DERAKPOST.COM – Kisruh soal Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas bumi ternyata akibat adanya perbedaan data penghitungan lifting dan produksi. Hal itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menyarankan rekonsiliasi penghitungan lifting daerah penghasil untuk diaktifkan kembali.
Menanggapi itu, Sekretaris Komisi II DPRD Riau Husaimi Hamidi mendukung saran Gubernur Riau Syamsuar mengaktifkan kembali rekonsiliasi penghitungan lifting daerah penghasil minyak dan gas (Migas). Kata dia, dulu pernah menyampaikan agar pemerintah pusat melalui SKK Migas terbuka soal lifting dan produksi minyak sehingga tidak ada saling curiga.
Lanjut dia, polemik dana transfer ke daerah yang bersumber dari Dana Bagi Hasil (DBH) minyak dan gas bumi akibat perbedaan data penghitungan liftingan produksi minyak. Husaimi menekankan, Pemprov Riau harus memegang data mutakhir dari SKK Migas apabila rekonsiliasi tersebut disetujui pemerintah pusat.
“Sehingga kita ada pegangan apa yang menurut kita benar. Karena kan rekonsiliasi itu mencocokkan data kita dan data pusat. Sekarang pemerintah provinsi punya data enggak untuk rekonsiliasi itu?” kata Husaimi dikutip dari Cakaplah com.
Ia juga menyoroti rendahnya jatah yang diterima daerah penghasil Migas yang diatur Undang-undang DBH Migas. Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah itu mengatur DBH minyak bumi dibagi dengan imbangan 85 persen untuk pemerintah pusat dan 15 persen untuk pemerintah daerah.
“Menurut saya DBH untuk kita terlalu kecil, harus kita tagih itu ke pusat. Saya khawatir terlalu tinggi cost recovery yang dihitung SKK Migas. Oleh karena itu, kita minta pusat terbuka dalam penghitungan DBH ini, sehingga nanti jelas,” kata dia.
Masalah lain, adanya dana transfer tunda bayar DBH dari pemerintah pusat ke daerah yang risikonya ditanggung Pemprov Riau. “Ini kan tahu-tahu ada tunda bayar dan tunda salur. Pemerintah pusat tak boleh menunda itu karena kewajiban kita di daerah tak bisa ditunda. Kalau kita mau jujur hari ini pembagian untuk kita belum layak,” jelasnya.
Sementara itu, Gubernur Riau Syamsuar menyebut, untuk menghindari perbedaan data antara pusat dan daerah penghasil, rekonsiliasi ini bisa dilaksanakan lagi. Dengan tujuan agar adanya kesepahaman antara pusat dan daerah penghasil berkaitan dengan DBH tersebut.
“Jadi kita bisa bandingkan data dari provinsi, kabupaten dan bersama Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan dan Kemendagri,” ucapnya. Gubri menjelaskan, seperti data yang ada saat ini, ada pengurangan lifting
DBH Migas antara tahun 2021 tersebut dibanding dengan 2022. Pada tahun 2021 liftingnya sebesar 66 juta yang sudah dihitung DBH Migas untuk se Riau. Tahun 2022 justru turun menjadi 49 juta. **Rul