DERAKPOST.COM – Diketahui itu beberapa hari lalu, terdata ribuan warga Desa Siabu, Kacamatan Salo, Kabupaten Kampar unjuk rasa, Kamis, 4 Agustus 2025, menuding PT Ciliandra Perkasa membabat hutan ribuan hektare menjadi kebun sawit.
Dugaan tersebut disuarakan didalam aksi unjuk rasa ribuan warga digelar di depan gerbang pabrik perusahaan pada Senin, 4 Agustus 2025. Dalam aksi itu masyarakat menuntut kejelasanya hak atas lahan dan meminta pertanggungjawaban perusahaan atas pengabaian kewajiban dari kemitraan plasma disebut-sebut sudah berlangsung selama puluhan tahun.
Selain itu, mereka mendesak untuk lahan eks perusahaan bernaung First Resources Group Ltd (Surya Dumai Group) yang diserahkan ke pemerintah tersebut, dialokasikan secara adil untuk masyarakat tempatan.
Koordinator aksi, Reynold, menegaskan bahwa masyarakat Desa Siabu tidak akan tinggal diam jika hak-hak mereka terus diabaikan oleh perusahaan milik Martias Fangiono dan Ciliandra Fangiono itu.
“Kami menuntut keadilan. Sudah terlalu lama PT Ciliandra Perkasa beroperasi di atas tanah kami tanpa memberikan manfaat yang adil bagi masyarakat,” kata Reynold.
Salah satu titik tuntutan warga adalah lahan seluas 107 hektare yang sebelumnya dikuasai PT Ciliandra Perkasa dan telah diserahkan kepada Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
Namun, lahan tersebut diketahui akan dikerjasamakan (KSO) kepada Koperasi Sakai Maju Bersama yang tidak berdomisili di Kabupaten Kampar.
Masyarakat Desa Siabu menolak rencana tersebut dan meminta agar lahan dikelola oleh Koperasi Sawit Siabu Maju Bersama.
Kuasa hukum Koperasi Siabu Maju Bersama, Roy Irawan, SH, menyebut PT Ciliandra Perkasa telah abai terhadap kewajiban kemitraan.
Menurutnya, sejak perusahaan mulai beroperasi pada tahun 1992, belum ada realisasi kewajiban alokasi 20 persen dari total Hak Guna Usaha (HGU) seluas 3.787 hektare untuk masyarakat sekitar.
Bukan hanya tidak memberikan kebun plasma, PT Ciliandra Perkasa juga diduga membuka perkebunan sawit di luar areal HGU dengan membabat kawasan hutan.
“Seharusnya ini menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan sanksi tegas, termasuk pencabutan izin dan pembayaran denda,” kata Roy.
Lebih lanjut, Roy menjelaskan bahwa tuntutan terhadap lahan 107 hektare kini dialamatkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara selaku penerima lahan dari Satgas PKH. (Hafizh)