DERAKPOST.COM – Beberapa waktu lalu itu diketahui Ormas Pemuda Tri Karya (PETIR), menggelar unjuk rasa di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Hal aksi itu pada awal tahun 2025, dengan halnya mengusung sejumlah spanduk, salah satunya itu ada bertuliskan ‘Tangkap Ciliandra Fangiono.
Dimana disaat sekarang ini, nama Ciliandra Fangiono kembali mencuat dalam pusaran dugaannya korupsi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) senilai Rp57 triliun. Yaitu, perusahaan miliknya PT Ciliandra Perkasa, yang tercatat menerima insentif biodiesel hingga Rp2,18 triliun saat dalam kurun 2016–2020.
Hal PT Ciliandra Perkasa berada di bawah kendalinya First Resources Group Ltd atau Surya Dumai Group yang sebelum itu telah dibangun ayahnya, Martias Fangiono. Grup ini menguasai ratusan ribuan hektar kebun sawit di Provinsi Riau, Kalimantan dan juga wilayah lain. Tetapi, dengan skema insentif BPDPKS, negara menyalurkan dana jumbo ke perusahaan-perusahaan sudah mapan.
“Negara ada memberi subsidi yaitu kepada konglomerat yang sejatinya tidak merlukan bantuan. Inilah, akar ketidakadilanya dalam hal program biodiesel,” sebut Ketua Umum PETIR, Jackson Sihombing, saat ditemui di Pekanbaru. Jackson menyebut, Kejaksaan Agung ini terlalu lama menahan diri. Sejak penyidikan diumumkan pada 7 September 2023, belum ada satu pun tersangka.
Kesempatan itu ia mengatakan, sesuai dari data yang dihimpun PETIR ini, menunjukan setidaknya ini ada tercatat 23 perusahaan sawit menikmati aliran dana dari BPDPKS tersebut. PT Wilmar Bioenergi Indonesia ini peroleh lebih Rp9 triliun, PT Wilmar Nabati Indonesia Rp8,76 triliun, bahkan PT Musim Mas Rp7,19 triliun.
Nama lain yang tercatat itu adalah PT LDC Indonesia, PT SMART Tbk, PT Sinarmas Bio Energy, PT Tunas Baru Lampung Tbk. Masing-masing itu, mengantongi triliunan rupiah. Sejumlah perusahaan dan pejabat itu sudah dipanggil Kejaksaan Agung, dari manajer produksi sawit hingga pejabat PT Pertamina.
Bahkan, dari penyidik sempat memeriksa manajer PT Jhonlin Agro Raya Tbk ini milik pengusaha Haji Isam. Namun, belum ada kepastian kapan saksi-saksi itu akan naik status menjadi tersangka. Karena saat itu Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus beralasan penyidikan berjalan lambat yang karena kompleksitas perkara. Yang artinya, masih menunggu analisisnya ahli ekonomi untuk menelusuri aliran dana. (Rilis)