DERAKPOST.COM – Diketahui, sekarang ini Provinsi Riau kembali jadi sorotan didalam peta pertambangan ilegal nasional. Hal itu, data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, bahwa yang terdata provinsi ini urutan kedua terbanyak hal praktik Penambangan Tanpa Izin (PETI) se Indonesia, yaitu dengan 24 titik aktivitas ilegal tersebar di berbagai kabupaten.
Temuan diperkuat oleh pernyataan dipapar Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh. Dimana menyebut sekitar 300.000 hektar tambang ilegal di kawasan hutan akan segera disita oleh negara. Langkah yang dijalankan atas perintah langsung Presiden Prabowo untuk menyelamatkanya kerugian negara ditaksir mencapai Rp700 triliun.
Ketua Komisi III DPRD Riau H Edi Basri S.H. M.Si, menyambut baik langkah tersebut. Ia mengatakan, bahwasa pembiaran terhadap praktek tambang ilegal bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga berkontribusi pada hilangnya potensi pendapatan negara. “Kami ini, mendukung penuh langkah BPKP, karena ini persoalan serius,” sebut Edi Basri.
Kata Politisi Gerindra ini, di Provinsi Riau ini bahwa PETI bukan hal baru, dan sayangnya selama itu penindakannya tidak maksimal. Edi yang juga Ketua Fraksi Gerindra ini juga mendorong pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum se-tingkat lokal bersinergi bisa menutup celah praktek pertambangan tanpa izin. Termasuk itu menyasar jaringan distribusi dan penadah hasil tambang. Edi berharap langkah BPKP menjadi awal dari tindakan tegas terhadap mafia tambang di daerah.
Riau menjadi provinsi dengan jumlah PETI tertinggi kedua ini setelah Sumatra Selatan (26 lokasi), dan disusul Sumatera Utara (11 lokasi). Edi mengatakan, tercatat beberapa kabupaten yang rawan PETI di Riau. Antara lain ada Kuantan Singingi, Kampar, Indragiri Hulu, dan Rokan Hulu. “Selama ini, terlihat PETI tetap berjalan meski telah dilaporkan. Artinya, ada jaringan yang kuat menopang bisnis ini,” pungkasnya.
Sejumlah pegiat lingkungan di Riau, malah menduga, keberadaannya PETI tidak bisa dilepaskan dari peran aktor-aktor lokal. Itu termasuk para oknum aparatur, dan tokoh masyarakat melindungi operasi tambang liar. Di lapangan, hal kegiatan PETI kerap berlangsung itu terang-terangan gunakan alat berat, serta menjual hasil tambang ke luar daerah tanpa pengawasan.
Diketahui berita sebelumnya. Yusuf Ateh selaku BPKP, menegaskan bahwa halnya penyitaan lahan tambang ilegal akan juga dilakukan bersama Kejaksaan Agung, TNI, dan Kepolisian. Tambang menjadi sasaran antara lain penghasil emas, bauksit, timah, dan batu bara. “Perintah Presiden itu jelas: kuasai dulu lahannya, baru kenakan denda. Ini akan jadi tambahan penerimaan negara bukan pajak,” kata Yusuf ini disuatu forum Leader’s Corner, hari Kamis (26/6/2025).
Semetara itu, menurut Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno, bahwa praktek tambang ilegal bukan hanya merugikan negara, tetapi juga bisa memicu konflik horizontal dan krisis ekologis. PETI sebutnya, mencakup seluruh tahapan, dari eksplorasi hingga pada produksi, termasuk halnya penampungan, dan penjualan hasil tambang.
Semuanya bisa dikenai pidana lima tahun dan denda Rp100 miliar. Hal aturan pidana tersebut termuat didalam Undang-undang No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Juga di Pasal 158, 161, dan 161A secara tegas mengancam siapa pun melakukan penambangan tanpa izin, salahgunakan izin, atau menampung hasil tambang ilegal. (Dairul)