Lagi… KPK Perpanjang Penahanan Gubernur Nonaktif Abdul Wahid Cs, Aliran Dana OTT Masih Didalami

DERAKPOST.COM – Disaat ini KPK kembali perpanjang masa penahanan Abdul Wahid Cs. Perpanjang masa tahananya Gubernur Riau Nonaktif ini bertujuan mendalami hal aliran adanya dana dugaan praktik korupsi terstruktur di lingkung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.

Lembaga antirasuah itu, memperpanjang masa penahanan Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid bersama dua tersangka lain pada tahap kedua, seiring itu pendalaman perkara dinilai kompleks dan melibatkan banyak pihak. Perpanjangan penahanan dilakukan pada Senin (29/12/2025) karena penyidikan belum rampung.

Dikutip dari laman Tribunnews. “KPK masih menelusuri aliran dana, memperjelas peran masing-masing tersangka, serta hal tujuan konfirmasi keterangan saksi, memperkuat konstruksi hukum sebelum halnya perkara dilimpahkan ke persidangan,” ungkap Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

Dia menyatakan, langkah ini krusial agar penanganan perkara tersebut yang tidak setengah-setengah. Perpanjangan, sebut Budi Prasetyo, ini merupa perpanjanganya penahanan kedua untuk tersangka AW dan kawan-kawan. Ini sebutnya, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pemerasan, pemotongan anggaran, serta penerimaan lainnya atau gratifikasi

Kasus ini menyeret tiga tersangka utama, yakni Abdul Wahid selaku Gubernur Riau nonaktif, M Arief Setiawan selaku Kepala Dinas PUPR Riau, serta Dani M Nursalam yang dikenal sebagai tenaga ahli sekaligus orang kepercayaan gubernur. KPK ungkap, praktik rasuah tersebut terbongkar melalui operasi tangkap tangan (OTT).

Diketahui pada hari Senin (3/11/2025) itu, sebutnya, berawal dari laporan pengaduan masyarakat. Di OTT itu, penyidik mendapati indikasi kuat adanya pemerasan dan serta pemotongan anggaran proyek infrastruktur yang dikenal secara internal dengan istilah ‘jatah preman’ atau Japrem.

Kala itu, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan, modus ini bermula pada Mei 2025, yakni saat terjadi adanya pertemuan antara Sekretaris Dinas PUPR PKPP Ferry Yunanda sama dengan enam Kepala UPT Wilayah. Pertemuan tersebut membahas pungutan fee dari lonjakan anggaran UPT Jalan dan Jembatan yang meningkat tajam dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.

“Awalnya disepakati fee 2,5 persen, namun kemudian dinaikkanya yang secara sepihak menjadi 5 persen ataupun itu sekitar Rp7 miliar, dengan ancamanya mutasi jabatan bagi yang menolak,” ungkap Johanis. Pada kesepakatan tersebut bahkan disamarkan dengan kode khusus, yaitu bahasa sandi ‘7 batang.

Dalam hal rentang Juni hingga November 2025, KPK mencatat sedikitnya itu tiga kali setoran dengan total Rp4,05 miliar. Dimana setoran pertama yaitu pada Juni mencapai Rp1,6 miliar, dimana Rp1 miliar diantaranya diduga mengalir ke Abdul Wahid melalui Dani M Nursalam.

Setoran kedua pada Agustus senilai Rp1,2 miliar, dan sementara setoran ketiga pada November menjadi puncak praktik ini, yaitu dengan dana Rp1,25 miliar, yang sebagian besar sudah diserahkan langsung kepada gubernur. Momentum setoran ketiga itulah memicu OTT.

Tim KPK mengamankan sejumlah pejabat, termasuk Kepala Dinas PUPR, Sekretaris Dinas, dan para Kepala UPT. Abdul Wahid sendiri yang diamankan di sebuah kafe di Pekanbaru, sementara itu penggeledahan lanjutan menemukan uang tunai dan mata uang asing senilai total Rp1,6 miliar.

Selain penahanan, KPK telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi strategis, mulai dari Kantor Gubernur Riau, Dinas PUPR PKPP, Dinas Pendidikan, BPKAD, hingga rumah dinas gubernur dan kediaman para tersangka.

KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akar. Sejumlah pejabat lain juga turut dimintai keterangan untuk memperjelas rangkaian peristiwa. Karena hal itu perbuatan tercela yang merugikan masyarakat dan bangsa. KPK akan mengusut perkara ini secara tuntas dan transparan. (Rezha)

GubernurKPKperpanjangRiauWahid
Comments (0)
Add Comment