Waduh…. Dosen Gugat Gaji di Bawah Upah Minimum, Komisi X DPR: Masuk Revisi UU Sisdiknas

DERAKPOST.COM – Diketahui, dari Serikat Pekerja Kampus dan Dosen Gugat UU Guru serta Dosen ke MK, sorot gaji bawah UMR. Komisi X DPR sebut kesejahteraan dosen masuk revisi UU Sisdiknas. Yakni gugat UU Nomor 14 Tahun 2005.

Merespons gugatan ini, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, isu kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, termasuk dosen saat ini menjadi isu strategis dalam proses revisi UU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Revisi UU Sisdiknas ini termasuk kodifikasi UU Guru dan Dosen.

“Dalam draf RUU Sisdiknas yang masih pada tahap penyusunan, ditegaskan bahwa dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, dosen berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum serta jaminan sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Hetifah dalam keterangan yang diterima redaksi, Sabtu (27/12/2025).

Penghasilan Dosen dalam RUU Sisdiknas
Ia merinci, penghasilan dosen dalam draf RUU Sisdiknas meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan profesional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan/atau maslahat tambahan yang diberikan terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai dosen, yang ditetapkan berdasarkan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

Komisi X DPR RI mengakui masalah kesejahteraan dosen, termasuk dosen non-ASN dan dosen pada perguruan tinggi Tinggi swasta (PTS), merupakan persoalan struktural yang hingga kini belum selesai. Masih ada dosen yang menerima penghasilan di bawah standar kelayakan hidup dan penghasilan di bawah UMR daerahnya.

Dikutip dari laman Detik. Pengaturan penghasilan dosen sendiri menurut Komisi X DPR tidak sepenuhnya disamakan dengan mekanisme pengupahan buruh atau pekerja pada sektor industri lantaran punya karakteristik sendiri. Namun, prinsip dasar pemenuhan penghidupan yang layak tetap merupakan kewajiban negara.

Sementara itu, Komisi X DPR mengakui penguatan kesejahteraan pendidik, baik dosen maupun guru, tidak dapat dipisahkan dari upaya peningkatan mutu pendidikan nasional secara menyeluruh. Pihaknya menyatakan terbuka terhadap aspirasi dan dialog konstruktif dari para dosen, asosiasi profesi, dan stakeholders pendidikan tinggi untuk perbaikan kebijakan lewat revisi UU Sisdiknas.

 

Gaji Dosen Tidak Layak

Pada pengajuan ke MK, para pemohon menggugat pasal 52 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Guru dan Dosen. Salah satu pemohon, Rizma Alfian, mengatakan kelayakan upah dosen tidak memiliki parameter.

Ia menjelaskan, pada pasal 52, parameter upah layak yakni kebutuhan hidup minimum. Parameter ini lalu diganti dengan kebutuhan hidup layak (KHL).

“Karena di pasal 52 sendiri parameter upah layak disebutnya adalah menggunakan kebutuhan hidup minimum. Jadi kebutuhan hidup minimum itu sudah nggak ada sejak tahun 2005 dan kemudian beralih jadi kebutuhan hidup layak,” kata Rizma, dilansir dari 20detik.

Namun, sambungnya, sejak PP Pengupahan terbit pada 2015, tidak ada mekanisme penetapan upah minimum berdasarkan survei harga-harga kebutuhan hidup layak, tetapi menggunakan formula ekonomi indeksasi kenaikan upah.

“Sejak ada indeksasi kenaikan upah, akhirnya hilang parameter hidup layak. Jadi upah kita itu layak, itu tidak punya parameternya,” jelasnya.

Di samping itu, komponen pengupahan dosen dijelaskan Rizma sudah termasuk komponen tunjangan lain. Kondisi ini dinilai berbeda dengan komponen pengupahan pekerja lain, yang lazimnya menggunakan upah minimum untuk penghitungan gaji pokok saja.

“Sehingga pertanyaannya, bagaimana caranya dosen bisa hidup sejahtera, gajinya memenuhi harus di-include semua tunjangan itu, sementara pekerja lain pada umumnya hanya basic wage atau upah dasarnya saja,” ucapnya.

“Nah, ini yang jadi persoalannya yang membuat kami menginisiasi permohonan uji materi di MK,” sambung Rizma.

Pemohon lainnya juga menyoroti banyaknya temuan gaji dosen di bawah UMR daerah perguruan tinggi masing-masing.

Isman Rahmani Yusron mengatakan, gaji pokoknya sebagai pengajar salah satu perguruan tinggi di Bandung sebesar Rp 2.567.252 per bulan. Gajinya di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kota Bandung 2025 yang sebesar Rp 4.209.309.

Penghasilan bersih Isman pada Oktober 2025 sebesar Rp 2.805.269, yang terdiri dari gaji pokok dan sejumlah tunjangan.

Gaji Dosen di Bawah Upah Minimum
Pemohon lainnya, Riski Alika Istiqomah mengatakan gajinya di bawah upah minimum kampusnya mengajar. Gaji pokoknya sebesar Rp 1,5 juta, uang makan Rp 20 ribu per hari hadir, serta tunjangan peningkatan kinerja Rp 500 ribu.

Para pemohon juga menyatakan, sejumlah kampus swasta memberikan gaji dosen di bawah UMR.

Isi Petitum Gugatan Dosen
Berikut isi petitum gugatan tentang penghasilan dosen bernomor 272/PUU-XXIII/2025 ini sebagaimana tercantum dalam laman MK:

1. Mengabulkan permohonan PARA PEMOHON untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) huruf a meliputi gaji pokok yang sekurang-kurangnya setara dengan upah minimum regional yang berlaku di satuan pendidikan tinggi berada, yang didukung dengan kompensasi lainnya untuk memenuhi kebutuhan produktif dan profesional dosen yang bersifat tetap, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi”.

3. Menyatakan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586) sepanjang kata “…gaji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Gaji pokok yang sekurang-kurangnya setara dengan upah minimum regional yang berlaku di satuan pendidikan tinggi berada, yang didukung dengan kompensasi lainnya untuk memenuhi kebutuhan produktif dan profesional dosen yang bersifat tetap, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi”.

4. Menyatakan Pasal 52 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586) sepanjang kata “…gaji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “Gaji pokok yang sekurang-kurangnya setara dengan upah minimum regional yang berlaku di satuan pendidikan tinggi berada, yang didukung dengan kompensasi lainnya untuk memenuhi kebutuhan produktif dan profesional dosen yang bersifat tetap, yaitu tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, serta maslahat tambahan yang terkait dengan tugas sebagai dosen yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi”.

5. Memerintahkan putusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memiliki pendapat lain, mohon untuk diputus yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). (Dairul)

 

DosenDPRgajiminimumUpah
Comments (0)
Add Comment