Keberanian Ketua Adat di Desa Balung Jual Hutan Lindung 60 Hektare Berujung Ditangkap Polisi

DERAKPOST.COM – Akhirnya terungkap, kalau disaat ini Ketua Adat di Riau berani menjual hutan lindung, yakni tanah ulayat  hutan lindung di Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Ada seluas 60 hektare. Sekarang ini, berujung ditangkap kepolisian.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap ketua adat inisial DM dan juga 3 orang lainnya karena menjual tanah ulayat berada didaerah hutan lindung Desa Balung di Kecamatan XIII Koto Kampar ini. Tapi, untuk saat ini belum dijelaskan pada siapa yang bersangkutan menjual dan juga berapa harga jual beli disepakati.

“Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menangkap ketua adat inisial DM dan 3 orang lainnya yang menjual tanah ulayat di hutan lindung Desa Balung, Kecamatan XIII Koto Kampar. DM, diduga juga terlibat dalam praktik jual-beli lahan yang di hutan lindung Batang Ulak dan hutan produksi terbatas Batang Lipai seluas 60 hektare. Selain DM, menangkap 3 pelaku lainnya, yakni MJT, MM dan B,” katanya.

Dikutip dari laman merdeka.com. Kapolda Riau Irjen Herry Heryawan ini mengatakan penindakan merupa bagianya dari operasi dipihaknya Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (Satgas PPH). Satgas itu terdiri dari personel gabungan Krimsus, Krimum, Brimob, Intel, dan Binmas, yang secara khusus dibentuk untuk menangani kejahatan lingkungan di wilayah Riau.

“Kami tidak pandang bulu. Siapa pun yang terlibat, apakah itu oknum aparat, aparat desa, maupun ninik mamak (tokoh adat), akan kami proses secara hukum. Penegakan hukum akan kami lakukan secara tegas, adil, dan terbuka,” ujar Irjen Herry saat konferensi pers di kawasan hutan lindung Batang Ulak di Kampar, hari Senin (9/6/2025).

Herry menegaskan, penindakan ini sangat perlu dalam mendukung Satgas PPH yang dibentuk khusus untuk halnya memerangi kejahatan lingkungan di Riau. Dikatakanya bahwasa kerusakan yang terjadi di hutan lindung Batang Ulak juga sebagai bentuk ekosida atau halnya pembunuhan massal terhadap pepohon-pohon dan ekosistem hutan.

Dikatakannya, perambahan hutan adalah bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena dampaknya itu tidak hanya merugikan secara materi, tetapi bisa juga mencederai pada warisan ekologis untuk  generasi mendatang. “Ini kejahatan luar biasa. Kerugian tidak hanya bisa dihitung dengan uang. Dampaknya lintas generasi dan menciderai hak anak cucu kita atas lingkungan yang sehat,” tegasnya.

Herry menyampaikan operasi penegakan hukum ini merupakan komitmen bersama antara Polda Riau, Jikalahari, para pemerhati lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta seluruh unsur Forkopimda baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.

“Ini adalah gerakan nyata untuk menjaga bumi dan sesama. Kami ingin memberikan keadilan, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada alam dan lingkungan hidup,” terangnya.

Herry mengajak seluruh masyarakat membangun kesadaran moral kolektif dalam menjaga kelestarian hutan. Dia memastikan, Polri hadir bukan hanya untuk melindungi manusia, tetapi juga seluruh makhluk hidup dan ekosistem tempat manusia hidup.

“Kami tidak hanya berbicara soal penegakan hukum, penanaman pohon, atau carbon trading. Tapi bagaimana menumbuhkan moral untuk menjaga keberlangsungan hidup. Ini adalah tugas kita bersama,” ucap Herry.

Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro menjelaskan operasi pengungkapan dimulai setelah pihaknya mengompilasi sejumlah laporan masyarakat terkait aktivitas ilegal di kawasan hutan.

Pada 21 Mei 2025, tim Subdit IV yang dipimpin oleh AKBP Nasrudin melakukan pengecekan langsung ke Desa Balung dan menemukan aktivitas pembukaan lahan di kawasan hutan lindung Batang Ulak dan hutan produksi terbatas Batang Lipai.

“Di lokasi, personel kami bertemu dengan seorang penjaga kebun bernama Suhendra. Ia mengaku menjaga lahan milik MM seluas 50 hektare, yang baru dibuka 21 hektare dan masuk ke kawasan hutan lindung,” kata Ade.

Hasil pengembangan mengungkap bahwa lahan tersebut diperoleh MM dari pria berinisial B dengan sistem bagi hasil, yakni 70 persen untuk MM dan 30 persen untuk B. Polisi kemudian menangkap MM pada 24 Mei 2025 di kediamannya, dan selanjutnya mengamankan B serta DM.

“Tersangka DM ini merupakan ketua adat atau ninik mamak yang mengklaim memiliki tanah ulayat seluas 6.000 hektare. Dia memberikan izin pengolahan lahan kepada pihak lain meski berada di dalam kawasan hutan lindung,” ujar Ade.

Tak berhenti di situ, tim juga mengamankan tersangka lain berinisial MJT, pemilik lahan seluas 10 hektare yang dibeli dari seseorang berinisial R, yang saat ini masih dalam pencarian (DPO).

“Total yang berhasil kami ungkap sejauh ini seluas 60 hektare dari klaim tanah ulayat DM. Namun, pengembangan masih terus dilakukan di lokasi-lokasi lain yang sudah kami pantau sebelumnya,” jelasnya.  (Dairul)

adatBalungdesahutan
Comments (0)
Add Comment