DERAKPOST.COM – Penempatannya dana dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Arifin Achmad, yakni di Bank Rakyat Indonesia (BRI). Hal ini, menjadi sorotanya Forum Pemuda Peduli Masyarakat Miskin (FPPMM) Kota Pekanbaru.
Sorotan, dugaan penempatan dana BLUD RSUD Arifin Achmad di BRI ini, dipaparkan pihak FPPMM tersebut yang karena tanpa ada perjanjian kerja sama resmi oleh pihak Rumah Sakit miliknya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tersebut. Sehingga hal itu, yang patut dipertanyakan.
“Diketahui dari informasi didapatkan, yakni ada dugaanya penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana BLUD ini. Dimana, dana itu disimpan di BRI. Namun, anehnya itu dana disimpan di BRI tanpa perjanjianya kerja sama resmi. Ini yang patut dipertanya dasar hukum,” ungkapnya.
Seharusnya, sebut Suhermanto SH, selaku Ketua FPPMM Kota Pekanbaru, padahal itu menjadi dasar hukum yang wajib pada tata kelola keuangan daerah. Katanya, maka itu pihaknya menduga yang ditempatkan dana ini di BRI dengan tanpa ada perjanjian kerja sama resmi, itu jelas ilegal.
“Kami disini menduga ada penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dana BLUD ini. Seharusnya, hal ini yang menjadi dasar hukum wajib didalam tata kelola keuangan daerah. FPPMM menilai, tindakan tersebut berpotensi bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP),” sebutnya.
Suhermanto mengatakan, FPPMM menilai, tindakan tersebut berpotensi bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019, yakni tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dimana pembukaan dan penetapan bank harus dilakukanya dengan ketentuan di Kepala Daerah.
“Artinya, itu yang harus dituangkan dalam perjanjian resmi antara Bendahara Umum Daerah (BUD) dan bank. Ketiadaan hal dari perjanjian resmi bukan hanya pelanggaran prosedur semata. Maka, hal ini seharusnya
tidak terjadi pelanggaran demikian. Ini juga harus dipahami,” ungkapnya.
Ujarnya, FPPMM menekankan penempatan dana pada bank, umumnya ada mehasilkan bunga sebagai keuntungan atas simpanan publik. Namun tanpa perjanjian kerja sama, bunga bank itu tidak dapat masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena tidak memiliki dasar hukum formal.
“Pertanyaan kritis pun muncul, kalau bunga tidak dapat masuk PAD, lalu pihaknya siapa yang menikmatinya?,” tegasnya. Dalam hal ini, Suhermanto mengatakan, bahwasa titik rawan sedang ditengarai FPPMM disaat ini berpotensi dimanfaatkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal ini.
Misalnya itu katanya, didapat pihak internal RSUD maupun pihak eksternal. Dan kondisi inilah sambung dia, dinilai dapat mengarah indikasi dugaan dalam hal penyalahgunaan wewenang dan serta membuka ruang bagi tindak pidana korupsi. Sebab apabila unsur itu terbukti melawan hukum.
Dia menceritakan. Sebelumnya FPPMM ini telah mengirimkan surat permintaan untuk klarifikasi secara resmi kepada pihak RSUD Arifin Achmad dan juga memberikan batas waktu tiga hari untuk mendapat jawabanya secara tertulis. Namun, pihaknya RSUD tak memberikan respons hal ini.
Sikap diam dari pihak RSUD ini menambah daftar pertanyaan publik dan memperkuat dugaan ada masalah serius, dalam halnya pengelolaan keuangan rumah sakit daerah tersebut. Suhermanto menilai tidak adanya respon pihak RSUD itu bukan sekadar abai terhadap komunikasi publik.
“Sikap pihak RSUD yang melainkan sinyal lemahnya akuntabilitas lembaga didalam mengelola dana masyarakat. FPPMM siap mengambil langkah lanjutan untuk halnya memastikan transparansi serta integritas pengelolaan dana publik yang benar-benar ditegakkan,” ujar Suhermanto. (Dairul)