Kayu Hutan XIII Koto Kampar dan Rokan IV Koto Dijarah, Kemana Aparat Pengamanan

DERAKPOST.COM – Hutan XIII Koto Kampar dan Rokan IV Koto Dijarah, saat inipun telah mulai untuk ditumbuhkan sawit. Dengan hal ini pembalakan liar, dan perambahan hutan uang berlangsung masif di perbatasan Riau
– Sumbar. Truk yang pengangkut kayu log melintas di malam hari.

 Truk-truk bak terbuka memasuki kawasan Simpang Balak,di Pangkalan, di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Ini dengan hal lampu-lampu sorot kendaraan itu redup tertutup terpal. Di baliknya, batang-batang kayu log berukuran besar sudah tertumpuk merupa hasil tebangan dari hutan lindung di wilayah XIII Koto Kampar, Riau.

Truk-truk pun keluar satu per satu, dikawal oknum berpakaian sipil. Ini bergerak dalam konvoi menuju ke arah PLTA Koto Panjang, dan lalu mengarah ke Bangkinang..” Kalau biasanya beroperasi tengah malam, ketika  aemua orang tidur,” ungkap seorang warga dari lokasi, dilansir dari Detak Indonesia,

Ia menolak disebut namanya, khawatir keselamatannya terancam. Menurutnya, operasi pembalakan itu telah berlangsung berbulan-bulan. Kayu-kayu itu ditebang dengan chainsaw oleh kelompok preman hutan, lalu diangkat ke atas truk menggunakan alat berat.

Meskipun, pintu masuk ke kawasan hutan berada di Pangkalan, Sumbar, hutan yang dibabat masuk dalam wilayah administrasi Riau. Lahan di balik batas provinsi itu kini sebagian telah berubah menjadi kebun sawit. Bukit-bukit dikerjakan dengan traktor, dibuat terasering, ditanami sawit muda.

Di dekat Candi Muara Takus hingga Desa Tanjung, Kampar, kayu hasil tebangan langsung digergaji di lokasi menjadi papan, lalu diangkut menggunakan mobil pikap. Di dalam hutan, aroma minyak chainsaw bercampur bau serbuk kayu menyeruak kuat.

Pelaku pembalakan liar bukan nama asing di wilayah ini. Masyarakat juga menyebut beberapa sosok yang kerap terlibat dalam pembukaan lahan secara ilegal. Diantara  lain seorang bernama H Win, yang diduga membuka kawasan hutan untuk dijadikan perkebunan sawit.

Ada pula Toha—yang kini telah meninggal dunia akibat kecelakaan di Tol Bangkinang—dikenal sebagai perantara jual beli lahan dengan seorang tokoh lokal, Khalifah.

Di Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, provinsi Riau, praktik serupa terjadi.

Beberapa nama yang disebut warga antara lain Manik, Hasibuan, Putra, Wandi, dan Lubis. Manik bahkan disebut sebagai tokoh dominan di kawasan Cipangkiri hingga Tibawan.

“Di sini, siapa pun yang mau main kayu, kalau tak tunduk ke Manik, pasti disikat,” kata seorang warga Desa Pendalian. Dimaereka menebang kayu campuran, menguasai lahan hutan, dan membuka kebun sawit di atasnya.

Deforestasi berlangsung secara terstruktur. Warga menyebut ada kekuatan modal besar di baliknya.

Media menelusuri kawasan Simpang Balung, sekitar 15 kilometer dari Simpang Balak. Dari jalan tanah yang baru dibuka, terlihat hamparan hutan yang telah dibakar.

Asap sisa pembakaran masih mengepul. Di sekelilingnya, bibit sawit sudah ditanam di tanah yang belum sepenuhnya padam.

Dari titik ini, perkebunan menjalar melewati Desa Siasam, XIII Koto Kampar, menembus Kampar Kiri, Lipat Kain, hingga ke simpang Rakit Gadang.

“Jangan kira mereka sembarangan. Mereka punya backing,” ujar seorang aktivis lingkungan yang selama ini memantau kawasan itu.

Ia menunjukkan foto-foto udara dari drone yang memperlihatkan kerusakan hutan secara masif di wilayah perbatasan.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kampar, Dendy, mengaku tak berdaya. “Kami hanya punya lima anggota di lapangan. Sementara lokasi sangat luas, dan dana operasional hampir tidak ada,” kata Dendy.

Ia juga mengaku sering menerima laporan, tapi tak mampu menindaklanjuti karena keterbatasan sumber daya.

Sementara itu, Kepala KPH Rokan, Nafri, tak merespons saat dihubungi tim investigasi DPP TOPAN RI Rahman dan tim media.

Penampakan hutan di Cipang Kanan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Riau yang dijarah dan dijadikan kebun sawit.

Sementara Kepala Satuan Polisi Kehutanan Dinas LHK Riau, Nasri, justru mengeluhkan situasi yang nyaris sama.

“Kami tidak diberi dana untuk operasi dan razia. Kebanyakan petugas kami sudah tua dan akan pensiun. Tidak ada regenerasi.” katanya.

Nasri menyebut, Riau membutuhkan rekrutmen besar-besaran Polhut usia muda. “Kalau tidak, hutan Riau akan habis tanpa sempat kita catat.”

Ketua Umum DPN Pemuda Tri karya (PETIR), Jackson Sihombing, menilai kerusakan hutan di perbatasan Riau–Sumbar menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum.

“Ini bukan sekadar pencurian kayu. Ini kejahatan lingkungan yang sistematis. Kalau negara tidak hadir, aktor-aktor lokal akan terus berkuasa,” ujar Jackson.

Hingga laporan ini disusun, tak satu pun dari nama-nama yang disebut warga maupun aparat penegak hukum bersedia diwawancarai secara terbuka.  (Dairul)

hutanKamparkotoRokan
Comments (0)
Add Comment