DERAKPOST.COM – Pemprov Riau saat ini menyoroti lemahnya kepatuhan korporasi terhadap regulasi lingkungan hidup. Yaitu,
evaluasi kinerja lingkungan.
Dalam periode penilaian PROPER 2023–2024, sebanyak 81 perusahaan dari 304 perusahaan yang mengikuti mendapati peringkat Merah, sedangkan 10 lainnya bahkan ditangguhkan statusnya karena tidak memenuhi standar minimum pengelolaan lingkungan.
Penilaian PROPER dibagi dalam kategori warna, yaitu emas, hijau, biru, merah, dan ada yang ditangguhkan. Kategori ini mencerminkan tingkat kepatuhan dan performa pengelolaan lingkungan perusahaan. Warna emas menunjukkan kepatuhan penuh dan inovasi dalam pengelolaan lingkungan.
Data tersebut disampaikan dalam acara Penyerahan Sertifikat PROPER dan Penandatanganan Komitmen Bersama Optimalisasi Pajak Daerah yang digelar di Balai Serindit, Senin (16/6/2025).
Kondisi ini dinilai mengkhawatirkan, mengingat dampaknya bukan hanya pada kerusakan lingkungan, tetapi juga pada penerimaan pajak daerah dan beban infrastruktur publik.
“Peringkat merah bukan sekadar catatan, tapi peringatan keras. Pemerintah tidak akan mentolerir kelalaian dalam pengelolaan lingkungan,” kata Gubernur Riau Abdul Wahid.
Salah satu sorotan adalah kerusakan jalan provinsi akibat kendaraan bertonase berlebih (ODOL) yang mayoritas berasal dari kendaraan operasional perusahaan. Berdasarkan keterangan yang disampaikan gubernur, hanya 68,35% jalan provinsi berada dalam kondisi mantap. Sebagian besar biaya perbaikan sebesar 94% dibebankan kepada APBD.
Selain itu, ditemukan pelanggaran lain seperti penggunaan kendaraan dengan pelat nomor luar daerah (non-BM), konsumsi BBM dari penyalur ilegal, hingga pemanfaatan air permukaan tanpa alat ukur sah. Praktik ini ditengarai menjadi penyebab kebocoran pajak daerah yang seharusnya menopang pendanaan publik.
“Kalau perusahaan terus mengabaikan kewajiban fiskal dan lingkungan, maka kami akan bertindak tegas. Tidak ada lagi toleransi,” ujar Wahid.
Menindaklanjuti berbagai temuan tersebut, Pemerintah Provinsi Riau membentuk Satuan Tugas Pajak Daerah bersama Polda Riau, BPKP, dan lembaga teknis lainnya. Satgas ini akan menyisir pelanggaran dan meningkatkan kepatuhan pajak dari pelaku usaha.
Pemerintah juga menyiapkan insentif, seperti pemutihan pajak kendaraan dan pemotongan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) hingga 50 persen bagi perusahaan yang taat.
Kewajiban FPKM Jadi Sorotan
Dalam sektor perkebunan, Wahid menekankan pentingnya realisasi Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM) sebesar 20 persen, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 dan diperkuat dalam UU Cipta Kerja. Banyak perusahaan disebut belum sepenuhnya memenuhi kewajiban ini.
“Ini bukan soal aturan, tapi soal keadilan ekonomi. Kebun itu bagian dari hak masyarakat yang harus dikembalikan,” tegas Wahid.
Meski membuka diri terhadap investasi, Pemerintah Provinsi Riau menyatakan tidak akan ragu mengambil tindakan terhadap perusahaan yang membandel.
“Kami terbuka untuk investasi, tetapi menolak eksploitasi. Jika perusahaan tidak patuh, kami tidak ragu bertindak,” pungkasnya. (Mediacentre)