Setelah Serukan Tutup PT Toba Pulp Lestari, Ephorus HKBP Sampaikan Komunikas Tokoh Batak Toba

DERAKPOST.COM – Diketahui, bahwasanya muncul pernyataan atau seruanya Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan. Dimana serukan tutup Toba Pulp Lestari (TPL), ada  yaitu Kabupaten Toba. Sebagai bahan baku perusahaan ini, lahan konsensi itu menjadi areal penanaman kayu eukaliptus.

Kabar teranyar ini. Selama ini terjadi konflik antara masyarakat dengan TPL itu, karena lahan yang digunakan perusahaan merupa  sebagian lahan masyarakat adat. Selain itu, berbagai bencana alam disebut akibat ulah TPL yang merusak alam. Dengan berbagai alasan, akhirnya Ephorus HKBP serukan agar PT TPL segera tutup.

Dikutip dari laman Tempo.co. Selanjutnya, ia juga sudah berkomunikasi dengan dua tokoh Batam Toba; Luhut Binsar Panjaitan dan Maruarar Sirait.

“Kalau Amang LBP eksplisit mengatakan ekaliptus merusak, sudah saatnya TPL tutup, sudah 40 tahun beroperasi. Kalau Pak Maruarar tidak eksplisit mengatakan tutup TPL tetapi mendukung kelestarian Tano Batak,” ujar Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan.

Di media sosialnya, ia juga tuliskan apa hasil perbincangannya dengan dua tokoh tersebut.

“Di akhir pekan ini kita menerima kabar baik. Dua tokoh Batak yang kita banggakan menelepon saya. Kemarin, Bapak Menteri Maruarar Sirait menelpon, menyambut positif pelestarian alam tano Batak,” tulisnya.

“Tadi pagi, Amang Jend.TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan juga menelpon, mengatakan dua hal yang baik kita kembangkan di Tano Batak: (1) Pertanian, tanaman muda dan tanaman keras berbuah. [Artinya, bukan ekaliptus]. (2) Danau Toba yang terawat baik,” sambungnya.

“Dengan demikian di samping danau memang harus terawat baik, turis mancanegara pun akan berdatangan. Kalau turis mancanegara berdatangan, perekonomian Tano Batak secara khusus akan lebih baik. Bapak LBP mengundang saya ke Taman Sains Teknologi Herbal dan Holtikultura (TSTH2) di Pollung,” lanjutnya.

“Beliau berdua ada di antara yang sangat tepat menerjemahkan dan berusaha mewujudkan Asta Cita yang dicanangkan Bapak Presiden Prabowo Subyanto yang 2 dari Asta (delapan) Cita itu,” sambungnya.

“Salah satunya adalah ‘ekonomi hijau’. Ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia sambil menjaga atau meningkatkan kualitas lingkungan dan sumber daya alam,” tuturnya.

“Menekankan pentingnya menjaga harmoni antara lingkungan dan budaya,” lanjutnya.

Sebelumnya, Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan telah serukan tutup TPL.

Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan melalui akun media sosialnya meminta agar PT TPL ditutup. Ungkapan yang ia tuliskan memuat beberapa hal.

“Bapak/ibu pemilik dan pimpinan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang terhormat. Perkenankan saya menyampaikan beberapa hal secara terbuka melalui media sosial ini sebagai bentuk keprihatinan dan tanggung jawab moral sebagai bagian dari masyarakat di Tano Batak dan Pimpinan Gereja HKBP,” tulis Pendeta Victor Tinambunan, Rabu (7/5/2024).

Selanjutnya, ia utarakan beberapa poin soal PT TPL. Ia menilai relasi sosial antara TPL dengan masyarakat sekitar tidak terbangun.

“Pertama, saya secara pribadi, dan kemungkinan besar mayoritas masyarakat di Tanah Batak, tidak mengenal secara langsung siapa sesungguhnya pemilik maupun pimpinan utama PT TPL,” tuturnya.

Baginya, hal tersebut merupakan suatu ironi yang mencolok, sebuah perusahaan berskala besar yang telah beroperasi selama puluhan tahun di atas tanah leluhur kami, tetapi relasi sosial dan komunikasi dasarnya dengan masyarakat sekitar tetap asing dan tidak terbangun.

“Dalam konteks etika bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan, serta norma adat yang kami hidupi, absennya relasi ini merupakan sebuah kegagalan struktural serta bentuk pengabaian etika hidup bersama di masyarakat,” ungkapnya.

“Kedua, berdasarkan pemberitaan media dan berbagai laporan publik, kami mengetahui bahwa PT TPL telah memperoleh keuntungan finansial yang sangat besar, bernilai triliunan rupiah dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Tano Batak,” sambungnya.

“Ironisnya, akumulasi kapital tersebut tidak tampak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pendapatan masyarakat lokal. Ketimpangan ini menjadi cermin ketidakadilan distribusi manfaat ekonomi, dan menunjukkan adanya relasi yang eksploitatif,” lanjutnya

Ketiga, ia menuturkan soal fakta menyakitkan setelah kehadiran PT TPL di Tano Batak.

“Ketiga, fakta yang paling menyakitkan adalah bahwa keberadaan PT TPL telah memicu berbagai bentuk krisis sosial dan ekologis: mulai dari rusaknya alam dan keseimbangan ekosistem, rentetan bencana ekologis (banjir bandang, tanah longsor, pencemaran air, tanah, dan udara, perubahan iklim),  jatuhnya korban jiwa dan luka, hilangnya lahan pertanian produktif, rusaknya relasi sosial antarwarga, hingga akumulasi kemarahan yang tidak mendapat saluran demokratis karena ketakutan dan represi,” sambungnya.

Baginya, ini bukan sekadar dampak insidental, tetapi sebuah jejak panjang dari konflik struktural yang tidak kunjung diselesaikan secara bermartabat.

“Melihat ironi kehidupan yang terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir ini, dengan segala hormat dan tanggung jawab moral, saya menyerukan kepada bapak/ ibu pmilik dan Pimpinan PT TPL: tutup operasional perusahaan TPL sesegera mungkin,” terangnya.

Menurutnya, penutupan ini bukanlah sekadar desakan emosional, melainkan langkah preventif  menghindari krisis yang lebih parah di masa depan bagi masyarakat di Tano Batak, bagi Sumatera Utara, dan bahkan bagi keberlanjutan ekologis di tingkat global.

“Satu lagi, seluruh karyawan/ karyawati yang akan berhenti tolong diberi pesangon besar supaya mereka ada modal usaha,” lanjutnya.

“Doa saya kiranya Tuhan Yang Mahakuasa melindungi bapak/ ibu dan memberikan bisnis yang sehat yang mensejahterakan bapak/ ibu serta masyarakat luas,” pungkasnya. (Dairul)

HKBPlestariPulpToba
Comments (0)
Add Comment