DERAKPOST.COM – Berdasar hal Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI, ditahun 2020, pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Kampar, ada yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Khususnya
pertanggungjawabanya perjalanan dinas luar daerah.
Misalnya, untuk hal pada komponen biaya penginapan tak sesuai kondisi senyatanya sebesar Rp 625,021.642.00. Sebanyak Rp 447.325.280.00, dengan temuan berada di Sekretariat DPRD (Sekwan) Kampar. Maka ada potensi kerugian negara itu, mencapai puluhan miliar. Uji petik dilakukan terhadap 818 bukti penginapan, ini hanya bernilai Rp 1.167.970.825.00 atau hanya sekitar 0.017 persen pada total belanja perjalanan dinas luar daerah.
“Temuan SPPD fiktif di DPRD Kampar yaitu sebesar Rp 447.325.280.00, yang sungguh dahsyat. Sebab, tahun yang sama temuan SPPD fiktif di DPRD Riau hanya sebesar Rp 551.900.00 dan setelah dilakukannya audit investigasi oleh BPKP angka temuan SPPD fiktif membengkak sudah mencapai angka mendekati Rp 100 miliar. Jikalau dilakukan audit investigasi, ada kerugian negara,” ujar Armilis Ramaini.
Direktur Lembaga Anti Korupsi Rau (LAKR) ini mengatakan, pada tahun 2020 Pemkab Kampar, mengalokasikan dana perjalanan dinas itu sebesar Rp 133.305.628.659.00. Dengan hanya realisasi yakni sebesar Rp 119.052.221.642.00. Dimana sebesar Rp 66.818.665.052.00 biaya perjalanan dinas tersebut digunakan untuk perjlanan dinas luar daerah.
“Uji petik ini terhadap 818 bukti atas biaya penginapan perjalanan dinas luar daerah dengan nilai Rp 1.167.970.825.00 dan hasil konfirmasi tertulis kepada 56 hotel tentang kebenaran nama dari pelaksana perjalanan dinas, lama menginap, dan adanya tagihan pembayaran hotel itu menunjukkan banyak terjadi penyimpangan,” ujar advokat senior di Pekanbaru ini.
Hasil uji petik, lanjut Armilis, menemukan bahwa terdapat 107 atau 13,08 persen bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 151.672.410.00 yang data pelaksana perjalanan dinas berupa nama, tanggal check in/check out dan jumlah pembayaran hotelnya tidak sesuai dengan data base manajemen hotel. Juga terdapat 182 atau 22.25 persen bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 366.881.493.00 nilai pembayaran hotel berdasarkan data base menajemen htel lebih rnendah dari nilai yang telah dipertanggungjawabkan sehinga terdapat selisih pembayaran biaya penginapan sebesar Rp 163.870.742.00.
“Terdapat juga 529 atau 64,67 persen bukti pertanggungjawaban sebesar Rp 649.415.922.00 yang data pelaksanaan perjalanan dinas tidak ditemukan dalam data base manajemen hotel,” ujar Armilis. Selain itu, terdapat juga perjalanan dinas ganda yang merugikan negara Rp 6.390.000. Perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan sebesar Rp 66.407.900.00 serta pembayaran uang harian dan biaya penginapan perjalanan dinas melebihi standar yang ditetapkan seebsar Rp 21.366.284.00.
Dikatakan dia, modus SPPD fiktif di DPRD Kampar hampir serupa dengan dilakukan di DPRD Riau. Tahun 2020 adalah masa pandemi Covid 19 sehingga kegiatan berkumpul dan perjalanan ke luar daerah dilarang. Tetapi Pemkab Kampar dan DPRD Kampar masih tercatat menghabiskan anggaran perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp 66.818.665.052.00 sehingga patut diduga perjalana dinas yang dilakukan sebagian besar adalah fiktif.
Jika bandingkan dengan temuan SPPD fikitf di DPRD Riau tahun 2020 yang disidik Polda Riau, kata Armilis, temuan SPPD fiktif di DPRD Riau hanya sebesar Rp 51.900.000.00. Tetapi setelah dilakukan audit investigasi oleh BPKP maka angka temuan SPPD fiktif mencapai angka hampir Rp 100 M. “Perlu dilakukan audit investgasi untuk menemukan jumlah pasti angka SPPD fiktif,” katanya.
Terkait hal pernyataan dipaparkan Armilis, menyikapi yang berdasar hal LHP BPK RI tersebut dikonfirmasikan kepada Ramlah selaku Sekwan DPRD Kampar ini melalui pesan WhatsApp sekitar pukul 15.28 WIB, tidak ada memberikan jawaban. Kendati itu contreng dua. Kembali dihubungi langsung WhatsAppnya nomor 0813-7878-XXXX itu pukul 17.42 WIB, aktif tak juga menjawab hingga berita ini akan diupload. (Dairul)