DITENGAH gejolak dunia yang semakin sibuk mengejar materi dan gemerlap duniawi, banyak yang lupa akan esensi kehidupan sesungguhnya akhirat. Ibadah pun tak jarang hanya menjadi rutinitas simbolik, sekadar ritual kosong tanpa makna sosial. Berbuatlah syukur, karena rasa syukur saja tidak cukup.
Menurutnya, beragama bukan sekadar soal menjalankan ibadah pribadi yang dipertontonkan. Banyak dari kita hanya berhenti pada rasa syukur, namun lupa untuk berbuatlah syukur. Padahal, esensi ibadah sejati adalah memberi manfaat kepada sesama, terutama mereka yang membutuhkan kaum dhuafa, anak yatim, dan fakir miskin yang masih kekurangan akses terhadap kebutuhan dasar, pendidikan, hingga masa depan yang layak.
“Sudah saatnya kita ubah cara pandang, terutama bagi kalangan berada. Misalnya, ibadah haji dan umrah cukup dilakukan sekali seumur hidup. Setelah itu, alangkah lebih baik jika sisa rezeki disalurkan untuk membantu mereka yang kesusahan. Ibadah bukan lagi soal ritual, tapi soal dampak sosial,” tegas Feri.
Feri juga mengingatkan akan sebuah kisah klasik: seorang wanita pendosa yang masuk surga hanya karena memberi seteguk air dengan tulus pada seekor anjing kehausan. Tindakan kecil yang dilandasi keikhlasan bisa jauh lebih mulia di mata Tuhan dibanding ibadah megah yang penuh ria.
Dengan semakin tuanya dunia dan krisis moral para penguasanya, umat manusia perlu beralih dari hegemoni nafsu dunia menuju ibadah yang membumi ibadah yang mampu mengangkat derajat bangsa dan membawa kemaslahatan sosial. Jika umat ini beribadah dengan orientasi sosial, maka bangsa ini akan digdaya, rakyatnya sejahtera, dan negeri ini pun penuh berkah, InsyaAllah.
Penulis:
Feri Akri Domo
Pengamat Betmastautin di Pekanbaru