DERAKPOST.COM – Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, adalah Muhammad Jusuf Kalla (JK) mempertanyai eksekusi tanah seluas 16,4 hektare, yakni di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga, daerah Makassar, Sulawesi Selatan oleh pengadilanya atas permintaan dari pihak Grup Lippo, PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk.
Menurut JK, tanah yang merupa milik Grup Hadji Kalla juga dibelinya secara resmi dan sudah dikuasai selama 30 tahun. “Padahal ini tanah saya sendiri yang di beli dari Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa. Inikan dulu masuk Gowa ini. Sekarang ini, masuk Makassar,” ungkap JK seperti yang dikutip dari laman Detik, waktu lalu saat meninjau langsung lokasi lahan sengketa tersebut.
JK menilai, bahwa lahan dimilik Hadji Kalla tersebut sah dengan kepemilikan sertifikat resmi. Tanah itu juga ungkapnya, dikuasai selama 30 tahun. “(Punya) sertifikat, dibeli, tiba-tiba ada yang datang, merekayasa, dan segala macam. Sok-sokan, pendatang lagi, tiba-tiba merampok. Mereka semua omong kosong semua,” katanya menjelaskan.
JK pun menilai tindakan GMTD sebagai penghinaan terhadap warga Bugis-Makassar yang menjaga kehormatan lewat perjuangan mempertahankan hak atas tanah. Dia menilai kasus ini bukan hanya soal kepemilikan, tetapi juga soal harga diri masyarakat Makassar.
“Ini kehormatan untuk orang Makassar, kehormatan untuk orang Bugis-Makassar. Yang punya tanah selama 30 tahun tiba-tiba ada yang datang merampok. Kehormatan kita semua,” ucapnya
JK juga menyoroti klaim GMTD yang menyebut telah melakukan eksekusi atas lahan tersebut. Dia menilai tindakan itu tidak sah karena tidak memenuhi syarat hukum sebagaimana ketentuan Mahkamah Agung (MA).
JK menegaskan MA mewajibkan proses eksekusi dilakukan dengan pengukuran resmi oleh BPN. Karena itu, dia menyebut langkah GMTD tersebut sebagai bentuk kebohongan dan rekayasa hukum.
“Ini Mahkamah Agung (sesuai aturan) mengatakan harus diukur oleh BPN. Jadi, pembohong semua mereka itu,” lanjutnya.
JK bahkan menyebut mempertahankan hak atas tanah ini sebagai jihad melawan ketidakadilan. Dia menilai kasus ini sarat rekayasa yang terstruktur dan merugikan pihak Hadji Kalla.
JK menegaskan Hadji Kalla tidak memiliki hubungan hukum apa pun dengan GMTD dalam perkara yang diklaim dimenangkan di pengadilan. Menurutnya, pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan itu tidak memiliki dasar hukum yang sah dan hanya melakukan klaim sepihak.
“Kami tidak ada hubungan (persoalan) hukum dengan GMTD. Karena yang dituntut Manyombalang (Dg Solong). Itu penjual ikan kan? Masa penjual ikan punya tanah seluas ini? Jadi, itu kebohongan, rekayasa semua. Itu permainan Lippo (Group), ciri Lippo begitu,” tuturnya.
JK juga menuding ada indikasi praktik mafia tanah di balik langkah GMTD tersebut. Dia menilai jika dirinya saja bisa menjadi korban, masyarakat kecil bisa lebih mudah dirampas haknya.
“Kalau begini, nanti seluruh kota (Makassar) dia akan mainkan seperti itu, merampok seperti itu. Kalau Hadji Kalla saja dia mau main-mainin, apalagi yang lain,” ketusnya.
JK memastikan akan terus melawan dugaan ketidakadilan dalam kasus ini melalui jalur hukum. Dia juga mendesak aparat pengadilan untuk berlaku adil dan tidak berpihak pada kepentingan tertentu.
“Mau sampai ke mana pun, kita siap untuk melawan ketidakadilan, ketidakbenaran. Dan juga aparat pengadilan itu berlaku adillah. Jangan dimainin,” ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, buka suara tentang kasus sengketa tanah tersebut. Nusron menilai, polemik tersebut muncul lantaran adanya eksekusi dari pengadilan atas konflik antara GMTD dengan pihak lain. Namun demikian, proses eksekusi ini belum melalui proses konstatering.
Konstatering adalah proses pencocokan atau pengamatan resmi terhadap suatu objek sengketa dengan kondisi di lapangan untuk memastikan kesesuaiannya dengan amar putusan pengadilan.
“Itu karena ada eksekusi pengadilan konflik antara GMTD dengan orang lain, tiba-tiba dieksekusi dan proses eksekusinya itu belum melalui proses konstatering. Salah satu metode konstatering itu adalah pengukuran ulang,” ujar Nusron mengutip detik.com di Hotel Sheraton Gandaria, Jakarta Selatan, Kamis (6/11/2025).
Kementerian ATR/BPN sudah bersurat kepada Pengadilan Negeri Makassar sebagai respons atas polemik tersebut. Dalam surat itu, Nusron mempertanyakan proses eksekusi yang dilakukan oleh pengadilan.
“Kami sudah kirim surat kepada pengadilan di Kota Makassar bahwa intinya mempertanyakan proses eksekusi tersebut karena belum ada konstatering, mengingat di atas tanah tersebut itu masih ada dua masalah,” ujarnya.
Nusron menyebut, terdapat sejumlah persoalan yang melingkupi tanah tersebut. Pertama, gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dari pihak atas nama Mulyono. Kedua, HGB dari PT Hadji Kalla.
“Nomor dua, di atas tanah tersebut ada sertifikat tanah HGB atas nama PT Hadji Kalla. Jadi, ada tiga pihak ini, kok tiba-tiba langsung dieksekusi? Jadi, kita mempertanyakan itu saja,” kata dia.
PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) adalah perusahaan kongsi (patungan) antara Pemerintah Daerah di Sulawesi Selatan dan Lippo Group. Secara terperinci, entitas terafiliasi Lippo Group, melalui PT Makassar Permata Sulawesi, memiliki sekitar 32,5% saham di GMTD. Perusahaan ini bergerak di bidang pengembangan properti, khususnya kawasan terpadu Tanjung Bunga di Makassar.
Belakangan ini, perusahaan tersebut sedang menghadapi konflik lahan dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kalla Group, di mana Jusuf Kalla menuding GMTD merekayasa kasus tanah miliknya di area tersebut. (Dairul)