DERAKPOST.COM – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tekankan penting pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Perhutanan Sosial ini menjadi salah satu program utama pemerintah dalam menciptakan model pelestarian hutan yang efektif berbasis masyarakat dengan sekaligus meningkatkan kesejahteraan ekonomi, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.
Hal itu terungkap pada diskusi Ngobrol Pintar (Ngopi) yang diselenggara Biro Humas Kementerian LHK ini bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Aryaduta Pekanbaru, hari Jumat, (27/10/2023). Dengan bertema Kabar Perhutanan Sosial Riau. Ini, bertujuan
untuk sampaikan informasi program, kebijakan dan capaian Perhutanan Sosial hingga saat ini.
Kegiatan pun, diikuti sekitar 100 awak media dari berskala nasional dan lokal. Hadir sebagai pembicara utama Apri Dwi Sumarah, SHut MSc MSE selaku Kepala Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Wilayah Sumatera, serta Riko Kurniawan selaku Direktur Paradigma. Dengan dipandu oleh Fendri Jaswir.
Sebagaimana diketahui Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk halnya itu meningkatkan kesejahteraan. Hutan ini,
dalam kawasan hutan negara ataupun hutan hak/hutan adat.
Terdapat 5 skema Perhutanan Sosial. Antara lain adalah Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan. Program akan membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah. Setelah disetujui maka masyarakat dapat mengelola dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.
Hingga saat ini, terdapat tiga kategori hak hutan yang dapat diajukan yaitu hak terhadap Hutan Kemasyarakatan, Hutan Desa, dan Hutan Tanaman Rakyat. Hak untuk pengelolaan hutan dapat diajukan masyarakat di atas area itu diidentifikasi dalam Peta Indikatif Akses Kelola Hutan Sosial. Pemerintah sendiri menargetkan alokasi Perhutanan Sosial seluas 12.7 juta hektar area hutan. Di dalam halnya pelaksanaan akan dibentuk Kelompok Kerja Daerah untuk bisa melaksanakan pendampingan dan pembinaan bagi masyarakat yang ingin mengajukan diri dalam program ini.
Kepala Balai PSKL Wilayah Sumatera, Apri menyampaikan bahwa melalui Perhutanan Sosial, masyarakat dapat memiliki akses kelola hutan dan lahan secara adil. Dengan pemanfaatan hasil hutan yang sesuai prinsip kelestarian yang ramah lingkungan maka tujuan konservasi lingkungan dapat sejalan upaya peningkatan pada kesejahteraan masyarakat. Pelibatannya masyarakat setempat ini sebagai pihak utama dan terdekat di dalam menjaga kelestarian hutan merupakan langkah korektif pemerintah di dalam mewujudkan keberpihakan kepada rakyat.
Diketahui, hingga September 2023, capaian akses rakyat terhadap Perhutanan Sosial mencapai 5,4 juta hektare dan target 12,7 juta hektare. Presiden menginginkan percepatan dan perluasan capaiannya. Diarahkan juga keterlibatan para pihak di dalam halnya percepatan perhutanan sosial, variasi sumber pendanaan pelaksanaan perhutanan sosial, sistem informasi perhutanan sosial dan ditetapkannya rencana aksi perhutanan sosial.
Berdasarkan PIAPS, target luasan PS yang telah mendapatkan persetujuan pengelolaan sebanyak 104 persetujuan dengan lima skema PS. Yaitu, Hutan Desa 27 persetujuan seluas 69 ribu ha, hutan kemasyarakatan 62 persetujuan seluas 40 ribu ha, hutan tanaman sebanyak 8 persetujuan seluas 4 ribu ha, kemitraan sebanyak 5 persetujuan seluas 5 ribu ha, dan hutan adat sebanyak 2 penetapan seluas 407 ha. Apri mengungkapkan di Provinsi Riau, realisasi Perhutanan Sosial seluas 120 ribu hektare dari 1,2 juta hektare yang sudah dicadangkan melalui Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS). Artinya, baru sekitar 10 persen dari yang ditargetkan.
Sementara itu, Direktur Paradigma, Riko menyampaikan PWI berperan penting di dalam halnya penyebarluasan informasi Perhutanan Sosial kepada masyarakat luas. Hal inikan sejalan dengan arahan Presiden RI untuk halnya percepatan perhutanan sosial, khususnya di Riau. Konsolidasi dan kolaborasi masyarakat termasuk dengan media ini merupakan langkah menumbuhkembangkan tingkat partisipasi masyarakat dalam mengisi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan. **Rul