DERAKPOST.COM – Agenda pembacaan
replik dari pihak penggugat pada perkara perdata lingkungan hidup ini bernomor 2/Pdt.Sus-LH/2025/PN Rhl, pada hari Rabu (23/4/2025). Namun hal sidang itu urung dilakukan, dikarena Ketua Majelis Hakim, Nurmala Sinurat, SH, MH itu, berhalangan hadir, sidang dinas luar.
Sebagaimana hal diketahui sidang e-Court itu perkara yang diajukan Yayasan Wahana Sinergi Nusantara (Wasinus) pada seorang pengusaha lokal bernama H. Bistamam ini seperti jalan di tempat. Padahal gugatanya yang menyangkut nasib hutan seluas 895 hektare (lahan) di Kepenghuluan Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, yang telah berubah itu menjadi hamparan kebun sawit.
Dikutip dari Riausatu.com. Diketahui dalam dokumen gugatan sudah dilayangkan pada pengadilan pada 2 Januari 2025, Wasinus menuding Bistamam mengalihfungsikanya kawasan hutan itu secara ilegal sejak 2011 silam. Tak hanya menanam sawit, tergugat juga membangun jalan, rumah, serta parit batas di dalam kawasan hutan negara.
Selain itu, diketahui Bistamam sekarang ini sudah menjabat Bupati Rohil. Hal itu, turut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan turut digandeng sebagai tergugat. Namun, diketahui dalam agenda sidang kedua yang berlangsung singkat, Rabu (16/4/2025) itu, tim kuasa hukum Bistamam membantah.
Mereka berdalih bahwa kliennya hanya mengelola lahan seluas 6 hektare. Sisanya, menurut mereka, telah digarap masyarakat sejak lama. “Tanah itu milik warga secara turun-temurun sejak 1930. Ada alas hak dari Penghulu Rantau Bais tahun 1981 dan 1983,” ujar Cutra Andika Siregar, salah satu kuasa hukum Bistamam.
Versi ini berbeda dengan temuan Wasinus, yang berdasarkan citra satelit dan laporan lapangan menyebut Bistamam sebagai penguasa utama kawasan yang digunduli itu.
Dalam laporan tertulis Wasinus ke pengadilan, disebutkan bahwa ekspansi kebun sawit itu berlangsung masif dalam sepuluh tahun terakhir, memicu deforestasi dan menimbulkan kerusakan ekologis yang serius.
Tindak Pidana Kehutanan
Surya Darma Hasibuan ini, dari pengamat kehutanan yang mengikuti kasus ini sejak awal, menyebutkan bahwa transaksi lahan yang dilakukan Bistamam itu cacat hukum. “Lahan itu adalah hutan negara. Maka, tak boleh diperjualbelikan. Yang perjanjian jual belinya batal demi hukum,” katanya.
Penegasan disampaikanya Surya Dharma kepada wartawan, hari Kamis (24/4/2025), di Pekanbaru. Ia bahkan menyebut, bahwa perbuatan dilakukan oleh tergugat itu, bisa dikategorikanya juga sebagai tindak pidana kehutanan. Surya juga menyoroti lemahnya penegakan hukum dalam perkara ini.
“Kalau benar itu hutan negara, ke mana itu kayu-kayu yang sudah ditebang itu dijual ? Siapa pembelinya? Ini bukan cuma urusan perdata. Harusnya ada pidana juga. Karena itu, apa yang dipaparkan kuasa hukum dari Bistaman tersebut juga bertentangan pada aturan berlaku,” ungkap Surya.
Untuk diketahui. Seiring penundaan sidang yang seyogyanya dilaksanakan dihari Rabu (23/4/2025) tersebut, karena Ketua Majelis Hakim, Nurmala Sinurat berhalangan hadir, sidang dinas luar. Maka sidang berikutnya dijadwalkan ulang, hari Rabu (30/4/2025). (Dairul)