Waduh …. Ada Tiktok Tolak SK Menhut Terkait Hutan Kemasyarakatan di Kebun Sawit Warga Kampar Kiri Hilir

DERAKPOST.COM – Saat ini terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan terkait penunjukkan areal Hutan Kemasyarakatan (HKm). Hal itu, mendapat penolakan keras masyarakat petani kelapa sawit di wilayah Kecamatan Kampar Kiri Hilir, di Kabupaten Kampar tersebut.

Areal HKm tersebut berada di perkebunan kelapa sawit itu telah dikelola masyarakat sejak 15 hingga 20 tahun lalu. Perwakilan warga yang kebun sawitnya menjadi objek HKm, Nedi menyatakan, masyarakat akan melakukan perlawanan keras, jikalau areal HKm tersebut berada di atas kebun sawit mereka.

Menurutnya, terbitnya SK HKm tersebut sarat itu akan penyimpangan dan sangat merugikannya masyarakat pemilik kebun sawit. “Ini tentu, namanya ini perampokan. Masyarakat itu sudah lama berjerih lelah mengelola kebun sawit. Namun, sekarang hanya bermodalkan SK HKm, seenaknya saja mau menggusur kami. Kami ini akan melawan untuk bisa mempertahankan hak kami,” kata Nedi.

Ia pun menduga ada permainan kotor dan cacat prosedural atas penerbitan HKm dan kelompok tani hutan yang ditunjuk sebagai pengelola areal HKm tersebut. Ungkap dia, jangan sampai kebun masyarakat mereka rampas dan bagi-bagi dengan seenaknya. Karena ada mendengar rumor pembagian jatah kebun sawit pada untuk orang-orang tertentu. Ini tindakan sangat menyakitkan bagi masyarakat di negara Pancasila.

Dikutip dari Sabangmeraukenews. Disebut dia, masyarakat yang telah menyampaikan penolakan atas terbitnya SK HKm tersebut ke Kementerian Kehutanan selaku otoritas yang memberikan perizinan. Mereka dalam hal ini mendesak agar Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mencabut SK HKm. Sebab telah menjadi sumber konflik horizontal di tengah masyarakat dan merampas halnya masyarakat.

“Menteri Kehutanan harus segera mencabut SK HKm tersebut. Harus diaudit ulang bagaimana prosesnya, bagaimana pertek (persetujuan teknis) bisa terbit dan bagaimana verifikasi lapangan dilakukan. Karena ujug-ujug HKm itu diterbitkan dan membuat kaget masyarakat,” kata Nedi.

Nedi juga juga menyebut kalau pihaknya telah berusaha bertemu dengan pejabat di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau. Namun warga kecewa karena tak satu pun pejabat DLHK Riau yang berkenan menerima mereka.

“Pejabat dan instansi yang terlibat dalam proses dan tahapan hingga terbitnya SK HKm ini harus bertanggung jawab secara hukum, apalagi jika nantinya terjadi konflik di tengah-tengah masyarakat. Mereka harus bertanggung jawab,” tegas Nedi.

Berdasarkan  penelusuran informasi. Yakni Menteri Kehutanan menerbitkan SK Nomor 11490 Tahun 2024 tentang Persetujuan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan seluas 1.269 hektare di Kecamatan Kampar Kiri Hilir.

Adapun areal HKm tersebut berada di Desa Bangun Sari, Desa Mentulik dan belakangan melebar ke Desa Perhentian Raja. Pengelolaan HKm itu diberikan kepada Kelompok Tani Hutan (KHT) Bersatu Abadi Jaya. Areal HKm yang ditunjuk merupakan wilayah Hutan Produksi eks PT Ruas Utama Jaya (RUJ) yang beberapa tahun lalu telah dicabut perizinannya oleh Menteri LHK Siti Nurbaya.

Pejabat Kementerian Kehutanan telah dikonfirmasi soal polemik terbitnya HKm yang memicu konflik di tengah masyarakat, namun belum memberikan pernyataan. Media ini juga belum mendapatkan penjelasan dari KTH Bersatu Abadi Jaya ikhwal prosedur pengajuan HKM dilakukan.

Ribut Saat Penandaan Batas HKm

Sebelumnya diwartakan, terbitnya surat keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan areal Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kecamatan Kampar Kiri Hilir, menimbulkan penolakan keras dari masyarakat. Penunjukan areal HKM yang dikelola oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Bersatu Abadi Jaya, ditolak keras oleh warga yang selama ini telah lebih dulu menanam kelapa sawit produktif di areal tersebut.

Dalam sebuah video yang diunggah di akun TikTok @Nedi pada Selasa (6/5/2025), terlihat adu mulut terjadi antara sejumlah petugas kehutanan dengan masyarakat petani sawit.

“Jangan kami yang bodoh ini dibodoh-bodohin lagi, Pak,” kata seorang pria paruh baya yang protes.

Dalam video tersebut, terlihat kerumunan orang yang sedang berdebat. Ada petugas yang memakai seragam dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sorek, serta beberapa lainnya mengenakan pakaian tentara.

Kedatangan mereka ke lokasi kebun sawit tersebut untuk melakukan penandaan batas Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan pada 2024 lalu. Adapun areal HKm yang diberikan Menhut seluas 1.200 hektare lebih. Pengelola HKm yang ditunjuk yakni KTH Bersatu Abadi Jaya.

Masyarakat yang protes keberatan lahan kebun sawit mereka masuk ke dalam HKm. Soalnya, sudah sejak lama mereka mengelola kebun sawit di kawasan tersebut.

“Baru semalam ujug-ujug muncul SK, langsung sekarang diginikan. Gak boleh gitu,” kata warga yang protes.

Akun @Nedi menyatakan, masyarakat telah mengeluarkan biaya yang besar untuk menanam dan merawat kelapa sawit tersebut, bahkan mereka sampai berutang.

“Kami udah berhutang ke mana-mana utk membuat kebun tsb. Tapi pemerintah diam aja gak ada sedikitpun reaksinya,” tulis Nedi pada kolom komentar.

Penjelasan Kepala KPH Sorek

Kepala KPH Sorek, Amry Setiawan menyatakan, kejadian tersebut berlangsung saat dilakukannya penandaan batas HKm. Penandaan batas itu merupakan mandat yang diberikan Menhut kepada KTH yang mengelola HKM tersebut.

“Surat penunjukan HKm diterbitkan Menteri Kehutanan pada 2024 lalu. Luasnya sekitar 1.200 hektare,” kata Amry saat dikonfirmasi SabangMerauke News pada Rabu (7/4/2025).

Ia menyatakan, posisi KPH Sorek hanya sebagai pendamping dalam proses penandaan batas HKm. Selain petugas dari KPH Sorek, saat kejadian itu hadir juga pihak dari BPKH Riau, Balai Perhutanan Soal dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Gakkum Dinas LHK Riau dan aparat.

Saat ditanya tentang penerbitan HKm yang berpotensi memicu konflik horizontal antar masyarakat, Amry mengklaim kalau proses terbitnya SK HKm dari Menteri Kehutanan telah dilakukan secara berjenjang dan melewati tahap verifikasi.

“Itu prosesnya sudah mulai tahun 2020 lalu. Dan sudah ada verifikasi dari PSKL,” terang Amry.

Lantas, ketika konflik horizontal berpotensi pecah di tengah masyarakat, apa yang dilakukan oleh pemerintah? Amry mengaku telah mengusulkan agar masyarakat yang keberatan dirangkul oleh KTH Bersatu Abadi Jaya.

“Namun tentu ada syaratnya, salah satunya yakni bersedia membayar PSDH. Karena KTH yang ditunjuk oleh Menhut juga punya kewajiban,” kata Amry. (Dairul)

kebunMenhutSawittiktok
Comments (0)
Add Comment