Miris….. Perbaikan Jalan di Pulau Merbau tak Jelas, Donasi Pramuka dengan Aksi Spontan

DERAKPOST.COM – Sekelompok pemuda berseragam pramuka lengkap, ada terlihat menyusuri pasar yang ditengah hiruk-pikuk Kota Selatpanjang. Di tangan mereka, yang terlihat kotak kardus bertuliskan “Gerakan Donasi Perbaikan Jalan”. Mereka itu bukan sedang melaksanakan hal kegiatan latihan rutin atau perkemahan. Mereka itu, sedang mengetuk hatinya masyarakat menggalang dana demi memperbaiki jalan yang rusak.

Aksi dilakukan kelompok pemuda tersebut, bukan sekadar aksi sosial. Tetapi ini adalah jeritan sunyi dari generasi muda yang tentu  kecewa akan rusak parah jalan di kampung halaman mereka, Pulau Merbau. Diketahui, bahwasa kalau Jalan Lintas Pulau Merbau, yakni sepanjang kurang lebih 10 kilometer, khususnya mulai dari Desa Batang Meranti menuju Desa Renak Dungun tersebut telah bertahun-tahun rusak parah.

Pasalnya, tampak lubang menganga, besi menyembul dari permukaan, menjadikan akses vital ini tak hanya menyulitkan, tapi itu juga membahayakan nyawa pengguna jalan. Maka, menyikapi inilah sekelompok pemuda berseragam pramuka menyusuri pasar. Muhammad Samsu Duha, inisiator dari Dewan Kerja Ranting (DKR) Pramuka di Kecamatan Pulau Merbau, mengatakan ini merupa bentuk kecewa.

“Memutuskan, untuk tidak lagi menunggu janji. Keputusan diambil, lantaran mereka merasa pemerintah daerah tidak kunjung mengambil langkah untuk memperbaiki akses jalan ini menjadi urat nadi aktivitas warga. Gerakan Donasi Perbaikan Jalan dilakukan bukan sedang melaksanakan kegiatan latihan rutin atau perkemahan. Mereka mengetuk hati masyarakat,” kata
Samsu Duha, seperti dikutip dari laman Sabangmeraukenews.

Aksi swadaya ini katanya, menunjukkan betapa mendesaknya akan hal kebutuhan infrastruktur dasar bagi masyarakat. Para pemuda itu berharap ini dapat membuka mata pemerintah daerah untuk bisa segera menindaklanjuti dari kerusakan jalan yang masih banyak terjadi. Karena jalan ini, tiap hari dilalui warga untuk berobat, bekerja, dan aktifitas lainnya. Maka generasi muda ini bergerak mengetuk hati pemerintah.

Gerakan ini juga menggugah kesadaran warga. Mereka ada yang ikut turun tangan, menambal lubang dengan seadanya, serta bergotong royong demi satu harapan yakni jalan yang layak untuk dilewati. “Kami lelah menunggu. Setiap hari itu kami hanya bisa mengeluh. Sekarang kami buktikan, bahwa tanpa harus jadi pejabat, kami juga bisa bergerak,” tuturnya.

Para pemuda ini sadar, perbaikan mereka lakukan hanya bersifat sementara. Tetapi mereka percaya, aksi kecil ini bisa menjadi sinyal besar. Bahwa masyarakat, khusus itu generasi muda, tidak lagi itu menunggu. Mereka ingin didengar, dilihat, dan dihargai.

“Kami hanya memperbaiki agar kondisi jalan yang sangat tidak memungkinkan untuk dilewati oleh masyarakat agar bisa kembali dilewati. Tujuan kami hanya untuk menutupi jalan yang berlubang dengan papan. Barangkali usulan perbaikannya memang sudah masuk di dinas, tapi sampai sekarang belum terlaksana. Jadi kami putuskan untuk bertindak sendiri,” ujar salah satu relawan.

Lebih dari sekadar menambal jalan, gerakan ini menjadi simbol bahwa gotong royong dan kepedulian masih hidup. Bahwa di tengah kelambanan birokrasi, masih ada anak bangsa yang memilih bergerak, bukan mengeluh. Dan semoga, suara mereka kali ini tidak hanya menggema di jalanan berdebu, tapi juga mengetuk pintu-pintu kekuasaan yang selama ini tertutup rapat.

Aksi ini pun menjadi simbol bahwa anak muda peduli dan berani mengambil peran. Mereka membuktikan bahwa gotong royong bisa menjadi jawaban sementara, sembari berharap janji pembangunan benar-benar ditepati.

Meskipun begitu, di tengah sorotan publik dan pujian atas semangat gotong royong memperbaiki jalan rusak, aksi penggalangan dana oleh anggota Pramuka Kecamatan Pulau Merbau justru mengundang polemik baru. Pasalnya, kegiatan itu dinilai menyalahi prosedur kepramukaan dan dilakukan tanpa koordinasi dengan pihak yang berwenang.

Tindakan mereka viral, mengundang empati, tetapi juga kritik keras dari sebagian kalangan, termasuk internal kepramukaan sendiri.

Menurut sumber dari Kwartir Ranting (Kwaran) Pulau Merbau, aksi itu dilakukan tanpa persetujuan resmi dari Mabiran (Majelis Pembimbing Ranting) maupun Kwaran. Bahkan, Camat selaku Mabiran dan Kepala Kwaran sendiri tidak mengetahui adanya kegiatan itu. Hal ini dianggap menyalahi garis koordinasi dan aturan dalam Gerakan Pramuka.

“Secara semangat memang patut diapresiasi, tapi secara aturan ini jelas menyalahi. Pramuka tidak dibenarkan melakukan aksi donasi terbuka seperti itu kecuali dalam kondisi darurat bencana, dan harus seizin pimpinan,” ujar seorang pengurus kepramukaan setempat.

Lebih sensitif lagi, aksi itu melibatkan institusi yang memiliki struktur jelas, di mana Ketua Kwarcab Kepulauan Meranti saat ini adalah istri Bupati. Karena itu, banyak yang menyayangkan mengapa kegiatan berani dilakukan tanpa izin dari struktur resmi.

“Ini tindakan yang memalukan. Niat mereka baik, tapi cara dan etikanya tidak sesuai. Lebih tepat kalau kegiatan seperti ini dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (Ormas) atau komunitas pemuda umum, bukan Pramuka,” ungkapnya lagi.

Namun demikian, sejumlah warga tetap mengapresiasi niat dan kepekaan sosial anak-anak muda tersebut. Di tengah lambannya pembangunan, inisiatif warga acapkali muncul sebagai reaksi spontan atas keterbatasan birokrasi. Sayangnya, dalam konteks keorganisasian seperti Pramuka, semangat saja tidak cukup—ada aturan dan garis komando yang mesti dijunjung.

Kisah ini pun menjadi pelajaran penting: bahwa partisipasi warga sangat dibutuhkan dalam pembangunan, namun tetap harus berada dalam koridor hukum dan etika kelembagaan. Di satu sisi, aksi donasi jalan oleh Pramuka Pulau Merbau telah menggugah perhatian publik dan pemerintah. Di sisi lain, peristiwa ini menimbulkan pertanyaan tentang tata kelola organisasi, komunikasi internal, dan pentingnya pembinaan kader muda dalam beraksi.

Namun ternyata, niat baik para anggota Pramuka ini berjalan seiring dengan upaya yang juga telah dilakukan oleh pemerintah.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), menyampaikan apresiasinya atas gerakan swadaya tersebut. Namun, mereka juga menegaskan bahwa pembangunan jalan tersebut sesungguhnya sudah direncanakan sejak lama, jauh sebelum gerakan donasi dilakukan.

“Kami ucapkan terima kasih kepada adik-adik Pramuka yang telah peduli terhadap infrastruktur di daerah ini dan kami sangat mengapresiasi hal tersebut. Namun perlu diketahui, proses pembangunan jalan tersebut sudah berjalan, hanya saja ada kendala dalam penganggaran sehingga baru bisa dilanjutkan bulan depan,” ujar Sekretaris PUPR Kepulauan Meranti, Rahmat Kurnia ST, didampingi Kepala Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan, Guspi ST.

Kendala yang dimaksudkan adalah adanya rasionalisasi anggaran di tingkat Kementrian PU, sehingga pihaknya tidak mau gegabah untuk mengambil keputusan.

Guspi menjelaskan, pembangunan infrastruktur jalan ini menggunakan anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) sawit tahun 2025 sebesar Rp 3,3 miliar. Proses lelang sudah dilakukan sejak Maret lalu, tetapi terjadi rasionalisasi anggaran sehingga pelaksanaannya tertunda.

“Untuk pembangunannya menggunakan alokasi anggaran dari pusat yakni menggunakan DBH sawit 2025 sebesar Rp 3,3 miliar, hanya saja dalam prosesnya terjadi rasionalisasi anggaran sehingga kami tidak mau gegabah dan prosesnya baru bisa dilanjutkan bulan depan,” ujarnya.

Dikatakan saat ini prosesnya yakni pemeriksaan material di laboratorium untuk menentukan jenis material yang dipesan, setelah itu material baru akan dihamparkan di lapangan.

“Saat ini sedang proses pemeriksaan material di laboratorium untuk menentukan terhadap jenis material yang dipesan. Setelah itu, material akan dihamparkan di lapangan. Insya Allah pekerjaan dimulai setelah Idul Adha bulan Juni ini,” tambahnya.

Guspi juga mengungkapkan bahwa pembangunan jalan ini akan menyambung base jalan terakhir yang dibangun pada tahun 2020 lalu tepatnya di Desa Batang Meranti. Bahkan, tahun ini pula akan dilanjutkan pembangunan jalan semenisasi menuju Jembatan Pelabuhan Belokop menggunakan APBD Kepulauan Meranti sebesar Rp 1,5 miliar.

“Pekerjaan ini untuk mengejar fungsional jalan, agar masyarakat bisa kembali beraktivitas dengan nyaman. Tahun depan pembangunan juga akan dilanjutkan, karena pemerintah daerah telah menetapkan Pulau Merbau sebagai titik fokus pembangunan infrastruktur,” tegasnya.

Gerakan Pramuka dan langkah pemerintah ternyata tidak saling bertentangan. Justru keduanya adalah potret kolaborasi yakni satu dari suara akar rumput, satu dari jalur kebijakan. Jalan itu kelak akan jadi saksi, bahwa ketika kepedulian warga bertemu dengan keseriusan pemerintah, maka pembangunan bukan hanya harapan—tapi kenyataan yang diperjuangkan bersama.

Di tengah semangat swadaya masyarakat dan aksi kepedulian para pemuda Pramuka, pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur bukanlah sesuatu yang luput dari perhatian. Justru sebaliknya, di bawah kepemimpinan Bupati H. Asmar dan Wakil Bupati AKBP (Purn) H. Muzamil Baharudin, langkah-langkah strategis telah dirancang dan dijalankan secara bertahap.

Guspi, Kepala Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kepulauan Meranti, menyebut bahwa pemerintah daerah kini tengah menggenjot program prioritas yang disebut “Merangkai Pulau”. Sebuah gagasan yang bukan hanya tentang membangun jalan—tetapi menyatukan wilayah-wilayah terisolasi, membuka akses, dan menjembatani kehidupan antar pulau.

“Setelah menyelesaikan penanganan infrastruktur di Pulau Rangsang, sekarang fokus bergeser ke Pulau Merbau dan Tebingtinggi Timur,” kata Guspi. Ia menjelaskan bahwa proyek jalan di Pulau Merbau sudah masuk skema prioritas, dengan dukungan anggaran dari APBN dan APBD. Namun karena rasionalisasi anggaran pusat, sebagian dana harus disesuaikan, menyebabkan penundaan teknis yang kini mulai teratasi.

“Tahun ini dan tahun depan, Pulau Merbau akan menjadi pusat perhatian. Kita tetap lanjutkan pembangunan meski sebagian besar dana pusat mengalami pemotongan,” jelasnya.

Program “Merangkai Pulau” merupakan refleksi dari keinginan pemerintah daerah untuk tidak membiarkan satu pun wilayah tertinggal. Ini bukan hanya soal pembangunan fisik, tetapi bagaimana jalan-jalan itu bisa menjadi poros kehidupan—menyambungkan petani ke pasar, pelajar ke sekolah, dan masyarakat ke pusat layanan kesehatan.

Sekretaris Dinas PUPR Kepulauan Meranti, Rahmat Kurnia ST, menambahkan bahwa program ini menyasar pembangunan merata di seluruh kecamatan. “Kami tidak hanya fokus pada satu daerah. Semua kecamatan kami perhatikan, dan penanganan dilakukan berdasarkan tingkat kerusakan dan urgensi,” ujarnya.

Meski dihadapkan pada keterbatasan anggaran dan luasnya cakupan wilayah, Rahmat menegaskan bahwa pembangunan akan terus berjalan dengan pendekatan bertahap. Dalam waktu dekat, sejumlah proyek lanjutan akan dimulai, termasuk pembangunan lanjutan jalan semenisasi menuju Jembatan Pelabuhan Belokop.

“Ini memang bukan pekerjaan instan. Tapi kami punya komitmen jangka panjang, dan masyarakat akan melihat hasilnya secara bertahap,” kata Rahmat.

Di balik retakan jalan dan suara keluh masyarakat, terdapat satu benang merah yang kini tengah dijalin perlahan: harapan. Program “Merangkai Pulau” bukan sekadar nama. Ia adalah janji yang tengah ditepati dengan kerja nyata, satu demi satu, kilometer demi kilometer.

Dan di atas setiap jalan yang dibangun, tersimpan harapan bahwa pembangunan tidak hanya berhenti pada aspal yang rata, tapi berlanjut pada kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, adil, dan terhubung satu sama lain.   (Atansyam)

donasiJalanMerbaupramuka
Comments (0)
Add Comment