DERAKPOST.COM – Ir Ganda Mora SH MSi, selaku Ketua Umum (Ketum) Independen Pembawa Suara Pemberantas Korupsi, Kolusi, Kriminal, Ekonomi (IPSPK3) RI ini menegaskan bahwa kasus penyimpangan pada dana sawit di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak boleh dibiarkan begitu saja.
“Tahun 2020 berita itu diterbitkan, sampai sekarang senyap. Itu yang harus diviralkan, sebab di Indonesia no viral no justice,” ujar Ganda Mora di Jakarta dalam wawancara kepada wartawan. Ganda Mora ini kembali mengingatkan masyarakat terhadap aliran dana sawit yang mencapai puluhan triliun rupiah ke sejumlah perusahaan besar.
Dikutip dari laman Detakindonesia. Ganda Mora juga merupa Ketua Umum (Ketum) Independen Pembawa Suara Transparansi (INPEST) menambahkan, berdasarkan dari catatan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan berbagai kajian masyarakat sipil, dana itu dihimpun BPDPKS dari pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO) lebih banyak itu dipakai untuk subsidi biodiesel kepada konglomerasi sawit dibandingkan program replanting dan pemberdayaan petani kecil.
Sepanjang 2015 – 2016, misalnya, subsidi biodiesel itu melonjak tajam dari Rp467,21 miliar ini menjadi Rp10,68 triliun, atau naik itu hampir 2.000 persen. Dimana lima grup perusahaan besar, seperti halnya Wilmar Group, Musim Mas, Darmex Agro, First Resources, dan Louis Dreyfus Company (LDC), disebut itu menyerap sekitar 81,8 persen dana subsidi biodiesel pada tahun 2017 dengan total Rp7,5 triliun.
Padahal, menurut dari Pasal 39 ayat 4 UU Nomor 39/2014 tentang Perkebunan, dana dihimpun dari pelaku usaha perkebunan itu seharusnya diprioritaskan pengembangan SDM, penelitian, peremajaan tanaman, dan infrastruktur perkebunan. “Jika hal itu, dari sekarang tidak dilakukan peremajaan atau replanting sawit yang sudah tua, dan suatu saat nanti produksi sawit di Indonesia akan anjlok,” ujarnya.
Ganda Mora ini mendesak agar KPK serta Kejagung untuk segera usut tuntas, apa pertanggungjawaban dana tersebut, serta mempertanyakan PT Darmex Agro atau PT Duta Palma pada saat ini sudah disita oleh negara, artinya setelah disita dana mereka yang terima melalui subsidi BPDPKS? Dan kenapa juga tidak justru membangun dan memberi subsidi ke Palm.co milik negara dan support total pada lahan masyarakat
Berikut tanya jawab dengan Ir Ganda Mora MSi bersama awak wartawan, yaitu terkait subsidi terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang ada di Riau, dan itu sudah didesak sejak tahun 2020.
Berapa subsidi yang dialirkan?
Berdasarkan hitungan BPDPKS rata-rata insentif dana biodiesel pada periode bulan Januari-Oktober 2017 sebesar Rp4.054 per liter. Apabila mengacu pada besaran tersebut, maka BPDPKS harus mengalirkan dana subsidi sebesar Rp5,7 triliun untuk kebutuhan insentif biodiesel selama periode kelima yakni November 2017-April 2018.
Adakah kejanggalan?
Mungkin ini ya, pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang belum efektif karena tidak ada verifikasi yang baik. “Perluasan penggunaan dana tersebut, terutama untuk pemanfaatan bahan bakar nabati. Jelas tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perkebunan,” sebutnya. Informasinya, tentang Pengelolaan Kelapa Sawit mencatat terdapat 11 perusahaan yang memperoleh dana subsidi untuk program biofuel periode Agustus 2015-April 2016.
Kesimpulannya, menurut Ganda Mora, subsidi yang dimaksud adalah untuk pembangunan industri biodiesel dan juga peremajaan sawit, dimana pembangunan biodiesel agar tidak tergantung lagi terhadap ekspor Eropa, namun CPO dapat dijadikan biodisel untuk kebutuhan dalam negeri, sedangkan peremajaan sawit apakah untuk plasma atau inti dimana peremajaan tersebut harus dilaporkan secara rinci areal mana saja yang di rencanakan. Tentang biodisel sampai saat ini belum ada out-putnya.
Sebagaimana diketahui BPDPKS ini telah menyalurkan subsidi itu kepada beberapa perusahaan sawit untuk mendukung program biodiesel dan pengembangan industri sawit.
Berikut beberapa perusahaan yang menerima subsidi:
– PT Wilmar Bionergi Indonesia
– PT Wilmar Nabati Indonesia
– Musim Mas Grup
– PT Eterindo Wahanatama
– PT Anugerahinti Gemanusa
– PT Darmex Biofuels
– PT Pelita Agung Agrindustri
– PT Primanusa Palma Energi
– PT Ciliandra Perkasa
– PT Cemerlang Energi Perkasa
– PT Energi Baharu Lestari
Menurut laporan, total subsidi yang diterima oleh beberapa perusahaan tersebut mencapai triliunan rupiah. Sebagai contoh, PT Wilmar Nabati Indonesia menerima subsidi sebesar Rp1,02 triliun pada periode Agustus 2015-April 2016. Selain itu, BPDPKS juga menyalurkan dana subsidi untuk program biodiesel sebesar Rp5,7 triliun untuk kebutuhan insentif biodiesel selama periode November 2017-April 2018.
BPDPKS juga menyalurkan dana untuk program lain seperti:
– Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR): Rp2,4 triliun untuk 98.869 hektare lahan sawit pada tahun 2019.
– Penelitian dan Pengembangan: Rp98,4 miliar pada tahun 2019.
– Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM): Rp30,8 miliar pada tahun 2019
– Promosi: Rp37,7 miliar pada tahun 2019.
Berikut adalah jumlah total subsidi BPDPKS kepada beberapa perusahaan masing-masing:
– Wilmar: Rp56,61 triliun
– Musim Mas: Rp26,46 triliun
– Royal Golden Eagle: Rp21,31 triliun
– Permata Hijau: Rp14,91 triliun
– Sinar Mas: Rp14,03 triliun
– Darmex Agro: Rp10,71 triliun
– KPN Agro: Rp7,55 triliun
– Louis Dreyfus: Rp6,82 triliun
– Sungai Budi: Rp6,44 triliun
– Best Grup: Rp5,38 triliun
– First Resources: Rp4,73 triliun
– Jhonlin: Rp1,86 triliun
– Wings: Rp1,69 triliun
– Bumitama Gunjaya Agro: Rp337 miliar
– Eterindo Wahanatama: Rp12 miliar
Total subsidi yang disalurkan BPDPKS itu
untuk program biodiesel periode 2015-2023 mencapai Rp179 triliun. Anehnya dana BPDPKS untuk perusahaan sawit besar itu hingga kini tak diketahui media dan publik bagaimana pertanggungjawabannya. Ganda Mora mendesak pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) agar melakukan audit. Dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan KPK agar segera mengungkap adanya kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Rieke Diah Pitaloka Dukung Kejagung Bongkar Kasus Dana Sawit
Sorotan serupa juga datang dari Rieke Diah Pitaloka, anggota DPR RI periode 2024–2029. Melalui sebuah video yang beredar, Rieke menegaskan dukungannya terhadap langkah Kejaksaan Agung yang tengah menyelidiki 23 perusahaan terindikasi bermasalah dalam pengelolaan dana sawit BPDPKS senilai Rp57,55 triliun.
“Balikin duitnya, sita asetnya. Kelola untuk negara, bekerja sama dengan perkebunan rakyat dan koperasi,” tegas Rieke. Ia juga menyinggung soal pengelolaan PT Agrinas Palma Nusantara, perusahaan BUMN yang disebut berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp144 triliun per tahun di atas lahan seluas 3,7 juta hektare.
Seruan Publikasi dan Transparansi
Baik Ganda Mora maupun Rieke Diah Pitaloka pencahayaan kecerahan pengelolaan dana sawit agar manfaatnya benar-benar dirasakan rakyat. Menurut Ganda, kegagalan publikasi dan lemahnya pengawasan membuat penyimpangan dana sawit berulang kali terulang tanpa penegakan hukum yang tegas.
Dana ini bukan milik segelintir konglomerat, melainkan hasil pungutan dari seluruh perkebunan sawit di Indonesia, termasuk petani kecil yang selama ini justru sulit mendapat akses kredit,” kata Ganda.
Kini masyarakat menantikan langkah nyata Kejaksaan Agung dalam temuan besar ini. Mendesak masyarakat sipil dan desakan politisi seperti yang diyakini Rieke dapat membuka jalan bagi penegakan hukum yang lebih transparan. (Redaksi)