ditemukannya lagi kasus 1.589 tiket perjalanan fiktif yang telah merugikan negara sebesar Rp2.647.534.278. Didalam hal ini parahnya lagi yang setelah dilakukan pengecekan dari 500 sampel nama diambil itu, tidak satu nama pun yang berkesesuain dengan nama anggota DPRD Riau.

Kasus korupsi di DPRD Riau dilakukan dengan berbagai modus operandi dan  dilakukan secara sistematis dan massif. Seperti ada sindikat yang melakukan aksi korupsi di DPRD Riau karena pergantian Sekwan dan pengusutan kasus korupsi oleh Polda Riau tidak menghentikan kasus korupsi di DPRD Riau.

“Perlu dilakukan pengusutan tuntas terhadap sindikat ini dan pergantian total terhadap pimpinan yang ada di Sekretariat DPRD Riau agar kasus korupsi di DPRD Riau bisa dihentikan,” ujar Direktur Lembaga Anti Korupsi Riau (LAKR), Armilis Ramaini SH MH.

Pada tahun 2024, jelas Armilis, Pemprov Riau telah menganggarkan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 345.068.768.320.10 dan terealisasi sebesar Rp 263.130.054.259.00 atau setara 76.25 persen. Anggaran perjalanan dinas diperuntukkan guna menunjang kinerja ASN dan para anggota dewan. Seperti melakukan studi banding dan mengikuti seminar dan pelatihan. “Ironisnya biaya perjalanan dinas malah dijadikan sebagai sarana untuk melakukan korupsi dan memperkaya diri sendiri,” ujar Armilis.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI perwakilan Riau tahun 2025 ditemukan adanya penggunaan tiket pesawat untuk perjalanan fiktif atau perjalanan yang tidak dilaksanakan. Jumlah tiket perjalanan fiktif mencapai angka 1.589 dengan tujuan berbagai kota di Indonesia. Jumlah kerugian negara akibat tiket perjalanan fiktif ini mencapai Rp 12.647.534.278.00. “Temuan dalam LHP BPK RI baru hasil audit administrasi. Kalau dilakukan audit investigasi hampir dipastikan angka korupsi dalam LHP BKK RI jauh lebih besar,” ujar Armilis.

Untuk mengungkap lebih jauh kasus tiket perjalanan fiktif ini, lanjut Armilis, tim LAKR mencoba untuk mencocokkan nama pelaku tiket perjalanan  fiktif dengan nama anggota DPRD Riau. Sebanyak 500 nama pelaku dalam LHP BK RI diambil dan muncul 91 nama berbeda diantaranya berinisal AP, DR, EN, IH, IC, JU, Km, LNW, LO, , MAA, MAS, MF, MU, RF, PMR, RR, RM, RI, TRZ, TK, TH, VLP, YE, YRR, OK, YRS, RA, SR, MA, , AAN, SR, MP, ABH, Fa, Ra, NVN, Yd, NW, FG, RKS, ZF, AA, ES, ZF, MH, ZU, LK, HS, RFR, YD, MH, ZU, HA, SF, KZ, FS, HA, ITH, AA, WDH, AYN, ZTA, MDR, Ag, IY, WSR, SRA, IK, AHB, PH, NIP, LFI, RS, AK, YRR, HO, HH, WBR, TF, IN. “ 91 nama dari 500 nama yang dijadikan sampel dalam LHP BPK setelah dicek ulang tidak ada satu nama pun yang berkesesuaian dengan nama-nama anggota DPRD Riau dan semua pelaku adalah pegawai Sekwan,” ujar Armilis.

Armilis menduga, ada sindikat yang bermain dalam terbitnya tiket perjalanan fiktif tersebut. Sebab, dalam 500 nama yang diambil tidak seorang pun anggota dewan yang terlibat. Terbitnya tiket pesawat melalui mekanisme yang melibatkan pimpinan DPRD Riau dan Sekretariat Dewan. “Patut diduga ada sindikat dalam terbitnya tiket perjalanan fiktif tersebut dan hampir dipastikan melibatkan pimpinan dewan dan Sekretariat  Dewan,” ujar Armilis.

Untuk mengungkap kasus yang sangat memalukan lembaga DPRD Riau, kata Armilis, perlu dilakukan pengusutan tuntas oleh Kejati Riau. Sebab, Kejati Riau baru saja melakukan mutasi dan melantik para pejabat baru. “Kejati Riau dengan aparat yang masih segar dan tidak punya beban masa lalu di Riau diminta untuk mengungkap kasus tiket perjalanan fiktif di DPRD Riau yang merugikan negara 12,6 miliar lebih. Pemprov Riau juga diminta untuk segera memutasi para pejabat di lingkungan Sekwan yang diduga terlibat dalam sindikat terbitnya tiket perjalanan fiktif ini,” tegas Armilis.

Kasus tiket perjalanan  fiktif ini, kata Armilis, bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019  terutama pada Pasal 121 ayat (2) yang menyatakan bahwa pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dnegan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran APBD bertanggungjawab terhadap beberapa material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud. Juga bertentangan dengan Peraturan Gubernur Riau Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pedoman Perjalanan Dinas yang Bersumber dari APBD.

Mantan Ketua DPRD Riau Yulisman yang dikonfirmasi melalui Whatshap tidak memberikan kementar. Sedangkan Wakil Ketua DPRD Riau Parisman Ikhwan yang dikonfirmasi mengatakan bahwa dia tidak mengetahui ada permasalahan tersebut. “Maaf, saya tidak mengetahui akan halnya  permasalahan tersebut,” jawabnya singkat.  (Alek)

DPRDfiktifperjalananRiautiket
Comments (0)
Add Comment