DERAKPOST.COM – Diketahui dari pihaknya Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau ini mencatat langkah penting dalam hal pemberantasan korupsi. Tim Tabur Kejati Riau baru-baru ini berhasil meringkus Rahman, yaitu mantan Direktur Utama PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH), Pelabuhan Dumai.
Pada tanggal 17 September 2025 itu, yang bersamanya juga ikut diamankan Sundari, mantan bendahara SPRH dikenal memiliki kedekatan khusus dengan Rahman. Maka, keduanya digelandang ke Pekanbaru untuk menjalani pemeriksaan intensif. Disaat itu, Rahman ditetapkan sebagai tersangka.
Yakni atas dugaan penyalahgunaanya dana Participating Interest (PI) 10 persen senilai Rp551 miliaran yang diterima SPRH dari PT Pertamina Hulu Rokan pada 2023–2024. Ia diduga terlibat dalam aliranya dana Rp46,2 miliar terkait pembelian kebun fiktif, serta penyaluran dana CSR Rp19,5 miliaran pada 2024 yang dinilai fiktif dan salah sasaran.
Usai penangkapan, Rahman pun langsung ditahan di Rutan Sialang Bungkuk selama 20 hari pertama. Penahanan ini menandai awal terbongkarnya praktik dugaan korupsi berlapis di tubuh SPRH. Namun, di tengah gebrakanya Kejati Riau, muncul pertanyaan besar dari masyarakat: bagaimana dengan eks Bupati Rokan Hilir, Afrizal Sintong ?
Yang diketahui juga pada 21 Juli 2025 lalu, Afrizal inipun telah menjalani pemeriksaan yaitu selama empat jam, yang bertempat di Kejati Riau. Dia sebagai saksi dalam kasus yang sama. Saat itu ia menegaskan bahwa
kedatanganya hanya memberi keterangan. Meski begitu, posisi sebagai kepala daerah ini membawahi SPRH secara struktural.
Hal demikian itu membuat publik yakin, ia (Afrizal Sintong) tidak bisa dilepaskan dari pusaran kasus ini. “Kami mendesak Kejati Riau untuk tidak tebang pilih. Setelah Dirut dan Bendahara SPRH itu ditangkap, publik wajar bertanya kapan mantan Bupati Rohil Afrizal Sintong ditetapkanya jadi tersangka dalam kasus ini,” terangnya Ricky Fathir.
Ketua Harian Satu Garis ini juga menyebut, disebabelas-jelas itu sudah diperiksa, tapi akan ditetapkanya jadi tersangka. Jangan sampai kasus sebesar ini berhenti di level bawahan. Ia menambahkan, besarnya nilai kerugian negara membuat kasus ini harus dibongkar tuntas. Kejati Riau, harus berani tuntaskan penyidikan itu ke aktor utama.
Kesempatan itu ia mengatakan, jika tidak dituntaskan maka membuat kepercayaan masyarakat akan runtuh. Artinya sekarang mata publik masih tertuju pada Kejati Riau. Apakah aparat hukum ini berani melangkah lebih jauh hingganya menyeret nama besar yang ada di balik kebijakan SPRH? Ataukah kasus ini akan berhenti pada level direksi? (Dairul)